NovelToon NovelToon
BAKSO KALDU CELANA DALAM

BAKSO KALDU CELANA DALAM

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Horor / Selingkuh / Playboy / Penyesalan Suami / Mengubah Takdir
Popularitas:310
Nilai: 5
Nama Author: Mama Rey

Sri dan Karmin, sepasang suami istri yang memiliki hutang banyak sekali. Mereka menggantungkan seluruh pemasukannya dari dagangan bakso yang selalu menjadi kawan mereka dalam mengais rezeki.
Karmin yang sudah gelap mata, dia akhirnya mengajak istrinya untuk mendatangi seorang dukun. Lalu, dukun itu menyarankan supaya mereka meletakkan celana dalam di dalam dandang yang berisikan kaldu bakso.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Rey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

AKAN MENGEKSEKUSI HARTA KARMIN

Karmin nampak sedang galau di warungnya. Pria itu berulang kali memencet nomor seseorang dan mengarahkan gawai ke daun telinga. Sejurus kemudian, ia nampak menggeleng pasrah. Sepertinya, nomor yang dia hubungi sedang tidak berminat untuk menerima panggilan dari Karmin, pun pesan-pesan dari Karmin juga diabaikan dan tak berbalas. Hal itu membuat hati Karmin sangat tersakiti. Ibarat daun muda yang lagi kasmaran, rasa baper itu selalu muncul karena efek bucin.

"Haaaaah, Sulis ini ke mana sih? Nomornya gak aktif, dikirimin pesan juga cuma centang satu. Apakah dia sedang berduaan dengan Marsam? Dasar wanita!" Dia nampak gusar.

"Tapi ... Marsam sudah berjanji untuk tidak akan mendekati Sulis lagi," dengusnya.

Semakin lama, hatinya terasa semakin memanas. Karmin mulai curiga kepada sahabatnya sendiri. Dia mulai berasumsi macam-macam. Otaknya pun mulai dirasuki bisikan-bisikan penuh hasutan dari hatinya sendiri juga mulai memprovokasi akal sehatnya agar ia semakin galau.

"Waduh, jangan-jangan Sulis dan Marsam sedang main kuda-kudaan di atas ranjang nih? Piye jal?" Lagi, hatinya berbisik menyebalkan.

"Aku harus pergi ke rumah Marsam sekarang juga! Tapi ... bagaimana aku pamit kepada Sri? Sri pasti curiga kalau aku bilang mau ke tempat Marsam. Tadi dia sudah mengata-ngatai Sulis sebagai gundik segala. Hufffhh!" Dia mendesah lelah.

Lama sekali Karmin berfikir cukup serius. Dia melayani pembeli bakso seraya mencari cara untuk mengelabui istrinya lagi. Otaknya yang sudah menampung banyak kerumitan hidup itu nyatanya masih mampu membantunya mencarikan jawaban. Yah, meskipun organ itu harus dipaksakan berputar dan mencari solusi untuk urusan perselingkuhan si Karmin yang tak setia kepada ibu dari anaknya sendiri.

TING.

"Aha ... aku punya ide."

Pria itu segera merampungkan seluruh pesanan para pelanggannya. Setelah semua pelanggan bakso itu duduk manis seraya menikmati pentol berkuah kolor di hadapannya masing-masing, Karmin pun meninggalkan mereka dan masuk ke dalam rumah. Dia akan menemui istrinya untuk pamit keluar sebentar.

Karmin melihat kamar Sri masih tertutup rapat. Wanita itu masih mengunci diri di dalam sana.

"Wah, Apakah dia sedang tidur?" Karmin berdecak sebal. Lagi, dia memutar otak dan mempersiapkan kata-kata yang tak akan menyulut api kemarahan si wanita gemuk.

TOK TOK TOK.

Dia mengetuk pintu kamar istrinya itu berulang kali.

"Sri, apakah kamu tidur, Dek?" ucapnya dengan pelan.

"Ada apa?" Sri berteriak dari kamarnya dengan suara yang lantang. Ya memang suaranya selalu identik dengan bentakan. Sri memang begitu.

"Dek. Bisa minta tolong gak? Tolong dong ... kamu keluar untuk menjaga warung sebentar. Mau gak? Mas mau ada perlu. Tolong dong, Sayang." Si cungkring nampak memohon.

"Kamu mau ke mana?" Sri masih memekik.

"Ehhmm, anu, Dek. Aku mau ke rumah Emak sebentar. Ada perlu darurat.*

Sri tidak menjawab perkataan suaminya. Wanita itu tiba-tiba membuka pintu kamarnya dan berdiri di depan Karmin dengan tatapan datar.

"Apa kamu mau ke tempat Sulis?" Suaranya terdengar sumbang, terkesan seperti angot-angotan.

"Eh, jangan suudzon dong, Sri. Kamu ini selalu berburuk sangka kepada suamimu sendiri!" Karmin mendengkus sebal.

"Laaah? Siapa yang suudzon? Kamu tuh yang selalu berburuk sangka kepada diriku. Aku kan bertanya baik-baik. Apakah kamu mau ke tempat Sulis? Soalnya tadi dia datang ke sini. Sepertinya ada urusan mendesak yang mau dia sampaikan. Barangkali Marsam sakit atau apa. Sulis kan bilang kalau dia disuruh Marsam ke mari. Kalau kamu mau ke tempat Sulis atau ke tempat Marsam ... ya ndak apa-apa sih. Aku ini woles! Selow, Boss! Selow!" Sri tersenyum miring seraya memicing sipit kepada suaminya.

"Belum apa-apa kok sudah menuduh diriku berburuk sangka? Kayaknya di sini yang sering berburuk sangka kepada orang itu kamu deh, Mas!" kelakarnya, lalu terkekeh.

Mendengar penjelasan dari sang istri, Karmin pun terkeki mendadak. Wajahnya langsung kikuk dan memerah meskipun agak kecoklatan.

"Eh iya, ya. Aku kira kamu tadi mau marah karena Sulis datang ke sini. Heheheh, maap, maap. Aku lagi sensitif, Dek. Maap, Sayang." Bibir pria itu mengerucut manja.

"Nah, ya itu dia penyakitmu, Mas! Kamu itu mudah sekali berasumsi dengan semaumu sendiri tanpa bertanya lebih jauh tentang apa yang dipikirkan oleh istrimu yang setia ini!" Sri berdecak sebal. Dia tekankan ucapannya pada kata 'setia'.

"Iya, maafin Mas ya, Sri." Karmin tertawa kuda. Lagi lagi dia menggaruk kepalanya meskipun tidak terasa gatal.

" Ya sudah, kalau kamu memang mau pergi ke rumah Marsam atau ke rumah Sulis ...ya wes lah, sana berangkat! Tidak perlu berbohong mau ke tempat Emak segala!" Wanita gemuk itu mencebik, mukanya datar, tapi manik legamnya menyorot tajam.

"Tadi itu ... memang rencananya mau ke rumah Emak juga kok, Dek. Aku ingin membicarakan tentang uang, eh tentang angsuran hutangnya di Bawon. Jadi, aku mau sekalian mampir ke tempat anu,  eh ke rumah Marsam, gituh." Ucapan Karmin terdengar sedikit belibet dan belepotan.

"Oh. Yo wes lah, cuss sana! Aku akan menjaga warung dengan Tumi. Karena kalau jaga warung sendirian aku pasti ngantuk," sahut wanita itu.

"Jangan terlalu sering mengajak Tumi mengobrol di warung bakso kita! Bagaimana kalau sahabatmu itu jadi tahu tentang kolor yang kita jadikan kaldu dan ada di dalam dandang?" Karmin nampak keberatan.

"Kolornya sudah lama tidak aku masukkan ke dalam dandang! Jadi rahasia akan tetap aman meski pun para pembeli bakso mau mengambil kuah sendiri!" Sri mengerutkan kedua alisnya. Belakangan ini, Karmin memang sering melupakan hal-hal kecil.

"Oh ya, aku lupa. Sekarang kan kolornya sudah diperbolehkan tidak masuk ke dalam dandang yoooh? Cuma kaldu kolor saja yang masuk ke dalam kuah." Pria itu nampak masih belepotan dengan ucapannya.

"Yah, tapi itu hanya boleh dilakukan tiga hari saja selama satu bulan. Tidak boleh sering-sering menanggalkan kolor begitu. Karena itu akan membuat cita rasa kuah baksomu  menjadi hambar. Apakah kamu lupa dengan titah-titah dari dukun kesayanganmu itu? Mbah Samijan sendiri lo yang telah memberikan perintah kepadamu!" Lagi, Sri mencebik gemas.

"Besok sudah harus memasukkan kolornya lagi ke dalam dandang, karena sudah tiga hari aku tak memasukkan kolor. Kamu pasti juga tidak sadar kalau beberapa hari ini tak ada kolor di dalam dandang. Heeeemhhh!" ujarnya.

"Ti tii tidak sadar gimana? Aku sadar kok. Tapi aku ya lupa. Eh, gimana, yah. Belakangan ini aku sering pusing, Sri. Sumpah."

"Ya, kamu pusing karena kamu terlalu memikirkan banyak orang!" Sri menyeringai.

"Banyak orang sopo sih, Sri? Kamu ini selalu salah paham kepada suamimu."

"Laah? Yo kamu itu sing selalu salah paham! Kenyataannya kan memang begitu. Kamu selalu memikirkan urusan banyak orang. Kamu harus memikirkan nafkah untuk anak dan istrimu, kamu harus memikirkan hutang-hutang Emak, kamu harus memikirkan tagihan-tagihan di Bawon, kamu harus menjaga rahasia Marsam sebagai sahabatmu yang sedang berpacaran dengan Sulis, dan bahkan sering kuda-kudaan di rumah Sulis, kamu harus memikirkan banyak orang sampai kepalamu puyeng." Sri terkekeh.

"Untung gak meledak tuh batok kelapa, eh batok kepala," kelakarnya seraya berjalan meninggalkan suaminya yang masih bengong dan mematung di depan kamarnya.

Karmin mengecap ludahnya berulang kali. "Iya, juga ya. Kenapa belakangan ini aku jadi sensitif dan selalu negatif thinking kepada istriku? Padahal dia juga tidak pernah mencurigai apa pun yang aku lakukan loh. Apakah aku ini sudah gila?" Hatinya berbisik lirih.

"Wes budalo! Aku siap menjaga warung. Tuh Tumi sudah datang, aku ada kawannya, kok. Jadi aku gak akan mengantuk." Wanita gemuk itu berteriak dari teras, Karmin pun mengangguk pias.

"Baik, Sri Sayang. Mas Karmin masih bersiap-siap sebentar. Makasih banyak njiih," sahut si cungkring Karmin dengan suara merdunya. Dia memang selalu melandai jika membutuhkan sesuatu dari Sri, entah itu ijin hendak nongkrong, atau sejenisnya.

Sri tersenyum sinis di depan gerobak bakso.

"Pergilah, Min! Pergilah yang lama. Aku akan mengeksekusi hartamu setelah kau pergi." Dia menyeringai puas.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!