NovelToon NovelToon
Mengandung Benih CEO

Mengandung Benih CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Saudara palsu
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: I.U Toon

"Rachel dijodohkan demi mahar, lalu dibuang karena dianggap mandul. Tapi pelariannya justru membawanya pada Andrean Alexander—seorang CEO dingin yang tanpa sadar menanam benih cinta… dan anak dalam rahimnya. Saat rahasia masa lalu terbongkar, Rachel menyadari bahwa dirinya bukan anak kandung dari keluarga yang telah membesarkan nya.

Bagaimana kelanjutan kisah nya.
Mari baca!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon I.U Toon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Terungkap Rahasia Masa kecil

BAB. 34

Malam itu terasa lebih sunyi dari biasanya. Di balkon apartemen mewah yang diterangi cahaya temaram lampu kota, Rachel masih bersandar di dada Andrean. Keheningan mereka hanya dipecahkan oleh deru angin malam dan detak jantung yang perlahan menenangkan. Namun hati Rachel tetap berdegup tak beraturan, bukan karena romantisme—melainkan rasa gelisah yang tumbuh seperti benalu dalam pikirannya.

“Kenapa kamu nggak pernah cerita soal Intan?” tanyanya pada Andrean yang duduk di sebelahnya.

Andrean menarik napas. “Karena itu masa lalu yang nggak berarti apa-apa bagiku"

“Kenapa semua ini terasa seperti teka-teki yang belum lengkap?” bisiknya pelan.

Andrean mengecup ubun-ubun nya, lembut. “Karena memang belum semuanya terungkap, Rachel.”

Rachel menatap mata pria itu. “Maksudmu… masih ada yang belum kau ceritakan?”

Andrean terdiam. Ia menghela napas, menimbang apakah ini saatnya membuka semua lembar masa lalu yang selama ini dikuncinya rapat-rapat. Tapi tatapan Rachel memaksanya untuk jujur.

“Aku nggak tahu gimana cara ngomongnya, tapi... waktu aku kecil, aku punya sahabat. “Kami dijodohkan oleh keluarga"

Rachel meneguk ludah. “Lalu Mieka?”

“Dia datang menggantikan. Karena keluarga kami tetap ingin perjodohan itu berjalan. Tapi aku nggak pernah benar-benar mencintai Mieka. Semua yang aku lakukan hanya untuk menyenangkan orang tuaku.”

Rachel menarik dirinya sedikit menjauh. “Dan sekarang kamu bilang… aku mungkin teman kecilmu itu?”

Andrean menatap dalam mata Rachel. “Tanda lahirmu... di bawah telinga kananmu. Sama persis dengan yang dimiliki anak kecil itu. Dan waktu malam itu... di club, aku nggak bisa berhenti memperhatikanmu.”

Rachel memejamkan mata. “Kenapa kamu nggak bilang dari awal?”

“Karena aku takut. Takut kamu nggak percaya. Takut semua ini cuma kebetulan.”

Rachel berdiri dari duduknya. Tubuhnya bergetar. Ia berjalan ke dalam, menaruh cangkir teh di meja, lalu berdiri di depan jendela. Andrean mengikuti, tapi ia tahu harus menjaga jarak.

Rachel menatap ke langit. “Tapi intan bilang kakaknya sangat mencintaimu.”

Andrean memeluk bahunya. “Dan aku mencintaimu. Yang penting sekarang adalah kita. Bukan yang dulu, bukan siapa pun yang mencoba memisahkan kita.”

Rachel menoleh dan bersandar di dada Andrean. Tapi jauh di lubuk hatinya, ia tahu badai belum sepenuhnya reda.

Andrean menatap jauh ke langit malam. Bintang-bintang redup seolah ikut menyimpan luka yang belum sembuh. Tangannya masih memeluk Rachel, tapi kini terasa lebih erat. Seolah ketakutan kehilangan gadis itu jika ia tak segera mengutarakan kebenaran.

"Aku nggak pernah cerita soal masa kecilku ke siapa pun…" Andrean akhirnya bicara, suaranya nyaris tenggelam dalam suara malam. “Waktu aku kecil, aku sempat tinggal di desa kecil di Jawa Barat. Di sana… aku punya seorang sahabat perempuan.Cewek. Lucu, keras kepala, dan selalu bikin ribut. Tapi dia yang paling mengerti aku,” Tapi tiba-tiba dia hilang.

 Kita selalu main bareng. Dan... waktu umur kita delapan tahun, dia kecelakaan dan hilang. Nggak pernah ketemu lagi.”

Rachel menoleh perlahan. “Dan kamu bilang… dia punya tanda lahir seperti aku?”

Andrean mengangguk. “Di bawah telinga kiri. Persis seukuran koin. Aku nggak pernah bisa lupa. Karena saat kami terakhir bermain hujan, aku melihatnya dengan jelas. Sejak itu aku selalu percaya… aku akan ketemu dia lagi.”

Rachel memejamkan mata. Perasaannya bercampur aduk. Bingung. Terharu. Tapi juga takut—takut akan arti dari semuanya. Ia menggigit bibir, lalu membuka suara, hati-hati.

“Dan kamu pikir… aku anak itu?”

Andrean tak langsung menjawab. Ia hanya menatapnya dalam-dalam. Tatapan yang mengoyak semua keraguan dan ketakutan di antara mereka.

“Entah takdir atau kebetulan,” bisik Andrean. “Tapi saat aku melihatmu malam itu di club, tanda lahir itu... membuat semuanya kembali. Rasanya seperti tubuhku mengenalmu lebih dulu sebelum pikiranku sempat menolak.”

Rachel tersentak pelan. Dadanya bergetar hebat. Ia merasa telanjang, bukan karena fisiknya, tapi karena seluruh jiwanya kini ditelanjangi oleh kebenaran yang terlalu dalam untuk dijelaskan dengan kata-kata.

Ia membuka mulut, tapi tak ada suara yang keluar.

Melihat itu, Andrean menyentuh pipinya dengan lembut, ibu jarinya menyeka air mata yang tak sadar menetes dari ujung mata Rachel.

“Rachel…” bisiknya lirih. “Apapun kebenarannya, aku mencintaimu. Bukan karena kamu mungkin orang dari masa laluku, tapi karena kamu adalah orang yang hari ini, setiap hari, membuatku ingin jadi pria yang lebih baik.”

Rachel membalas tatapannya. Kali ini, tak ada kebingungan. Tak ada pertanyaan. Hanya kejujuran dan perasaan yang membuncah.

Perlahan, tanpa kata, wajah mereka semakin mendekat.

Hembusan napas mereka menyatu, saling menghangatkan, hingga bibir mereka akhirnya bertemu.

Ciuman itu bukan sembarang ciuman. Bukan ciuman penuh gairah semata, tapi ciuman yang membawa beban masa lalu, harapan masa depan, dan keyakinan bahwa mereka memang seharusnya bersama. Bibir Andrean menyentuh Rachel dengan penuh kelembutan, seperti mengukir janji tanpa suara. Rachel membalasnya, tubuhnya gemetar, namun bukan karena takut—melainkan karena lega. Semua keresahan yang menumpuk di hatinya luruh seketika.

Jari-jemari Rachel menyentuh rambut Andrean, menariknya lebih dekat. Sementara tangan Andrean berpindah ke pinggangnya, memeluknya erat. Ciuman mereka semakin dalam, tenggelam dalam malam yang membungkus mereka seperti selimut.

Ketika mereka akhirnya berpisah untuk menarik napas, Rachel bersandar kembali di dada Andrean. Kali ini, dengan hati yang lebih tenang.

“Aku nggak tahu siapa aku di masa kecilmu,” gumam Rachel. “Tapi kalau kamu terus jadi Andrean yang jujur dan setulus ini... aku nggak butuh tahu lebih banyak. Karena yang kuinginkan, adalah masa depan denganmu.”

Andrean tersenyum kecil, dan kembali mengecup kening Rachel.

“Dan masa depan itu sudah dimulai malam ini.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!