"Lebih baik, kau mati saja!"
Ucapan Bram membuat Cassandra membeku. Dia tidak menyangka sang suami dapat mengeluarkan pernyataan yang menyakiti hatinya. Memang kesalahannya memaksakan kehendak dalam perjodohan mereka hingga keduanya terjebak dalam pernikahan ini. Akan tetapi, dia pikir dapat meraih cinta Bramastya.
Namun, semua hanya khayalan dari Cassandra Bram tidak pernah menginginkannya, dia hanya menyukai Raina.
Hingga, keinginan Bram menjadi kenyataan. Cassandra mengalami kecelakaan hingga dinyatakan meninggal dunia.
"Tidak! Kalian bohong! Dia tidak mungkin mati!"
Apakah yang terjadi selanjutnya? Akankah Bram mendapatkan kesempatan kedua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Yune, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35. Epilog
Jakarta, Indonesia – Tiga Tahun Setelah Pembebasan
Udara dingin menyusup lewat celah jendela kamar sempit itu. Dindingnya lembap, sebagian mulai berjamur, dan tirai yang menggantung tampak usang. Di atas ranjang single yang hanya dilapisi selimut tipis, seorang perempuan duduk bersandar—tatapannya kosong, menggantung pada langit-langit yang retak.
Raina.
Bukan lagi Raina yang dulu angkuh, elegan, dan penuh percaya diri. Rambut panjangnya kini digerai sembarangan, kulitnya pucat, dan pipinya tirus karena makan tak teratur. Ia tinggal sendiri di rumah kecil peninggalan orang tuanya—yang kini sudah tiada.
Perempuan itu telah kehilangan kepercayaan dirinya semenjak keluarga Bram menjebloskannya ke penjara. Tidak ada yang menjenguknya sama sekali ketika dia terpuruk. Ayah dan Ibunya tidak mempedulikannya sama sekali.
Ayahnya meninggal dunia enam bulan setelah ia ditahan, akibat serangan jantung mendadak. Ibunya menyusul setahun kemudian, diduga depresi berat dan tak kuat menanggung malu atas perbuatan anak satu-satunya.
Raina tak menghadiri pemakaman mereka. Tak ada yang datang menjenguk, dan tak ada yang mau memberi kabar. Hidupnya kini benar-benar sepi. Bahkan, kandungannya tidak dapat dia pertahankan. Anak yang jelas dia tahu siapa ayahnya.
Ia bekerja sebagai kasir di sebuah toko kelontong kecil. Penghasilannya tak cukup untuk hidup layak, tapi ia sudah tidak peduli. Di malam hari, ia menghabiskan waktu menatap layar ponsel murahnya—mencoba mencari tahu kabar tentang Bram dan Cassie. Namun keduanya seakan menghilang dari dunia.
Tak ada berita. Tak ada jejak digital.
Raina meremas selimutnya. “Mereka sembunyi... atau sengaja menghilang agar aku tak bisa menemukan mereka?”
Pikiran itu terus mengusik. Dendam dalam dirinya belum padam, hanya terpendam dalam diam. Ia tak bisa menerima bahwa Cassie dan Bram bisa bahagia, sementara hidupnya runtuh. Ia kehilangan segalanya: cinta, kehormatan, keluarga... dan masa depan.
Tapi Raina belum menyerah.
"Kalau suatu hari mereka kembali... aku akan tahu."
"Aku akan membuat mereka merasakan luka yang kutanggung bertahun-tahun ini."
***
New York, AS – Tujuh Belas Tahun Kemudian
Di sudut kamar penuh cahaya, seorang gadis muda berdiri di depan cermin tinggi. Gaun satin warna hijau zaitun membalut tubuhnya yang semampai, rambut panjangnya tergerai dengan gelombang lembut, dan sepasang mata kecokelatan yang bersinar memandang pantulan dirinya dengan percaya diri.
Elira Nathania Nugroho.
Dia bukan lagi gadis kecil yang merengek ingin digendong ayahnya. Kini, Elira adalah seorang mahasiswi berprestasi di jurusan Antropologi dan Hubungan Internasional, Harvard University. Wajahnya sering muncul di seminar akademik dan forum budaya global. Tapi malam ini berbeda. Ia bukan pembicara, bukan peneliti muda—melainkan wanita yang akan membuat keputusan besar untuk hidupnya sendiri.
Cassie masuk ke kamar, memandangi putrinya dengan mata berkaca. Tidak ingin berpisah dari sang putri. Kehidupan mereka sudah aman di sini. Jauh dari seseorang yang mungkin sudah keluar lama dari hotel prodeo.
“Kamu... mirip sekali dengan Papa-mu waktu muda. Sorot matamu itu.”
Elira tersenyum dan memeluk ibunya. Wanita yang selalu menjadi panutannya selama ini.
“Ma, aku udah pikirkan ini baik-baik. Aku akan ke Indonesia. Mungkin tiga bulan, mungkin lebih.”
Cassie terdiam. “Apa kamu yakin?”
“Ya. Aku ingin mengenal tempat kelahiranmu. Rumahmu. Aku ingin menulis riset tentang identitas dan memori keluarga. Mungkin, kalau takdir mengizinkan, aku ingin bertemu dengan seseorang dari masa lalu kalian.”
Cassie menarik napas pelan. “Kamu tidak akan menemukan semuanya menyenangkan, sayang. Tidak semua cerita dari masa lalu itu indah. Aku tidak berharap kamu menemukan apa pun."
“Aku tahu.” Elira menatap mata ibunya. “Tapi masa lalu itu tetap bagian dari kita. Aku tidak ingin menulis hidupku dengan mengabaikan halaman pertama.”
Esok paginya, Bram mencium kening putrinya sebelum berangkat ke Indonesia. Mereka sudah membicarakan ini semua, Elira pun akan dijaga oleh keluarga mereka yang ada di Indonesia.
“Berhati-hatilah. Apa pun yang terjadi, tolong beritahukan pada kamu."
Elira menggenggam tangan ayahnya sejenak. “Aku akan baik-baik saja. Aku akan ceritakan semua pada Ayah.”
Pesawat itu pun lepas landas, meninggalkan langit New York yang biru terang menuju Timur—menuju tanah kelahiran yang penuh cerita.
"Aku berharap wanita itu tidak mengganggu ketenangan hidup kita lagi," ucap Cassie.
"Tentu saja, Sayang. Dia tidak akan pernah mengganggu kita," balas Bram menggenggam tangan Cassie.
***
Jakarta, Indonesia
Raina membuka pintu rumahnya pelan saat mendengar suara langkah kaki melintasi gang kecil di depan rumah. Ia menoleh, tapi tak ada siapa-siapa. Hanya angin sore dan bayang pohon di tembok.
Tapi dadanya berdebar aneh.
Entah mengapa sore itu terasa berbeda. Seperti ada getaran tak kasat mata yang perlahan menarik takdir mendekat—seperti debur ombak sebelum badai.
Di ujung jalan yang sama...
Sebuah mobil hitam berhenti perlahan. Elira turun, mengenakan blouse putih dan celana panjang krem. Ia menatap gang sempit di hadapannya, lalu memandangi map kecil berisi alamat yang ia cari—alamat rumah yang sudah lusuh fotonya, namun menyimpan misteri yang akan dia pecahkan.
Ia melangkah dengan hati-hati.
"Wellcome, home!"
*** TAMAT ***
Terima kasih telah mengikuti kisah Bram dan Cassie. Terima kasih untuk dukungan kalian selama ini. Untuk misteri yang belum terungkap akan aku jelaskan di novel berikutnya ya.
misteri??????
Apakah Raina akan melampiaskan balas dendamnya pada Elira? 🤔🤔🤔
Semoga mommy dan baby nya sehat selalu 🤲🙏❤️