NovelToon NovelToon
DI UJUNG DOA DAN SALIB : RENDIFA

DI UJUNG DOA DAN SALIB : RENDIFA

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Cinta pada Pandangan Pertama / Keluarga / Romansa / Office Romance
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Marsshella

“Sakitnya masih kerasa?”
“Sedikit. Tapi bisa ditahan.”
“Kalau kamu bilang ‘bisa ditahan’ sambil geser duduk tiga kali … itu artinya nggak bisa, Dhifa.”
“Kamu terlalu kasar tadi pagi,” batin Nadhifa.
***
Renzo Alverio dan Nadhifa Azzahra saling mencintai, tapi cinta mereka dibatasi banyak hal.
Renzo, CMO Alvera Corp yang setia pada gereja.
Nadhifa, CFO yang selalu membawa sajadah dan mukena ke mushola kantornya.
Hubungan mereka tak hanya ditolak karena beda keyakinan, tapi juga karena Nadhifa adalah anak simpanan kakek Renzo.
Nadhifa meski merasa itu salah, dia sangat menginginkan Renzo meski selalu berdoa agar dijauhkan dari pria itu jika bukan jodohnya
Sampai akhirnya suatu hari Renzo mualaf.
Apakah ada jalan agar mereka bisa bersatu?
*
*
*
SEKUEL BILLIORAIRE’S DEAL : ALUNALA, BISA DIBACA TERPISAH

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marsshella, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

34. AYAH IDAMAN

03.00 a.m

Renzo baru saja memejamkan mata ketika suara pintu terbuka. Lembut, tapi cukup membuatnya sadar.

“Yuda haus tadi,” gumam Nadhifa sambil menutup pintu.

Renzo hanya mengangguk kecil dalam gelap, lalu kembali diam. Tapi suara langkah Nadhifa tidak kembali ke sisi kasur. Ia justru naik—pelan—melewati tubuh Renzo. Duduk di atas perutnya.

Tubuh Nadhifa hangat. Renzo bisa mencium aroma khas rambutnya. “Nggak ngantuk?” tanyanya pelan.

Nadhifa tidak menjawab. Sebaliknya, tangannya menyentuh rahang Renzo, mengusap lembut seolah ingin membaca isi pikirannya dari sorot mata. Lalu ia membungkuk. Dahi mereka bersentuhan, napas saling menyatu.

Renzo menatap matanya—mata yang dulu pertama kali ia lihat di kantor divisi pemasaran, dan kini berada di depannya, menguasai dunia kecil ini.

“Mas capek?” tanya Nadhifa.

Renzo menggeleng, tak ingin momen ini berhenti hanya karena kata capek. Karena sesungguhnya, capek itu hilang saat dia menyentuhnya seperti ini.

Tangan Nadhifa berpindah ke pundak Renzo, mengunci posisi. Dia bergerak perlahan. Hangat. Nyaman. Rasanya seperti tenggelam dalam pelukan.

Renzo menutup mata bukan karena gairah semata, tapi karena rasa memiliki, rasa disayangi, rasa dicintai tanpa syarat.

Nadhifa melumat bibir Renzo. Lembut, tidak tergesa, seolah waktu ikut membeku untuk mereka. “Mas suka kaya gini?” bisiknya di antara ciuman.

Renzo tidak menjawab. Ia hanya membiarkan tangannya naik ke punggung Nadhifa, menarik tubuhnya lebih dekat.

Dalam diam, mereka menyatu. Tak perlu banyak kata, tak perlu suara keras. Hanya nafas. Hanya sentuhan.

Dan ketika tubuh Nadhifa gemetar di atas tubuhnya, Renzo tahu ia tidak sekadar memeluknya. Tapi menaruh seluruh jiwanya di dadanya.

...***...

Pagi punya caranya sendiri menyiksa seorang lelaki yang sedang jatuh cinta.

Matahari belum sepenuhnya menembus kamar itu. Tirai masih bergeming, udara terasa tenang. Renzo sudah lebih dulu terjaga bukan karena suara, tapi karena kehadiran Nadhifa.

Istrinya itu masih terlelap di pelukannya. Hangatnya menempel pada kulit Renzo. Lehernya bersandar di dada, kakinya melingkari kaki Renzo seolah tubuhnya menemukan rumah.

Tangannya masih menyampul punggungnya di balik selimut. Kain tipis itu satu-satunya yang menahan pikirannya agar tidak berlarian ke mana-mana pagi ini. Ia tahu, di bawah sana tak ada apa pun yang memisahkan Nadhifa dari dunia.

Renzo menunduk, menatap wajah yang tenang itu. Mata terpejam, bibir sedikit terbuka, nafas hangat menyentuh kulitnya. Ia ingin menyentuhnya bukan hanya dengan jemari, tetapi juga dengan pikirannya. Bayangan semalam masih melekat kuat. Cara Nadhifa bicara, cara menatap, cara memintanya diam tapi tangannya justru mengajak bicara.

Pagi itu Renzo merasa kalah oleh kenangan yang terlalu nyata untuk disebut mimpi. Jantungnya berdetak kencang meski ia tidak sedang berlari. Mungkin karena tubuh Nadhifa yang pas sekali di dadanya. Mungkin karena fakta bahwa perempuan yang paling dicintainya sedang tidur sepenuhnya dalam pelukannya, tanpa pelindung apa pun selain kepercayaannya.

“Aku nggak mimpi, ‘kan?” gumam Renzo.

Nadhifa menggeliat sedikit, kakinya menekan kaki Renzo lembut. Tangannya memeluk lebih erat. Renzo membeku, bahkan nafasnya tertahan. Astaga, apa ia lelaki paling berdosa jika pagi ini hanya ingin waktu berhenti?

Agar ia bisa menatapnya lebih lama. Agar dunia lupa ia punya kewajiban lain selain memuja perempuan itu.

Tuhan...

Kalau ini surga, jangan cabut dulu.

Kalau ini ujian, jangan cepat-cepat luluskan ia.

Renzo masih ingin di sini. Bersama Nadhifa. Bersama perempuan yang, bahkan saat tidur, sanggup membuatnya kehilangan nalar.

Pagi itu Nadhifa terbangun dengan perasaan hangat. 

Hal pertama yang ia rasakan adalah berat yang lembut menahan tubuhnya.

Hal kedua adalah degup yang teratur, terlalu teratur untuk disebut miliknya sendiri. 

Nadhifa membuka mata perlahan. Masih setengah sadar, masih setengah mimpi. Tapi begitu menyadari betapa dekat wajah Renzo dan betapa lengannya menyilang di dada pria itu, kesadarannya langsung pulih—setengah panik.

Oh Tuhan. Selimut ini terasa tipis sekali pagi ini. Dan tubuhnya terlalu lengket pada tubuh Renzo. Ia bahkan tidak perlu membuka selimut untuk tahu bahwa mereka berdua benar-benar saling bersandar pada kejujuran kulit.

Ia menunduk, melihat posisinya yang nyaris menindih Renzo. Kaki melingkar, tangan menyelusup di bawah tubuhnya, dan wajahnya tepat di atas dada Renzo yang pelan-pelan naik-turun karena nafas.

Apakah Renzo sudah bangun? 

Apa dia sadar Nadhifa sedang malu setengah mati?

“Mas …,” bisiknya pelan, tapi tidak ada jawaban. 

Tangan Renzo masih melingkar di pinggangnya, seolah ia adalah bantal yang tak boleh dicuri siapa pun.

Nadhifa menggigit bibir bawahnya, masih terlalu syok untuk bergerak. Masih terlalu kagum, karena wajah Renzo sedamai itu. 

Bagaimana mungkin pria yang bisa begitu liar di malam hari terlihat selembut bayi saat tertidur?

“Nadhifa…”

Deg.

Suara itu berat, parau, masih serak karena baru bangun. Nada itu tahu persis ia sedang malu.

“Kenapa diam?” bisik Renzo lagi, jemarinya mengusap bahu Nadhifa.

Nadhifa menahan nafas. Otaknya langsung meledak dengan semua adegan semalam. “Aku … lagi berpikir,” ucapnya sekenanya.

“Berpikir?” Renzo tertawa kecil. Suara itu bergetar di dadanya, dan Nadhifa bisa merasakannya karena kepalanya masih di sana.

“Berpikir kenapa kamu bisa bangun di atas aku, atau berpikir kenapa kamu belum turun sampai sekarang?”

Astaga. Ia langsung mengangkat wajah, menatapnya dengan mata menyipit. “Jangan mulai.”

“Mulai apa?” Renzo menatapnya dengan senyum polos yang jelas-jelas penuh dosa.

“Maksudku cuma … kamu cocok jadi selimut aku. Lembut, hangat, dan nggak bisa lepas meski sudah pagi.”

Nadhifa memukul dada Renzo pelan. Pria itu malah tertawa puas, lalu menariknya lebih dekat lagi. Ia menyerah, menenggelamkan wajahnya di leher Renzo, membiarkan nafasnya menyatu dengan kulit pria itu yang masih hangat.

“Nadhifa,” bisik Renzo lembut. “Malam tadi siapa ya … yang bisik-bisik minta—”

Tangan Nadhifa cepat-cepat memelintir lengannya sebelum ia sempat menyelesaikan kalimatnya. “Mas Renzo!” serunya, rengekannya pecah lebih cepat dari detak jantungnya sendiri.

Renzo tertawa. Kuat. Lantang. Nyaris jahat. Tapi bukan tawa menghina, lebih seperti pria yang menang karena tahu kelemahannya.

“Kenapa?”

“Aku cuma nanya, siapa ya yang malam tadi semangat banget narik-narik aku, sampai selimut jatuh segala?”

“Mas, jangan mulai…” Nadhifa menutup wajahnya dengan tangan.

Tapi Renzo malah memindahkannya, lalu mengecup telapak tangannya singkat.

“Oh … bukan kamu, ya?” Nada suaranya makin iseng. “Mungkin aku salah. Soalnya istriku yang sekarang ini, mukanya merah banget, kayak … bukan yang semalam.”

“Aku ngantuk,” elaknya. Ia mencoba menunduk lagi, tapi Renzo menahannya. Mata mereka saling bertemu.

“Ngantuk katanya …,” bisik Renzo, “Padahal tadi malam semangat banget bilang, ‘lagi, lagi…’”

Nadhifa langsung menutup mulut Renzo dengan telapak tangannya. “BERHENTI!” rengeknya.

Renzo menariknya makin dekat, memeluknya dengan kedua tangan seperti memeluk boneka.

“Lucu ya,” bisiknya tepat di telinga Nadhifa, “Istriku ini malam hari bisa gigit bibir sendiri saking tahan napasnya, tapi pagi hari … dia kayak kucing kehujanan.”

Nadhifa mendengus pelan, tapi tak bisa menahan senyumnya. Meski Renzo menyebalkan, dia tahu persis bagaimana membuatnya menyerah tanpa benar-benar kalah.

“Aku benci kamu,” gumamnya.

Renzo mengangguk seolah mengerti. “Ya, ya. Tapi semalam bilang ‘jangan tinggalin aku’,” jawabnya cepat.

“Mas!” serunya lagi, kali ini benar-benar menenggelamkan wajah ke bantal. Pasrah jadi bahan olok-olok paling manja dari suami paling menjengkelkan sejagad.

...***...

Pagi hari di meja makan apartemen. Hari libur…

Katanya hari untuk santai. Tapi bagi Yuda, hari libur berarti disandera… disandera keluarga.

Ia duduk di meja makan dengan ekspresi seperti habis dipaksa ikut rapat RT. Di depannya, Renzo dan Nadhifa duduk berdampingan, menikmati roti lapis mereka seolah semalam tidak ada suara ‘jangan keras-keras, Yudanya masih bangun’.

Yang jelas, Yuda bangun. Dan trauma.

Ia mengunyah sandwich malas-malasan. Roti isi telur mayo dan daun selada yang terlalu sehat untuk hati pemuda yang luka.

“Kamu nggak main, Yud,” kata Nadhifa lembut.

“Main sama siapa?” gumam Yuda sambil menatap roti.

Bara sudah dijemput pacarnya.

Teman panti? Lagi pada kerja paruh waktu.

Teman kampus? Sibuk magang atau healing ke gunung demi konten.

“Kerja paruh waktu aja deh,” cetus Yuda.

Dan seperti suara petir turun dari langit, Renzo langsung menjawab, “nggak.”

Yuda mendongak. Ayahnya masih fokus mengaduk kopi.

“Ayah udah kerja keras buat kamu. Kamu tinggal kuliah dan hidup baik-baik. Nggak usah sok-sokan nyari duit.”

“Bener,” timpal Nadhifa. “Fokus kuliah aja dulu. Nanti kalau waktunya pas, boleh.”

Ya sudah. Nurut. Lagi pula kalau protes, ujung-ujungnya panjang. Yuda baru mau mengunyah roti lagi saat ponsel bergetar.

Sasha Aditya: Morning, Kak ✨ Kak Yuda udah bangun? Jangan kebanyakan rebahan, nanti kasurnya baper loh ditinggal Kakak

Yuda mengunyah lebih pelan karena menahan tawa.

Yuda Pratama: Nggak usah panggil Kak. Kita seangkatan kan?

Sasha Aditya: Karena kamu calon abangku. Abang peraih hati Sasha ❤️

Sandwichnya masih separuh. Tapi senyumnya sudah penuh. “Aduh. Ini … cewek gombal jenis baru.”

“Yuda, senyum-senyum sendiri, kenapa?” tanya Nadhifa melengking halus.

Sial. Terlalu terbuka. Yuda langsung jawab tanpa mikir, “ini … ada temen curhat. Baru liat payung penjual es krim kabur ditiup angin di pantai. Katanya dramatis banget.” Alasan itu lagi.

Renzo hanya melirik. Nadhifa diam sesaat lalu lanjut makan.

Yuda kembali ke ponsel. Dan tanpa sadar ia mengetik lagi.

Yuda Pratama: Kamu selalu gombal gitu ke semua orang?

Entah kenapa, menunggu balasan Sasha sekarang lebih seru daripada menunggu hari Senin tanpa tugas. Sandwichnya tiba-tiba terasa lebih enak. Hari libur masih panjang. Tapi sepertinya tidak akan sepi-sepi amat.

Sasha Aditya: Kita udah jadian kan, Yud?

Yuda Pratama: Terus di pantai itu apaan kalo bukan jadian?

Sasha Aditya: Iya ya. Lo gue aja udah jadi aku kamu 🤭

1
Esti Purwanti Sajidin
syemangat kaka,sdh aq vote👍
Marsshella: Makasi semangatnya Kaka, makasi udah mampir ya. Selamat datang di kisah Renzo dan Nadhifa 🥰
total 1 replies
kalea rizuky
najis bgt tau mual q thor/Puke/ kok bs alarik suka ma cwok pdhl dia bersistri apakah dia lavender marrige
Marsshella: di Alunala Alaric dia udah tobat kok dan punya anak kesayangan. Ini giliran ceritanya si Renzo 😭😭😭😭😭
total 1 replies
kalea rizuky
njirr kayak g ada perempuan aja lubang ta.... *** di sukain jijik bgt
kalea rizuky
gay kah
Wina Yuliani
tah ge ing ketahuan jg brp umur.mu nak
Marsshella: dah jadi pria matang ya 😭
total 1 replies
Wina Yuliani
emangnya mereeka beda berapa tahun ya thor?
Marsshella: seumuran mereka 😄. Kakeknya Renzo tuh punya simpanan muda dan itu Nadhifa anaknya Kakek Renzo ... ikutin terus ceritanya, ya, ada plot twist besar-besaran 🥰
total 1 replies
Wina Yuliani
ternyata ada kisah cinta terlarang yg nambahin kerumitan hidup nih
Marsshella: ada plot twist ntar 🔥
total 1 replies
Wina Yuliani
baru baca tapi udah seru, keren
Marsshella: Welcome to kisah Renzo dan Nadhifa, Kak. Ikutin terus ceritanya ya 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!