NovelToon NovelToon
Rahim Untuk Balas Budi

Rahim Untuk Balas Budi

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Pengganti / Romansa
Popularitas:5k
Nilai: 5
Nama Author: Mommy Sea

Satu janji, satu rahim, dan sebuah pengorbanan yang tak pernah ia bayangkan.
Nayara menjadi ibu pengganti demi menyelamatkan nyawa adiknya—tapi hati dan perasaan tak bisa diatur.
Semakin bayi itu tumbuh, semakin rumit rahasia, cinta terlarang, dan utang budi yang harus dibayar.
Siapa yang benar-benar menang, ketika janji itu menuntut segalanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Sea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 35 — Ketakutan Nayara

Malam itu, panti asuhan terasa terlalu sunyi. Lampu lorong sudah dimatikan sejak pukul sembilan, tapi bagi Nayara, gelap bukan lagi tempat beristirahat—melainkan ruang penuh bayangan yang membuatnya sulit bernapas.

Ia duduk di pinggir tempat tidur Aru, memperhatikan wajah kecil itu yang tertidur pulas, rambutnya sedikit menutupi kening. Anak itu selalu terlihat damai ketika tidur, seolah dunia tidak pernah menyakitinya.

Aru menggeliat kecil lalu memeluk gulingnya.

Nayara tersenyum hambar, jemarinya menyusuri pipi anak itu dengan hati-hati, seolah sentuhan sedikit lebih keras bisa merusaknya.

"Maafkan Mama…" bisiknya nyaris tanpa suara.

Ia berdiri pelan, keluar dari kamar agar tidak membangunkan Aru. Di lorong, langkahnya terdengar pelan dan gugup. Sampai akhirnya ia tiba di ruang belakang—ruangan kecil tempat ia biasanya menenangkan diri.

Nadim sudah menunggunya di sana.

Remaja dua puluh tahun itu duduk bersandar pada rak buku tua, seolah sudah tahu Nayara akan datang. Wajahnya terlihat letih, tapi tatapannya tajam dan penuh waspada.

“Kak…” Nadim memulai dengan suara rendah, “kamu kelihatan makin kacau.”

Nayara terdiam, berdiri memeluk dirinya sendiri.

“Aku lihat mobil itu lagi,” ucapnya akhirnya. “Yang kemarin parkir di depan gerbang. Mobil hitam. Platnya sama.”

Nadim menghela napas panjang. “Kaak… itu kan mobil Pak Rendra. Dia sudah pernah datang ke sini sebelumnya.”

“Justru itu.”

Nayara menunduk, kedua tangannya bergetar. “Dia pasti curiga. Mereka pasti tahu sesuatu.”

Nadim bangkit dari duduk, mendekat. “Curiga tentang apa? Tentang Aru?”

Nayara tidak menjawab, hanya menggigit bibirnya keras sampai memutih. Ketakutan dalam suaranya begitu pekat, sampai Nadim ikut merasakan sesak di dadanya.

“Kak… kita nggak bisa terus begini.”

Nadim meletakkan tangan di bahunya. “Selama sepuluh tahun kamu takut. Lari. Sembunyi. Sampai kapan?”

Nayara melepas tangan Nadim perlahan.

“Sampai aku yakin Aru aman.”

“Kak…” Nadim menatapnya lama. “Aru aman di sini. Di panti ini. Sama aku. Sama kamu. Kamu nggak perlu lari lagi.”

“Tidak.” Nayara menggeleng keras. “Kalau mereka tahu Aru…” suaranya tercekat, “—mereka bisa ambil dia. Mereka punya kekuasaan. Mereka punya uang.”

Nadim berusaha menahan kesal. “Kak, kamu tidak bisa menghakimi mereka tanpa tahu apa-apa. Kita bahkan nggak tahu apa yang terjadi dulu. Kamu selalu bilang ‘demi kebaikan’, tapi tidak pernah bilang apa sebenarnya yang kamu lari dari itu.”

Nayara menutup mata. Ada sesuatu yang hampir keluar dari bibirnya—sebuah pengakuan, sesuatu yang selama bertahun-tahun ia simpan—tetapi ia menelannya lagi.

“Aku tidak akan kehilangan Aru,” katanya pelan, hampir seperti ancaman pada dirinya sendiri. “Tidak. Tidak lagi.”

Nadim menghela napas, menahan diri agar tidak meninggikan suara. “Rencana kamu apa? Pergi? Lari lagi? Tinggalkan semuanya?”

Nayara menatap lantai, lalu angkat wajah. Ada tekad gelap dalam matanya.

“Aku sudah mulai packing.”

Nadim menoleh cepat. “KAAK?!”

“Kita nggak bisa bertahan di sini. Kalau mereka datang esok pagi, atau lusa… atau minggu depan… semuanya selesai.”

“Kak, dengar aku.” Nadim menatapnya dengan kesal yang tercampur sayang. “Kita tidak tahu mereka mau apa. Bisa saja mereka cuma mau… bicara. Atau memastikan Aruna baik-baik saja.”

Nayara memejamkan mata, menahan gemetar. “Kamu tidak tahu apa yang mereka pernah lakukan. Kamu tidak ada di sana.”

Nadim terdiam.

Ia ingin bertanya detailnya—tentang klinik itu, tentang Dr. Ardi, tentang apa yang sebenarnya terjadi pada hari Nayara melahirkan—tapi ia tahu, pertanyaan itu tidak akan mendapat jawaban malam ini.

Nayara terlalu takut.

Terlalu trauma.

“Aru…” Nayara berbisik lagi. “Kalau mereka tahu siapa Aru sebenarnya, semua berubah.”

Pagi menyusup masuk melalui jendela kecil panti. Suara anak-anak mulai terdengar dari ruang makan, bercampur aroma bubur dan suara sendok.

Aru bangun lebih cepat dari biasanya.

Ia turun dari tempat tidur, mengucek mata dengan punggung tangan. Saat mencari ibunya, ia melihat kasurnya rapi—Nayara tidak tidur di kamar itu semalaman.

Aru turun ke dapur dengan langkah kecil. Ia melihat Nadim sedang menuang teh, tapi wajahnya tidak setenang biasanya.

“Om Nadim?”

Aru menarik ujung baju Nadim. “Ibu mana?”

Nadim menelan ludah. “Lagi siap-siap, Ru.”

“Siap-siap apa?” Aru mengernyit. “Mau pergi? Kita mau piknik?”

Nadim tersenyum hambar. “Nggak… bukan piknik.”

Aru makin bingung. “Ibu sedih, ya?”

Pertanyaan itu membuat Nadim berhenti. Ia menatap Aru perlahan.

“Kenapa kamu pikir Mama sedih?”

Aru memainkan jari-jarinya. "Ibu banyak lihat jendela. Terus Mama peluk aku lama sekali malam tadi… Mama bilang maaf. Tapi aku sedang tidur.”

Nadim mengembuskan napas. Ia tahu Nayara tidak akan suka Aru merasa perubahan ini. Tapi anak kecil bukanlah orang bodoh—Aru peka. Mungkin jauh lebih peka daripada anak lain seusianya.

“Aru,” ucap Nadim akhirnya, berlutut agar sejajar dengan anak itu. “Apa pun yang terjadi… kamu aman, ya? Ada ibu. Ada aku.”

Aru mengangguk kecil, meski masih bingung.

Tiba-tiba, suara pintu depan diketuk.

Nayara muncul dari lorong, wajahnya langsung menegang saat mendengar ketukan itu. Nadim ikut menoleh, sama terkejutnya.

Pagi terlalu dini untuk tamu.

Ketukan itu terdengar lagi—lebih jelas, lebih tegas.

“Kak” Nadim memanggil pelan.

Nayara tidak menjawab. Ia berdiri diam, napasnya naik turun, seolah pintu itu bisa runtuh hanya dengan namanya dipanggil.

Ketukan ketiga datang—kali ini diikuti suara lembut:

“Permisi… kami ingin bertemu dengan Bu Nayara.”

Nadim memicingkan mata. Suara perempuan. Lembut, tapi ada ketegasan yang membuat bulu kuduk Nayara berdiri.

Karina.

Nayara tahu tanpa harus melihat.

Ia langsung menarik tangan Aru dan memeluknya erat—begitu erat sampai Aru meringis pelan.

“Kak” Nadim berbisik. “Jangan panik.”

Tapi Nayara tidak mendengar. Ia hanya memeluk Aru sekuat tenaga.

“Jangan ambil anakku…”

Bisikan itu pecah seperti doa sumbang, penuh ketakutan yang menahun.

Di depan pintu, Karina dan Rendra berdiri dengan wajah tegang—bukan marah, bukan menuntut—tetapi mencari jawaban yang sudah terlalu lama ditahan.

Dan di balik pintu itu, Nayara merasakan seluruh dunianya mulai runtuh.

Aru menatap ibunya, suaranya kecil tapi menusuk.

“Bu… kenapa Mama gemeter?”

Nayara memejamkan mata.

Nayara mundur beberapa langkah, memeluk Aru lebih erat seolah lengannya satu-satunya benteng yang tersisa. Nadim bergerak cepat ke arahnya, mencoba meraih bahu sang kakak sebelum kepanikan itu meledak menjadi sesuatu yang tak bisa ditarik kembali.

“Kak, tolong… biar aku yang buka,” bisiknya.

Tapi Nayara menggeleng keras. “Tidak. Kalau mereka lihat Aru sekarang, semuanya selesai.”

Ketukan keempat terdengar—pelan, namun membuat jantungnya hampir berhenti.

“Bu Nayara… kami hanya ingin bicara,” suara Karina memohon.

Aru menggenggam baju ibunya. “Bu… siapa mereka?”

Nayara menahan napas.

Pintu pun perlahan terbuka.

1
strawberry
Karina takut Rendra berpaling darinya karena Aru mirip Rendra, Nayara takut Aru diambil Rendra dan takut akan perasaannya. Rendra takut perasaannya jatuh hati pada Nayara dan pada Aru yg mirip dengannya.
Mommy Sea: pada takut semua mereka
total 1 replies
strawberry
Dalam rahim ibu kita...
Titiez Larasaty
ikatan batin anak kembar dan ayah
strawberry
mulai ada rasa cemburu...
Titiez Larasaty
semoga rendra gak tega ambil aru dia cm mengobati rasa penasaran selama ini kasihan nayara harus semenyakitkan seperti itukah balas budi😓😓😓
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
Muhammad Fatih
Bikin nangis dan senyum sekaligus.
blue lock
Kagum banget! 😍
SakiDino🍡😚.BTS ♡
Romantisnya bikin baper
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!