Kerajaan itu berdiri di atas darah, dusta, dan pengkhianatan.
Putri Mahkota yang logis dan penuh tanggung jawab mulai goyah ketika seorang tabib misterius menyingkap hatinya dan takdir kelam yang ia sembunyikan.
Putri Kedua haus akan kekuasaan, menjadikan cinta sebagai permainan berbahaya dengan seorang pria yang ternyata jauh lebih kuat daripada yang ia kira.
Putri Ketiga, yang bisa membaca hati orang lain, menemukan dirinya terjerat dalam cinta gelap dengan pembunuh bayaran yang identitasnya bisa mengguncang seluruh takhta.
Tiga hati perempuan muda… satu kerajaan di ambang kehancuran. Saat cinta berubah menjadi senjata, siapa yang akan bertahan, dan siapa yang akan hancur?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon `AzizahNur`, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 35 : Tidak Suka Semua Itu
Sebulan berjalan begitu cepat. Kelima orang itu berusaha keras untuk mengembalikan harapan tumbuh di desamu itu secara perlahan. Bukan hanya harapan untuk hidup, melainkan harapan untuk saling percaya, melindungi bahkan mengandalkan satu sama lain.
Yvaine dan Lysander bekerja sama untuk memeriksa daya tubuh mereka secara rutin setiap harinya. Lyanna dan Arion juga menyiapkan beberapa hidangan makanan sehat yang mereka buat sendiri di dapur bersama Elara dan beberapa orang yang masih sanggup untuk membantu mereka.
Setiap malam, mereka akan membuat api unggun besar di aula desa bersama semua orang yang duduk melingkari api. Semuanya saling berbincang. Bertukar pikiran, cerita, keluhan atau bahkan masalah di dalam di hati. Awalnya semua orang di desa hanya saling bertukar pandang.
Namun seiring berjalannya waktu, di mana tenaga mereka sedikit pulih...memiliki nafsu makan, berbicara atau sedikit tertawa membuat Yvaine dan Lysander saling tersenyum melihat perubahan itu.
Bahkan setelah semua orang sedikit pulih dan memiliki tenaga untuk berdiri dan berjalan, Yvaine dan Lysander selalu membuat setiap pekannya akan mengadakan acara seperti makan besar bersama yang diiringi oleh Lyanna yang memainkan alat musik, Yvaine yang bercerita banyak hal kepada semua dan Veyra yang menunjukkan beberapa tarian senjata dengan anggun.
Desa yang hening selama berbulan-bulan kini kembali ramai dengan penduduk. Setiap pagi, anak kecil akan berlarian di halaman desa sambil bermain balon busa yang di buatkan oleh Lyanna. Sebagian orang juga ada yang membajak sawah, mengumpulkan buah-buahan dan sayuran bersama Lysander dan Arion.
Sementara Yvaine suka mengajarkan beberapa hal sederhana kepada anak kecil, Lyanna yang suka membantu para wanita dalam memasak dan Veyra yang suka mengajarkan beberapa orang dalam membela diri.
Sampai dimana akhirnya...semua orang di desa Emberglade kembali pulih.
“Kalian sungguh ingin pergi sekarang?” ucap Elara dengan sedih.
Yvaine tersenyum tipis. “Maafkan kami, Elara...tapi kami harus pergi, melanjutkan perjalanan.”
“Kalian...sudah menetap lama di sini. Membantu banyak orang, bahkan mengembalikan hidup kami yang hilang.” Elara menunduk. “Apa...kalian datang kesini hanya untuk membantu?”
Lyanna melangkah maju. Dia mengelus lengan Elara. “Tidak, kami kesini karena kamu menginginkannya.”
“Elara...kami memiliki banyak urusan yang perlu kami lakukan, tapi kami berjanji...kami berkunjung sesekali ke tempat ini.”
Mata Elara berbinar saat dia mengangkat kepalanya. “Sungguh? Kalian akan berkunjung lagi?”
“Ya, kamu berjanji...” Lyanna tersenyum.
Lalu Elara menatap ketiga gadis di hadapannya. Senyumannya kembali menghilang hingga membuat alis Yvaine mengerut. “Ada apa Elara?”
“Sebelum kalian pergi... bisakah aku tahu nama kalian?” tanya Elara pelan.
Ketiga gadis itu terdiam sejenak. Mereka saling bertukar pandang. Selama sebulan semua orang memang tidak tahu siapa nama mereka, bahkan semua orang di desa hanya memanggil mereka dengan sebutan nona. Lysander yang menyadari hal itu melangkah maju untuk menegur Elara. Namun Yvaine langsung menghentikan langkahnya dengan meraih tangannya.
Veyra tertegun melihat itu, dalam batinnya. ‘Mereka...sudah berkontak fisik?’
Dia memalingkan wajahnya kearah lain. Bahkan tatapannya tanpa sadar melirik kearah Lyanna dan Arion yang berdiri begitu berdekatan tanpa jarak yang seharusnya ada diantara mereka. Lagi-lagi...rasa tidak nyaman itu kembali terlukis di hatinya.
Dia...tidak suka itu semua.
“kamu...bisa memanggil kami dengan julukan.” Yvaine menjawab.
Alis Lysander mengerut saat dia menoleh. “Nona, kau?”
“Kau bisa... memanggilku nona tertua.” Yvaine menunduk sedikit.
Lyanna berjalan menghampiri Yvaine dan tersenyum. “Kau juga bisa memanggilku...nona strategi.”
“Strategi?” Elara memiringkan kepalanya.
Yvaine melirik kearah Lyanna dengan aneh. “Julukanmu jelek sekali...”
“Aku...tuan tabib.” Sambung Lysander.
Arion melangkah maju. “panggil aku...tuan penjaga.”
Mata Elara melirik ke arah Veyra yang masih terdiam. Lyanna menarik jubah Veyra hingga gadis itu tersadar dari lamunannya sat tertarik oleh Lyanna. Matanya susah menatap tajam kakaknya.
“Berikan julukanmu padanya?” bisik Lyanna.
Veyra mengerut bingung. Lalu pandangannya tertuju ke arah Elara yang menunggunya. “Aku...nona pembunuh.”