Dia terjerat dalam sebatas ingatan dimana sebuah rantai membelenggunya, perlakuan manis yang perlahan menjeratnya semakin dalam dan menyiksa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lepaskan Aku
Seluruh tubuh Valeri terasa nyeri, bayangan saat dia terguling ke jurang terngiang, suara gonggongan anjing bahkan masih berdengung di telinganya. Tubuhnya seolah remuk redam, Valeri bahkan tak bisa merasakan kakinya seolah mati rasa.
Bibir Valeri bergumam, melihat cahaya lampu di depannya. Mata buramnya melihat perawat sibuk, juga beberapa pria berseragam dokter menanganginya.
"Kami akan memberikan anastesi Nona. Kau akan tertidur dalam hitungan habis, 5, 4, 3, 2, 1." Setelah itu Valeri memejamkan matanya, dan tak tahu apa yang terjadi. Hingga matanya kembali terbuka, dan melihat samar sekitarnya, mungkin karena efek obat biusnya masih ada mata Valeri terasa buram. Namun dia bisa mendengar apa yang dokter bicarakan dengan Mario yang duduk dengan tenang di kursi dengan menatapnya.
"Lakukan sekarang," ucap Mario dengan tegas.
"Tapi, Tuan. Kondisi tubuh Nona belum stabil. Kita harus memastikan kondisi Nona baik- baik saja agar tubuhnya bisa menerima."
"Lakukan bersamaan. Satu lagi, aku juga tak ingin ada bekas luka di tubuhnya. Bersihkan semuanya!"
"Tapi, anda sudah mempertimbangkan ini bukan? Penghapusan ingatan ini memiliki efek samping yang buruk."
Mata Valeri mengerjap berat, suara di otaknya berteriak untuk berlari sebelum niat Mario terlaksana. Namun tubuhnya justru tak bisa bergerak. Hingga dia kembali menutup matanya tak sadarkan diri.
.....
Mata Valeri terbuka, lalu dengan pelan dia meneliti sekitar. Ini di kamarnya. Dan dia berada di saat ini, saat terakhir kali dia tak sadarkan diri saat Mario menemukannya.
"Kau pantas mendapatkannya."
Dan Valeri hanya bisa menghela nafasnya saat mengingat apa yang baru saja terjadi. Air matanya menetes saat mengingat tatapan tajam dan penuh kebencian Mario padanya. Kenyataan jika mimpi- mimpinya adalah kenyataan, dan perasaan yang tumbuh terhadap Mario melukainya sangat dalam.
Pria itu sengaja menghapus ingatannya, untuk mempermainkannya?
Valeri menurunkan kakinya ke lantai yang dingin tanpa menggunakan alas, dia melangkah keluar dari kamar. Melangkah perlahan hingga dia berhenti saat mendengar suara- suara yang menjijikan dan jeritan nakal dari seorang wanita. Tangan Valeri mendorong pintu untuk melihat apa yang sedang terjadi di dalam sana. Valeri tahu itu suara apa. Tapi rasa penasaran siapa di dalam sana membuat Valeri membuka pintu.
Mata Valeri membelalak dengan tubuh yang tertegun saat melihat punggung yang sangat dia kenal tengah mencumbu seorang wanita. Mario.
Pria itu tengah asik mencumbu wanita di depannya dan membuat si wanita terus mendesah karenanya. Valeri bergerak mundur lalu dengan segera berlari kembali ke kamarnya dan menutup pintu dengan keras.
Tiba di kamarnya Valeri menangis dengan menepuk dadanya keras. Rasa sakit saat melihat Mario bercumbu dengan wanita lain membuat Valeri merasa sesak.
Valeri terus menangis saat menyadari jika dia jatuh cinta pada pria itu terlalu dalam sampai merasakan sakit.
....
Mario mendorong wanita di depannya yang langsung terdiam saat Mario berhenti.
"Kenapa berhenti, Honey?" pakaiannya sudah berantakan hanya saja belum terbuka sepenuhnya.
Mario mengusap kasar bibirnya lalu mendorong wanita di depannya. "Pergilah!"
"Tapi-"
"Pergi!" tatapan tajam Mario membuat si wanita lari terbirit-birit keluar dari kamar pria itu.
Mario melepas dasinya yang sejak tadi masih terpasang rapi, lalu keluar untuk berjalan ke arah kamar Valeri.
Valeri duduk di atas ranjang saat Mario membuka pintu dan masuk. "Sudah puas tidur, Nona," ucap Mario dengan melepas kancing di tangannya lalu menggulungnya hingga ke bawah siku.
"Sudah tiga tahun. Kapan kau akan melepaskan aku?" Valeri mengusap kasar air matanya.
Mario menyeringai lalu berjalan mendekat. "Bermimpilah. Kau akan tetap disini bersamaku."
"Kau gila, Mario. Kau menyiksaku tanpa perasaan menghilangkan ingatanku, apa itu belum cukup?"
Mario mengulurkan tangannya hendak meraih dagu Valeri, namun gadis itu memalingkan wajahnya.
Mario semakin menarik sudut bibirnya, lalu mencengkram dagunya dengan paksa. "Jadi? Kau ingat semuanya?"
Valeri menatap tajam. "Kau pikir Tuhan akan membiarkan kau terus menang?"
Mario tertawa. Tawa yang mengerikan mambuat Valeri mengerutkan kening dengan perasaan takut. Namun dia tak ingin menunjukkannya di depan Mario. Jadi Valeri menahannya dengan menatap pria itu tajam.
"Jika Tuhan sungguh peduli padamu, dia tidak akan membiarkanmu terkurung bersamaku tiga tahun ini, bukan?" Valeri diam.
"Baguslah, jika kau sudah ingat." Mario menggerakkan tangannya menelusuri rahang Valeri membuat gadis itu semakin mendongak menatapnya, lalu mendaratkan ciuman di bibir Valeri.
Tak peduli Valeri berontak, cengkraman Mario membuat Valeri tak bisa melepaskan diri, hingga Valeri menggigit bibir Mario dengan keras.
"Kau benar-benar ingat."
Bukannya marah Mario justru menyeringai dan kembali mencium Valeri dengan tangan yang semakin kuat mendorong dan mencengkram tengkuk Valeri.
Tak peduli seberapa kerasnya Valeri berontak Mario tidak melepaskannya. Pria itu terus menciumnya dengan kasar dan dalam. Menjelajahi isi mulutnya dengan lidah, menerobos mengabsen giginya dan melumat bibirnya hingga air liur menetes di dagu mereka.
Valeri berusaha keras mendorong dada Mario, namun pria itu bergeming dan tak melepaskannya, hingga Valeri menyerah dan diam barulah gerakan Mario melembut dan pria itu melepaskannya.
"Bagaimana rasanya? Setelah beberapa saat kau menerimaku dengan senang hati, kini kau menolakku lagi?" Valeri menajamkan tatapannya dan menatap dengan begis.
"Lihatlah, aku bahkan masih ingat tatapan penuh cintamu itu."
"Kau menjijikan!" desis Valeri.
"Tapi kau mencintai pria menjijikan ini." Valeri diam. "Aku benar, bukan?"
"Ingat perkataanmu?" Mario menatap tajam kebawahnya dimana Valeri duduk sementara dia berdiri dengan angkuh, menunjukan posisinya yang tidak akan rela di rendahkan. "Kau tak pantas. Kau hanya akan hidup sendiri. Tanpa cinta. Tanpa wanita yang mencintaimu!" Mario melangkan mundur satu langkah yang membuat Valeri menyadari jika itu perkataannya. Pria itu menunjuk cermin dimana dia berdiri dengan menatap Valeri. "Tapi lihatlah. Kau yang mencintai pria kejam itu."
Valeri tertegun dengan mata yang menatap Mario yang menatapnya juga di balik cermin yang berdiri di depan mereka.
Suasana hening sesat sebelum Valeri bersuara sangat lirih.
"Kau benar. Ya, aku mencintaimu. Apa itu cukup? Jika itu yang ingin kamu buktikan. Ya, aku kalah. Aku benar-benar mencintaimu." Kali ini Mario yang terdiam. Mata mereka masih saling menatap pada cermin yang menjadi bayangan mereka. "Bisakah kau lepaskan aku sekarang?" tangan Mario di balik saku mengepal erat, lalu menoleh pada Valeri yang masih menatapnya.
"Tidak." hanya itu yang Mario ucapkan sebelum pergi keluar dari kamarnya, menyisakan Valeri yang kembali menangis tergugu.