Rania Alesha— gadis biasa yang bercita-cita hidup bebas, bekerja di kedai kopi kecil, punya mimpi sederhana: bahagia tanpa drama.
Tapi semuanya hancur saat Arzandra Adrasta — pewaris keluarga politikus ternama — menyeretnya dalam pernikahan kontrak.
Kenapa? Karena Adrasta menyimpan rahasia tersembunyi jauh sebelum Rania mengenalnya.
Awalnya Rania pikir ini cuma pernikahan transaksi 1 tahun. Tapi ternyata, Adrasta bukan sekedar pria dingin & arogan. Dia manipulatif, licik, kadang menyebalkan — tapi diam-diam protektif, cuek tapi perhatian, keras tapi nggak pernah nyakitin fisik.
Yang bikin susah?
Semakin Rania ingin bebas... semakin Adrasta membuatnya terikat.
"Kamu nggak suka aku, aku ngerti. Tapi jangan pernah lupa, kamu istriku. Milik aku. Sampai aku yang bilang selesai."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sylvia Rosyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PCTA 34
Rania menatapnya dengan penuh kasih. "Boleh aku ikut membantumu?"
Adrasta menggeleng tegas. "Tidak, kau tetap di sini dan beristirahat. Aku ingin memanjakan mu hari ini." Rania tersenyum, hatinya menghangat oleh perhatian Adrasta.
Ia menyandarkan punggungnya pada kepala tempat tidur, memperhatikan Adrasta yang berjalan menuju dapur.
Di dapur, Adrasta mulai menyiapkan sarapan sederhana. Aroma kopi yang baru diseduh memenuhi ruangan, bercampur dengan wangi roti panggang dan telur orak-arik. la menata semuanya di atas nampan, menambahkan seikat bunga liar yang ditemukannya di halaman belakang rumah.
Kembali ke kamar, Adrasta menemukan Rania tengah duduk di tepi tempat tidur, menatap keluar jendela dengan tatapan menerawang. la mendekat, meletakkan nampan di atas meja kecil di samping tempat tidur.
"Apa yang kau pikirkan?" tanyanya lembut. Rania menoleh, senyum tipis menghiasi wajahnya.
"Hanya merenungkan betapa beruntungnya aku memiliki dirimu." Adrasta duduk di sampingnya, menggenggam tangan Rania erat.
"Akulah yang beruntung memilikimu, Rania." Mereka menikmati sarapan bersama, berbagi tawa dan cerita ringan. Namun, di balik keceriaan itu, bayangan ancaman Rey masih menghantui pikiran Adrasta. la tahu, kebahagiaan mereka bisa direnggut kapan saja.
Setelah sarapan, Adrasta mengajak Rania duduk di ruang tamu. la menatap gadis itu dengan serius, membuat Rania merasa sedikit cemas.
"Ada apa, Adrasta?" tanyanya, suaranya dipenuhi kekhawatiran. Adrasta menghela napas panjang. "Rania, aku ingin kau tahu bahwa aku akan melakukan segalanya untuk melindungi mu. Tapi kita harus tetap waspada. Rey tidak akan berhenti sampai dia mendapatkan apa yang dia inginkan." Rania menunduk, rasa takut kembali menghantuinya.
"Aku tahu. Aku hanya ingin kita bisa hidup tenang tanpa bayang-bayang ketakutan." Adrasta meraih dagu Rania, mengangkat wajahnya hingga mata mereka bertemu.
"Percayalah padaku, kita akan melalui ini bersama. Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu." Rania mengangguk pelan, mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Hari itu berlalu dengan cepat. Mereka menghabiskan waktu bersama, mencoba melupakan ancaman yang membayangi. Namun, saat malam tiba, ketegangan kembali terasa. Adrasta duduk di tepi tempat tidur, menatap Rania yang tengah menyisir rambutnya di depan cermin. la merasa perlu membicarakan sesuatu yang selama ini dipendamnya.
"Rania," panggilnya pelan. Rania menoleh, meletakkan sisirnya, lalu berjalan mendekati Adrasta.
"Ada apa?" Adrasta menepuk tempat di sampingnya, mengisyaratkan Rania untuk duduk.
Setelah gadis itu duduk, Adrasta menggenggam tangannya erat. "Aku ingin kau tahu sesuatu," ucapnya, suaranya bergetar oleh emosi yang ditahannya. Rania menatapnya dengan penuh perhatian. "Apa itu?"
Adrasta menelan ludah, mencoba mengumpulkan keberanian. "Aku... aku takut kehilanganmu. Sejak kau hadir dalam hidupku, semuanya berubah. Aku merasa hidupku lebih berarti. Dan aku tidak bisa membayangkan jika sesuatu terjadi padamu."
Rania terkejut mendengar pengakuan itu. la merasakan ketulusan dalam setiap kata yang diucapkan Adrasta. Air mata menggenang di matanya. "Aku juga takut, Adrasta. Takut kehilanganmu, takut akan apa yang mungkin terjadi. Tapi aku percaya padamu. Aku tahu kau akan selalu melindungiku," jawab Rania dengan suara bergetar. Adrasta menarik Rania ke dalam pelukannya, memeluknya erat seolah tidak ingin melepaskannya.
"Aku berjanji, Rania. Aku akan selalu ada untukmu, apa pun yang terjadi." Mereka berdua terdiam dalam pelukan, merasakan detak jantung satu sama lain.
Malam itu, meski ancaman masih membayangi, mereka menemukan ketenangan dalam kebersamaan. Namun, di luar sana, bahaya semakin mendekat. Rey tidak tinggal diam. la telah menemukan jejak mereka dan bersiap untuk mengambil tindakan.