Boss Idaman Hati

Tak ada yang bisa Rafkha sembunyikan dari mamanya, termasuk malam ini. Saat ia tiba dirumah, dua orang yang sangat mencintainya tengah menunggunya sambil bercengkerama di ruang TV. Demi menghindari mereka berdua, Rafkha rela berniat masuk dari pintu belakang yang terletak didekat taman samping rumah. Tapi sialnya pintu itu terkunci. Mau tak mau, ia harus masuk melalui pintu utama.

“Assalamualaikum,” ucapnya sambil berjalan cepat. untuk menghindari segudang pertanyaan dari mama-papanya perihal wajahnya yang sedikit terluka. Sudah pasti akan heboh, apalagi mamanya.

“Waalaikumsalam, eit... stop! Abang, sini dulu kamu!” titah sang mama, apalagi melihat gelagat aneh dari putranya itu.

Padahal, Rafkha sengaja mengulur waktu agar lebih lama tiba dirumah, berharap kedua orang tuanya sudah tidur atau setidaknya sudah beristirahat didalam kamar.

“Ada apa Ma? aku gerah banget mau mandi.” elaknya sambil terus berjalan.

“Sebentar aja, ya... semenjak udah punya pacar, eh maksudnya calon istri, kamu jadi jarang dirumah.” kali ini Papa yang berbicara.

Mau tak mau, Rafkha terpaksa menghampiri Rizka dan Panji. Dengan menekuk wajahnya dalam.

“Abang, kamu? kenapa itu?” Rizka tak pernah tidak panik jika hal-hal seperti ini terjadi, dan ini bukan pertama kalinya bagi Rafkha mengalami luka. Mungkin sudah kesekian kali dalam hidupnya.

Pertama saat SMP ia pernah mendapat luka memar di wajah saat latihan bela diri dan yang kedua saat SMA, sama hal nya dengan saat ini penyebabnya adalah berkelahi tapi tidak untuk meributkan soal perempuan.

Rafkha menghempaskan tubuhnya di atas sofa, bersandar mengadahkan kepalanya. Rasanya, cukup lelah hari ini. Tapi juga bahagia, kebahagiaannya sempurna saat calon papa mertuanya langsung memberikan restu.

“Biasalah Ma, laki-laki.” Rafkha menjawab dengan santainya. Sambil menyentuh halus bibirnya yang luka.

“Satu lawan satu Bang? Papa pikir, semakin bertambahnya usia kamu bisa nyelesaikan masalah dengan otak bukan otot,” seringai mengejek dari Papanya.

“Tapi ini nggak bisa diselesaikan dengan akal sehat Pa, ini menyangkut masa depan dan harga diri aku.”

Rizka menghela napas berat melihat kondisi Rafkha, “Ini udah diobatin?”

“Udah kok Ma.”

“Dira?”

“Iya Ma.”

“Cerita ke Mama Papa kenapa kamu bisa sampe begini?” titah sang Mama, sebenarnya Papa tak terlalu penasaran. Biarlah itu menjadi urusan pribadi Rafkha. Tapi tidak untuk Mama, segala hal yang dialami Rafkha ia wajib tahu. Saat ini Rizka berpindah duduk, tepat disamping Rafkha.

Dengan sangat terpaksa Rafkha menceritakan semuanya tanpa sisa, sebab mengapa ia sampai seperti ini. Ya mungkin untuk laki-laki seusianya agak sedikit konyol jika terlibat perkelahian. Tapi, semua ia lakukan demi Dira. Termasuk rencana pernikahan mereka yang dipercepat.

“Jadi, kamu keduluan sama si Vian itu?” yang dimaksud Panji disini adalah tentang ciuman pertama yang seharusnya Rafkha dapatkan, Panji tertawa melihat wajah putranya yang gusar.

“Ya, menurut Papa? pantas ‘kan aku marah.”

“Bagus kalau kamu punya pemikiran begitu, Papa juga setuju akad kalian dipercepat.”

“Mama juga.”

“Aku juga udah ngobrol Pa, sama Papanya Dira, dan beliau setuju.”

“Bagus kalau gitu, biar Mama bantu Dira nyiapin semuanya ya, ‘kan nggak mungkin dia sendirian.” Rizka pun terlihat begitu semangat, menyambut anggota baru yang akan hadir di tengah-tengah keluarga mereka.

“Makin sayang deh sama Mama.” celetuk Rafkha.

“Ada maunya baru bilang gitu.” Rizka reflek menyentil kening Rafkha dengan gemasnya.

“Sakit, Ma!” keluhnya sambil mengusap keningnya sendiri.

“Gitu bilang sakit, waktu berantem dapat pukulan, ngeluh sakit nggak?”

Rafkha memutar bola matanya jengah, oh sama saja ternyata nggak Dira ataupun Mamanya. Rafkha harus bersiap-siap untuk kedepannya, akan bertambah satu wanita yang akan selalu mengomelinya. Mulai hari ini, sejak kejadian tadi sudah terlihat bagaimana cerewetnya wanita yang akan menjadi istrinya beberapa hari kedepan.

🌸🌸🌸

Hari ini, Dira mulai mengajukan cuti dadakan selama dua hari. Satu-satunya orang di kantornya yang sudah mengetahui tentang semua yang ia alami adalah Fatya. Gadis itu terperangah mendengar cerita Dira yang bertubi-tubi. Hingga sampai pada bagaimana akhirnya ia harus menikah dengan Rafkha.

Berulang kali Fatya menggeleng tak percaya, mengapa takdir begitu baik pada sahabatnya itu. “Luar biasa Ra, luar biasa!! bentar lagi lo bakalan jadi Nyonya Rafkha? Omaigad, mendam cinta bertahun-tahun akhirnya terbalas, selamat ya??”

Dengan segala kehebohannya, Fatya kembali memeluk Dira yang tengah duduk disampingnya, mereka sedang makan siang di salah satu cafe yang berada disekitar kantor mereka.

“Makasih Fat, nggak nyangka do’a gue selama ini terjawab.” malu-malu Dira menjawab lalu menyeruput minumannya dengan sedotan.

“Serius, lo nyelipkan nama dia di setiap do’a?”

Dira mengangguk, “Nggak selalu sebut namanya, tapi tujuan do’a gue selalu ke dia, kadang gue merasa berdosa Fat, gue juga merasa nggak pantas penampilan gue masih begini, gue mau berubah Fatya, bantu gue.”

Semalaman Dira berpikir, ia ingin berubah. Merasa tak pantas lagi berpenampilan seperti sekarang jika nanti sudah menyandang status istri. Apalagi, mama mertuanya yang berpenampilan serba tertutup.

“Tunggu-tunggu, maksud lo... lo mau berhijab kayak gue gini?” Mata Fatya berbinar, meyakinkan bahwa dugaannya tidak salah, dengan senang hati apabila Dira benar-benar ingin merubah penampilannya. Fatya yang sudah lama berhijab, juga sering menyinggung Dira agar perlahan menutup aurat dari atas hingga ke bawah. Dan sekarang gadis itu tersadar dengan sendirinya.

“Iya, Fat... bantu gue ya harus mulai dari mana? di mulai saat akad nikah nanti gue mau berhijab, sampai seterusnya.”

pertanyaan Dira dibalas Fatya dengan tawa cekikian, “Ya mulai dari... belanja, belanja baju-baju yang tertutup lah, kerudung juga, ya ampun sahabat gue akhirnya,” dengan semangat Fatya memberi masukan, dan masih tak percaya ternyata Dira cepat tersadar.

“Ntar sore pulang dari kantor, kita tuntaskan rencana lo, okey?”

“Okey, thanks ya Fat.”

“Anything for you, sayang.”

Tak hanya Dira yang mengajukan cuti selama dua hari, begitu juga dengan Rafkha. Hari ini, ia harus menemui pemilik perusahaan tempat ia bekerja untuk meminta izin dadakan. Selama ditempatkan di perusahaan ini, ia belum pernah sekalipun izin. Dan tentunya akan memudahkan pasti langsung disetujui.

🌸🌸🌸

Happy weekend semuanya 🥰

Jangan lupa likenya ya 🥰