Lady Seraphine Valmont adalah gadis paling mempesona di Kekaisaran, tapi di kehidupan pertamanya, kecantikannya justru menjadi kutukan. Ia dijodohkan dengan Pangeran Pertama, hanya untuk dikhianati oleh orang terdekatnya, dituduh berkhianat pada Kekaisaran, keluarganya dihancurkan sampai ke akar, dan ia dieksekusi di hadapan seluruh rakyat.
Namun, ketika membuka mata, ia terbangun ke 5 tahun sebelum kematiannya, tepat sehari sebelum pesta debutnya sebagai bangsawan akan digelar. Saat dirinya diberikan kesempatan hidup kembali oleh Tuhan, mampukah Seraphine mengubah masa depannya yang kelam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Celestyola, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penemuan Mayat
...**✿❀♛❀✿**...
Saat ini Frederick baru saja keluar dari ruangan yang berada jauh dari aula di mana acara amal dilaksanakan. Pembicaraannya dengan beberapa bangsawan berlangsung alot bahkan langit pun telah menggelap ketika pembicaraan mereka selesai.
Namun meski begitu, ia berhasil meyakinkan mereka untuk berada di pihaknya. Bahkan, Duke Moreo yang terkenal kukuh pun berhasil ia gaet ke sisinya.
Tunangan Seraphine itupun menghela napas lega, setidaknya kini pondasinya menjadi sedikit lebih kuat.
"Kalau begitu, Kami pamit undur diri dulu, Yang Mulia," Ucap Duke Moreo sembari menunduk hormat, diikuti oleh para bangsawan lainnya.
Frederick mengangguk. "Baik, Terima kasih atas waktu anda sekalian hari ini," katanya mempersilahkan mereka pergi.
Para bangsawan itupun akhirnya beranjak dari sana, bersiap kembali ke wilayah mereka masing-masing.
"Bagus sekali Yang Mulia, kini pendukung Anda bertambah," seru Virrel senang.
Frederick hanya mengangguk lalu ia bertanya, "Apakah acara amalnya sudah selesai?"
"Sudah sejak beberapa jam yang lalu, Yang Mulia," sahut Virrel.
"Berarti, kemungkinan Lady Seraphine sudah pulang," gumam Frederick pelan.
Ada sesuatu dalam suaranya, nada yang hampir tak pernah terdengar darinya.
Nada rindu.
Sepanjang hari ini, ia berharap dapat bertemu dengan tunangannya itu. Bukan untuk menanyakan bagaimana hasil dari aksi Seraphine di acara amal hari ini, tapi Frederick hanya ingin melihatnya. Ia ingin merasakan kehadirannya, walau hanya sebentar.
Selain itu, hatinya gelisah sejak pagi. Ada firasat samar yang membuatnya resah, meski ia sendiri tak tahu apa penyebabnya.
Belum sempat ia melangkah lebih jauh, suara derap langkah tergesa terdengar di lorong.
Seorang pengawalnya berlari masuk, wajahnya pucat dan napasnya memburu. Ia berhenti di hadapan Frederick, menunduk dalam-dalam sambil berusaha menata kata.
“Y–Yang Mulia!” suaranya terdengar parau, hampir pecah oleh ketegangan. “Lapor, saya mendengar sebuah kabar yang tidak mengenakkan!”
Alis Frederick terangkat. “Apa?”
Pengawal itu menelan ludah, lalu menyambung ucapannya, “Seorang wanita ditemukan, sudah tak bernyawa. Mayatnya tergeletak di jalan yang dekat dengan hutan. Dan kabarnya… wanita itu mengenakan cincin biru yang mirip dengan milik salah seorang Lady bangsawan.”
Sejenak, waktu seakan berhenti.
Cincin biru. Kata-kata itu menancap seperti belati ke dada Frederick. Ia tahu betul cincin itu.
Warna wajah Frederick memucat. Untuk pertama kalinya malam itu, kendali emosi yang biasanya ia jaga rapat-rapat terguncang. Napasnya tercekat.
“Cincin... biru?” ulang Frederick dengan suara hampir berbisik, seolah ingin memastikan bahwa ia tidak salah dengar.
“Iya, Yang Mulia,” jawab sang pengawal dengan kepala masih tertunduk.
“Beberapa warga yang pertama kali menemukan jenazah itu berkata demikian. Bahkan pengawal yang datang melapor ke Marquis Renard sendiri pun juga melihatnya.”
Virrel yang berdiri di samping Frederick memandang heran sang Pangeran. “Ada apa dengan cincin biru, Yang Mulia? ” tanyanya penasaran, sebab meskipun benar bahwa identitas mayat itu adalah Lady bangsawan, reaksi yang Frederick tampilkan terasa berlebihan.
Frederick mengepalkan tangan. Berbagai emosi bergejolak di dalam dirinya, antara ketakutan, penolakan, dan harapan tipis bahwa semua ini hanyalah kebetulan.
“Bersiap,” perintahnya cepat.
“Kita berangkat sekarang!”
Tanpa menunggu, ia melangkah cepat meninggalkan lorong itu. Mantelnya berkibar, langkahnya berat dan penuh desakan waktu. Meski bingung, Virrel pun tetap mengikuti perintah sang junjungan bersama dengan beberapa pengawal lain yang turut serta.
..........
Perjalanan menuju lokasi penemuan terasa begitu panjang, suasana sekitar begitu gelap. Beberapa kuda tampak berlari kencang menembus malam. Hanya cahaya obor dan sinar bulan yang menjadi penerang jalan mereka. Angin malam menusuk, membawa aroma lembab hutan yang pekat.
Di atas pelana kudanya, Frederick duduk tegak dengan perasaan tegang. Jemari besarnya menggenggam tali kekang dengan begitu kuat hingga buku-buku jarinya memutih.
Sorot matanya lurus menembus kegelapan malam, dingin dan tajam, tapi di balik mata kelam itu, perasaannya begitu berkecamuk.
Bayangan Seraphine terus menghantam pikirannya. Senyumnya yang tenang dan tatapannya yang kadang penuh perhitungan namun tetap menyisakan kelembutan. Semua itu terasa menindih dadanya, membuat napasnya serasa tercekik.
“Seraphine...” gumamnya nyaris tak terdengar, suara rendah itu tercekat di tenggorokannya.
Di dalam benaknya, ketakutan yang tak pernah ia akui menyeruak—ketakutan akan kehilangan.
“Tidak mungkin,” bisiknya lirih, nyaris tak terdengar.
“Itu bukan dia… Tidak mungkin itu dia…”
Akhirnya, setelah waktu yang terasa seperti seabad, mereka pun tiba di perbatasan wilayah Marquis Renard. Jalanan yang berada di pinggir hutan itu sudah ramai oleh beberapa penjaga dan warga yang pertama kali menemukannya.
Obor-obor menyala, menerangi sebuah titik di tepi jalan di mana tubuh seorang wanita terbujur kaku, ditutupi kain lusuh.
Frederick turun dengan cepat. Sepatu botnya menghantam tanah berdebu. Langkahnya mantap menuju kerumunan. Para penjaga segera memberi jalan lalu menunduk hormat.
Tubuh wanita itu terbujur diam, kain lusuh menutupinya dari kepala hingga kaki.
Seorang pengawal maju, bersuara ragu, “Yang Mulia… inilah wanita yang ditemukan.”
Frederick menatapnya sejenak, lalu berlutut. Tangannya gemetar saat hendak menarik kain penutup wajah itu. Hatinya berdegup keras, seolah setiap detaknya bisa menghancurkan dirinya.
Perlahan, ia singkap kain itu.
Begitu dibuka, wajah pucat wanita itupun terlihat. Rambutnya panjang tergerai, kulitnya dingin dan pucat. Namun syukurnya itu bukan Seraphine.
Frederick terpaku. Ia pun lekas kembali berdiri. Dadanya naik-turun hebat, antara lega dan ngeri. Ia menutup matanya sejenak, menarik napas panjang, seolah dirinya baru saja keluar dari jurang.
“Syukurlah itu… bukan dia…” suaranya rendah, penuh desahan yang menahan luapan emosi.
Virrel yang sedari tadi mengikuti dalam diam pun akhirnya bersuara. "Yang Mulia, Anda tidak mengira bahwa wanita itu Lady Seraphine, kan?" tanyanya memastikan.
Namun, Frederick hanya diam. Hal itu tentu saja membuat Virrel dapat menebak jawabannya. Pria itu pun menghela napas tak habis pikir.
"Yang Mulia, jika seandainya pun benar bahwa wanita ini Lady Seraphine, maka para pengawal pasti akan mengenalinya. Beliau kan tunangan, Anda," terang Virrel sedikit menampilkan senyum paksa. Kadang kala Virrel tak mengerti jalan pikiran atasannya ini.
Frederick hanya acuh, ia akui kali ini sikapnya terlalu impulsif. Namun, begitu mendengar bahwa Wanita itu mengenakan cincin biru, ia pun tanpa sadar berpikir bahwa itu Seraphine.
Itu semua karena hanya Seraphine yang memiliki cincin cosmic biru itu.
Dan cincin itu, hanya ada satu diseluruh dunia.
"Leo, bukankah wajah Wanita ini sedikit familiar?" celetuk salah seorang pengawal Frederick.
"Eh? Setelah dilihat-lihat ternyata wajahnya memang terasa tak asing," sahut Leo pada ucapan temannya.
Mereka berdua pun mengamati lebih dalam wajah wanita itu sembari mencoba memilah satu per satu ingatan mereka. Mendengar itu perhatian Frederick pun teralih, ia mendekati kedua pengawal setianya itu.
"Leo... Theo, apa maksud kalian?" tanyanya penasaran.
"Ah Yang Mulia. Kami hanya merasa wanita ini terasa tak asing. Tapi, kami tak bisa mengingat siapa dia," jelas Leo sembari sedikit menunduk sopan.
"Yang Mulia..., bukankah wanita ini si pelayan yang mengacau di acara debutante waktu itu?"
Ucapan Theo membuat Frederick dan orang-orang yang mengetahui perihal kejadian itupun terkejut bukan main.
Tunggu, bukankah pelayan itu kabur dari istana? lalu kenapa sekarang dia malah ditemukan tak bernyawa?
...**✿❀♛❀✿**...
...TBC...
...Maafkan daku yang selalu membuat misteri baru, padahal yg sebelum-sebelumnya belum terjawab (?) ...
Tenang gengs nanti semuanya akan terjawab di part-part menuju akhir (?) mungkin (?) hehehe
...Janlup dukungan nya yaaa, biar daku semakin semangat 45 wkwkwk...