Benar kata orang, tidak ada hal yang lebih menyakitkan kecuali tumbuh tanpa sosok ibu. Risa Ayunina atau kerap disapa Risa tumbuh tanpa sosok ibu membuatnya menjadi pribadi yang keras.
Awalnya hidup Risa baik baik saja meskipun tidak ada sosok ibu di sampingnya. Karena Wijaya—bapak Risa mampu memberikan kasih sayang penuh terhadapnya. Namun, di usianya yang menginjak 5 tahun sikap bapak berubah drastis. Bapak yang awalnya selalu berbicara lembut kini berubah menjadi sosok yang keras, berbicara kasar pada Risa dan bahkan melakukan kekerasan fisik.
“Bapak benci sama kamu, Risa.”
Risa yang belum terlalu mengerti kenapa bapaknya tiba tiba berubah, hanya bisa berdiam diri dan bersabar. Berharap, bapak akan kembali seperti dulu.
“Risa sayang bapak.”
Apakah Bapak akan berubah? Apa yang menyebabkan bapak menjadi seperti itu pada Risa? Ikuti terus kisah Risa dan jangan lupa untuk memberikan feedback positif jika kalian membaca cerita ini. Thank you, all💐
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hyeon', isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPS 24
Semilir angin berhembus dengan pelan. Matahari yang semula terik, kini mulai tenggelam. Dan langit mulai berubah menjadi jingga. Sungguh indah. Risa menikmati indahnya sunset dengan mengayuh sepedanya. Namun, fokusnya beralih pada toko bunga yang baru saja ia lewati.
Karena penasaran, Risa lantas berhenti dan kembali menatap toko bunga itu. Di sana, tertera tulisan ‘dibutuhkan karyawati’. Setelah membaca tulisan itu, Risa tampak menyunggingkan senyumnya. Ia pun menaiki sepedanya lalu pergi menuju toko bunga itu.
Risa lalu memarkirkan sepedanya di depan toko bunga yang bernama ‘Sella Garden’. Risa menatap sekeliling sebelum ia melangkah masuk ke dalam toko bunga.
“Permisi.” Ucap Risa seraya celingukan mencari penjaga toko. Terdengar sahutan dari dalam yang membuat Risa bernapas dengan lega.
“Iya, ada yang bisa saya bantu?” Tanya wanita yang sedikit sudah berumur yang berjalan dari dalam. Meskipun usianya yang tak muda, wajahnya tak menunjukkan banyak keriput.
“Saya lihat ada tulisan dibutuhkan karyawati di kaca toko ini. Jadi, apa lowongan itu masih ada, Bu?”
“Kebetulan saya pemilik toko bunga ini. Mari, kita bicara di dalam.” Risa lantas mengangguk sebagai jawaban. Wanita pemilik toko itu pun berjalan masuk lebih dulu disusul Risa di belakang.
“Silahkan duduk.” Risa pun patuh lalu mendudukkan tubuhnya pada kursi yang sudah disiapkan.
“Jadi, dengan siapa kamu?”
“Perkenalkan nama saya Risa Ayunina, Bu. Ibu bisa panggil saya dengan Risa.”
“Nama kamu bagus, pasti itu yang memberi nama ibu kamu. Oh ya, saya Rumi, kamu bisa panggil saya dengan ibu Rumi.” Senyum Risa yang semula lebar mendadak turun. Ia menjadi teringat akan ibunya.
Namun, dengan cepat Risa menetralkan semuanya kembali. Senyumnya kembali disunggingkan agar ibu Rumi tak curiga.
“Kamu ini masih sekolah?”
“Iya, Bu.”
“Oke, jadi lowongan itu masih ada. Tapi, apa kamu serius dengan pekerjaan ini? Maksud saya, kamu tidak main main dengan pekerjaan. Terlebih, kamu masih sekolah. Apa sekolah mu tidak terganggu nantinya?” Risa dengan hikmat menyimak semua ucapan ibu Rumi.
“Saya pastikan saya tidak main main dengan pekerjaan ini, Bu. Dan jika berkenan, ibu bisa memperkerjakan saya di shift malam. Sepulang sekolah, saya akan langsung ke sini.”
“Kebetulan saya memang cari yang bisa shift malam. Kamu tenang aja, toko ini buka hanya sampai pukul 9 malam. Jadi, kamu berkenan?” Seperti mendapat durian runtuh. Risa senang bukan main, akhirnya ia mendapatkan pekerjaan baru.
“Saya berkenan bu, sangat sangat berkenan.”
“Syukurlah, kamu bisa mulai bekerja besok.” Risa pun bersorak gembira dan langsung menjabat tangan bu Rumi. Risa benar benar sangat berterimakasih pada bu Rumi karena mau menerimanya.
Risa dan bu Rumi saling berbincang sebentar. Hingga, hari mulai gelap, Risa lantas pamit pulang.
“Saya pamit dulu, Bu.”
“Iya, hati hati di jalan ya.” Risa pun segera menaiki sepedanya dan melenggang pergi dari toko itu. Bu Rumi memandang kejauhan Risa yang mulai hilang dari pandangannya. Melihat Risa, bu Rumi menjadi mengingat mendiang anaknya.
“Jika Sella masih di sini, pasti sekarang sebesar Risa.”
Iya, Sella adalah anak dari Bu Rumi. Namun, Sella meninggal karena suatu penyakit. Bu Rumi sengaja membuat toko ini karena Sella begitu menyukai Bunga. Maka dari itu toko ini dinamakan dengan nama “Sella Garden”.
*****
Sesampainya Risa di rumah ia segera memakirkan sepedanya. Risa menghela napasnya panjang kala melihat lampu rumahnya belum dinyalakan. Ke mana bapak pergi? Apa bapak pergi setelah ia berangkat?
Tak mau lama berpikir, Risa lantas berjalan memasuki rumahnya. Dan benar saja, bapak tak terlihat sama sekali di sofanya. Dan TV pun tampak mati. Risa berjalan ke arah saklar guna menyalakan lampu.
“Nah, gini kan terang.” Gumamnya kala rumahnya kembali terang. Ia pun melangkahi kakinya menuju kamarnya. Sesampainya, ia segera mengambil sepasang baju ganti lalu membawanya ke kamar mandi.
Sekitar 10 menit, Risa selesai dengan aktivitasnya. Ia menghampiri di mana tasnya lalu mengeluarkan ponselnya yang ia simpan di sana.
“Mbak Laras apa kabar ya.” Risa berniat menghubungi mbak Laras. Namun, belum sempat ia menekan nomor mbak Laras. Fokusnya teralihkan oleh beberapa notif yang muncul dengan nomor tak dikenal.
Risa mengerutkan keningnya. Dengan ragu ia menekan notif itu. Dan ternyata, itu adalah nomor Jeff. Risa ingat dia pernah memberikan nomornya pada Jeff. Risa hanya diam tanpa berniat membalas satu pesan pun dari Jeff.
“Nggak usah di bales kali ya?” Risa ragu akan pilihannya. Tangannya ia gigit guna menetralisir rasa ragunya. Baru saja ia keluar dari aplikasi WhatsApp, ponsel Risa tiba tiba berdering.
Sudah dipastikan itu Jeff. Cukup lama Risa mengabaikan telepon itu. Namun, entah kenapa tangannya ingin sekali menerima telepon dari Jeff. Tapi, tidak, Risa benar benar bimbang sekarang.
“Aduh, gimana ini. Tapi gue nggak enak.” Perlahan tangan Risa bergerak menekan tombol hijau. Tetapi, tangannya yang mulai menekan tombol seketika ia urungkan kala mendengar ketukan pintu kamarnya.
Risa memilih menaruh ponselnya di atas kasurnya lalu melangkah guna membuka pintu. Terlihat bapak yang tengah berdiri tegap di depan pintu.
“Ada apa?”
“Waktunya makan malam, turun.” Jujur saja, Risa belum bisa mencerna keadaan ini. Bapak menyuruhnya untuk makan? Benarkah di depannya sekarang bapak?
“Ba– Loh?” Risa mengerjapkan matanya berkali kali. Ke mana bapaknya pergi? Ia celingukan melihat ke bawah, ternyata bapak sudah duduk di meja makan. Tapi kapan bapak pergi? Lihat, Risa terlalu banyak melamun sampai tak menyadari kapan bapak pergi.
Malam ini adalah malam yang berbeda dari lainnya bagi Risa. Karenanya, ia bisa makan malam bersama bapak setelah sekian lama. Saking senangnya, ia melupakan telepon dari Jeff. Yang ada dipikirannya sekarang, ia tidak mau waktu berjalan dengan cepat. Ingin rasanya Risa menghentikan waktu agar bisa lebih lama makan malam dengan bapak.
Di sisi lain, ada Jeff yang terus mondar mandir seperti setrika. Berulang kali ia melihat ponselnya, namun tak ada satupun notif dari orang yang ia tunggu. Ya, Risa. Siapa lagi kalau bukan teman kesayangannya yang sayangnya sekarang menuju asing.
“Telpon gue juga nggak diangkat sama dia.” Jeff terus menggerutu akibat telponnya diabaikan oleh Risa. Sebenarnya Risa ini ke mana? Apakah dia sibuk?
“Kamu kenapa bang? Dari tadi mondar mandir kayak setrika.” Jeff sontak menoleh ke belakang kala mendengar suara bundanya. Yang ditanya pun hanya nyengir kuda.
“Nggak papa kok, Bun.”
“Serius nggak papa? Lagi ribut sama cewekmu?” Mata Jeff membulat kala bunda menuduhnya tengah ribut dengan ceweknya. Tapi iya sih, ia kan memang sedang ribut dengan temannya yang suatu saat nanti menjadi ‘ceweknya.’
“Hah? Bunda apaan sih. Cewek aja nggak punya kok, gimana mau ribut.”
“Yaa, bunda kirain lagi ribut sama cewekmu. Ya sudah, bunda masuk dulu.”
Jeff mengangguk sebagai jawaban. Hatinya belum bisa tenang karena Risa masih terus mengabaikannya. Huh, kenapa harus secepat ini. Tapi, Jeff tidak akan pernah menyerah. Ia akan terus berusaha membujuk Risa dan membuatnya jatuh cinta.
“Tunggu sampai gue selesai ujian, Sa. Kita pasti bakal sama sama lagi.”
*****
HAPPY READING👀✨