Bagi orang lain, aku adalah Prayasti Mandagiri Bhirawa.
Tapi bagimu, aku tetaplah Karmala Bening Kalbu.
Aku akan selalu menjadi karma dari perbuatanmu di masa lalu.
Darah yang mengalir di nadi ini, tidak akan mencemari bening kalbuku untuk selalu berpihak pada kebenaran.
Kesalahan tetaplah kesalahan ... bagaimanapun kau memohon padaku, bersiaplah hadapi hukumanmu!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ➖ D H❗V ➖, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. SHAKIRA
Harold putus asa, setelah melihat sebuah kiriman video yang berisi rekaman tentang peristiwa baku tembak yang terjadi di villa milik klan Garcia. Di dalam video itu, juga terlihat semua anak buahnya tewas tak tersisa.
Tanpa Harold tahu, bahwa Gilbert pimpinan anak buahnya dalam penyerangan itu, sampai sekarang masih hidup dan harus menjalankan skenario balasan dari klan Garcia.
Melalui Gilbert, Prado berhasil mendapatkan informasi lengkap tentang Harold, tentang hobby, tempat-tempat yang sering dikunjungi, makanan favorit, dan lainnya. Dan semua itu sangat berguna untuk melancarkan aksi Prado berikutnya.
"Kenapa usahaku untuk memiliki Prada selalu gagal? Kenapa aku selalu kalah dengan Anthony?" kedua pertanyaan itu terus berputar-putar di kepalanya.
Prang ...
Harold melemparkan semua benda yang ada di atas meja, lalu menendang dengan kakinya.
"Ivy, maafkan aku. Sampai sekarang aku tidak bisa membalaskan dendam atas kematianmu," gumamnya sambil memeluk foto Ivy.
Harold keluar dari ruang kerjanya, berjalan gontai memasuki ruang tidur.
"Sepertinya aku harus tidur sejenak," perkataan ambigu yang diucapkannya. Tidur dalam artian menghentikan usahanya untuk mendapatkan Prada atau tidur yang sesungguhnya saat ini?
Pikirannya yang menerawang, membuatnya tidak bisa memejamkan mata sama sekali.
Harold bangkit, berjalan memasuki toilet, melihat pantulan dirinya di dalam cermin di atas wastafel ... tampak mengenaskan. Di usianya yang hampir memasuki kepala enam, hidupnya sungguh tidak beruntung. Kehilangan kekasih dan sampai sekarang masih melajang karena masih berharap bisa memperistri Prada.
Harold membasahi wajah dan rambutnya, keluar dari toilet menuju walk in closet di sebelah kiri ruangan itu. Dipilihnya pakaian yang meskipun tampak sederhana, tapi berkelas.
Harold memutuskan untuk pergi menghibur dirinya sendiri dengan minum dan mendengarkan musik. Clara Monte Bar & Lounge menjadi tujuannya saat ini. Harold tidak membuat janji dengan siapapun, karena ingin menikmati kesendiriannya.
Setelah minuman di gelas ke empat diteguknya, Harold mulai merasakan kepalanya yang berat. Padahal Harold sudah berniat untuk tidak mabuk malam ini. Hanya menikmati suasana lounge dengan live music, untuk mengusir penat. Harold meletakkan punggungnya di sandaran di sofa, kepalanya mendongak ke atas dengan mata terpejam.
So, before you go
Was there something I could've said
To make your heart beat better?
If only I'd have known you had a storm to weather
So, before you go
Was there something I could've said
To make it all stop hurting?
Harold bangun dari sandaran sofa, ketika telinganya menangkap sebuah lagu yang sangat cocok untuk menggambarkan suasana hatinya saat ini. Suara merdu dari seorang wanita berwajah asia, yang menyanyikan lagu itu dengan sepenuh hati. Terlihat dari ekspresi wajahnya bahwa wanita itu sangat mendalami dan menjiwai lirik lagu yang sedang dinyanyikannya.
"Siapa dia? Aku belum pernah melihatnya," gumamnya pelan. Harold masih focus mengamati gerak-gerik wanita itu.
Memang beberapa waktu belakangan, Harold tidak lagi menyambangi lounge itu. Karena hatinya sudah terlanjur senang, harapan untuk mendapatkan Prada terbuka kembali.
"Apakah dia penyanyi baru di sini?" pikirnya.
Tapi ternyata tebakannya salah, ketika wanita itu turun dari panggung dan menuju ke sebuah sitting area yang ada di sudut lounge. Wanita itu mendapatkan applause dari teman-temannya.
"Keren kamu Shakira, aku sungguh salut" seorang lelaki berdiri dari sofa, menyambut dan memeluk wanita itu.
Dan anehnya Harold tidak senang melihat pemandangan itu. Harold masih mengamati interaksi antara wanita itu dengan teman-temannya. Wanita yang berhasil mencuri perhatian Harold dalam sekejap. Apakah Harold sudah move on dari Prada? Atau hanya karena kepalanya yang berat membuatnya tertarik melihat wanita itu? Malam itu Harold pulang dengan perasaan yang entah.
*
Pagi harinya, Harold bangun dengan kepala yang sedikit berdenyut. Tapi perasaannya berubah menjadi senang ketika teringat wajah dan suara merdu wanita yang menyanyi di lounge semalam.
Harold berniat segera menyelesaikan urusan di perusahannya hari ini. Dan berencana menyambangi lounge itu lagi malam ini. Dia akan mencari tahu, siapa wanita yang telah membuatnya tertarik setelah puluhan tahun gagal move on dari Prada.
Kebetulan client yang seharusnya ditemuinya sore itu, memundurkan jadwal meeting mereka. Dan di sinilah Harold sekarang, di sebuah lounge bersama dengan clientnya. Satu jam berlalu, meeting pun berakhir dan mereka sepakat untuk mengadakan meeting lanjutan setelah clientnya merevisi proposal kerja sama itu.
"Anda akan tetap tinggal?" tanya clientnya membaca gelagat Harold yang tetap duduk santai di sofa.
"Iya, saya ada janji dengan seorang teman" sahut Harold berbohong. Harold yang biasanya tenang, kali ini celingukan seperti sedang mencari seseorang.
"Baiklah ... saya duluan, selamat menikmati waktu Anda." si client menguluran tangan pada Harold untuk berpamitan.
Setelah menjabat tangan clientnya, pandangan Harold kembali focus mencari wanita itu. Tapi sayangnya, Harold tidak menemukan wanita itu di mana pun.
Tiga hari berturut-turut Harold datang ke Clara Monte Bar & Lounge, hanya untuk memenuhi rasa penasarannya. Hari ke empat, Harold kembali datang. Seharusnya dia bisa bertemu dengan wanita itu, tapi kali ini Harold datang terlambat.
Harold yang tergesa-gesa berjalan dengan cepat, tanpa melihat situasi di sekitarnya. Ketika memasuki lounge itu, Harold menabrak seseorang yang akan keluar dari sana. Bahu kanan wanita itu mengenai lengan kanan Harold. Wanita itu hampir terjatuh, tapi dengan sigap Harold menangkapnya.
Harold terpesona dengan wanita yang ada di pelukannya. Wanita yang tengah mendongak dengan wajah sendu, mulutnya setengah terbuka karena terkejut, bibirnya yang merekah dan tatapan matanya yang indah. Ekspresi dan tatapan lembut wanita itu mengingatkannya pada seseorang.
"Apa aku sudah gila, kenapa ekspresi dan tatapan mata wanita ini mirip dengan Ivy ku?" Harold bingung dengan pemikirannya sendiri. Padahal dari segi fisik sudah jelas, bahwa mereka adalah wanita yang berbeda.
"Maaf ... A ... Aku sedang tergesa dan tidak melihatmu berjalan ke arahku," Harold menjadi gugup, seperti sedang bermimpi karena wanita yang dicarinya selama tiga hari itu, sekarang berada di pelukannya.
"Baiklah ... tapi, bisakah Anda melepaskan saya?"
Harold yang terpesona sampai lupa dengan posisi intim mereka saat itu, yang terlihat seperti sepasang kekasih.
"Maaf," Harold yang merasa malu luar biasa, segera melepaskan lengan kirinya yang masih memeluk erat pinggang wanita itu.
Wanita itu segera membalikkan badan dan bermaksud meninggalkan lounge itu.
"Nona, saya ingin mentraktir Anda malam ini. Anggap saja sebagai permintaan maaf saya." Harold menghadangnya di depan pintu.
"Maaf Tuan, tapi saya harus segera pulang."
"Baiklah, saya Harold. Kalau boleh tahu, siapa nama Nona?" Harold mengulurkan tangan, masih berusaha menahan wanita itu.
"Shakira," wanita itu membalas uluran tangan Harold. "Jadi ... apa sekarang saya sudah bisa pergi?"
Harold menggeser tubuhnya ke kiri, memberi akses pada wanita itu untuk lewat. Niatnya untuk masuk ke lounge itu, mendadak hilang. Harold mengikuti wanita itu ke luar, melihat wanita itu menaiki mobil, mengamati sampai mobil yang ditumpangi wanita itu menghilang. Sememtara di dalam mobil, wanita itu tersenyum miring.
Harold yang penasaran memutuskan meminta bantuan seorang detektif untuk menyelidiki tentang wanita itu.
Siapakah wanita itu? Akankah detektif sewaan Harold menemukan jati diri wanita itu yang sebenarnya?