Suami terbangsat adalah suami yang berusaha menjadi pahlawan untuk perempuan lain namun menjadi penjahat untuk istrinya sendiri. Berusaha menjadi teman terbaik untuk perempuan lain, dan menjadi musuh untuk istrinya sendiri.
Selama dua tahun menikah, Amora Juliansany tidak pernah mendapatkan perhatian sedikitpun dari sang suami yang selalu bersikap dingin. Menjadi pengganti mempelai wanita yang merupakan adiknya sendiri, membuat hidup Amora berada dalam kekangan pernikahan.
Apalagi setelah adiknya yang telah ia gantikan sadar dari komanya. Kedekatan sang suami dan adiknya hari demi hari membuat Amora tersiksa. Mertuanya juga ingin agar Amora mengembalikan suaminya pada adiknya, dan menegaskan jika dia hanya seorang pengganti.
Setelah tekanan demi tekanan yang Amora alami, wanita itu mulai tak sanggup. Tubuhnya mulai sakit-sakitan karena tekanan batin yang bertubi-tubi. Amora menyerah dan memilih pergi meninggalkan kesakitan yang tiada akhir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Yunus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pergilah jika itu yang terbaik
Megan tak pernah merasa seburuk ini, situasi ini seakan ingin membunuhnya, Sunny datang tanpa undangan, situasi ini kembali menjadikan Megan bak tersangka, seperti terdakwa yang menunggu eksekusi, kedua tangannya terkepal erat, matanya memerah, dadanya naik turun menahan geram. Takdir sekali lagi tak berpihak, kini laki-laki itu hanya mampu mengumpat lirih.
Sementara antusias Sunny seketika surut ketika pandangannya menemukan sosok pria familiar yang kini berada dalam jarak beberapa jengkal dari tempatnya berdiri.
Senyum sumringah perempuan itu memudar, matanya terpaku pada sosok tersebut, hingga dia terlihat sangat kikuk.
"Waw!! Sebuah kebetulan kita bisa bertemu!" Varel memasang senyum lebar yang tak sampai ke matanya, pancaran mata itu melukiskan kebencian bukan kebahagiaan, sangat kontras dengan bibirnya yang melukis senyum semanis madu. Semua hanya kamuflase menutup segala luka, membalutnya dengan kepura-puraan.
Bukan gagal move on, tapi rasa sakit itu kembali nyeri menemukan sang pemberi luka, Varel sudah berdamai dengan lukanya, tetapi sulit sembuh dari traumanya. Trauma yang Varel rasakan seperti selamat dari kecelakaan namun cacat seumur hidup. Varel sulit percaya dengan orang baru, sakitnya di khianati dan ditinggalkan membuat tubuhnya emosional ketika dekat dengan perempuan. Traumanya sangat parah, hingga sosok Amora hadir di hidupnya dan mengikis pelan awan gelap yang menutup pelangi dihatinya.
"Va-Varel?" bata Sunny tidak menyangka masih bisa bertemu dengan orang yang pernah berarti di hidupnya.
Megan memutar leher mengamati interaksi antara teman dan mantan kekasihnya, di ingatannya, dia dulu belum sempat memperkenalkan Sunny pada Varel, karena temannya itu dikabarkan pindah ke luar negeri sebelum undangan pernikahan mereka dicetak.
"Ya ini aku!" Varel memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jas. Memindai penampilan Sunny dari ujung kaki ke ujung kepala. "Apa kabar? Senang bisa bertemu lagi setelah sekian lama..." Bibirnya tersenyum sinis, tampak puas melihat kegugupan lawan bicaranya. Varel mencondongkan badannya mendekatkan bibirnya ke telinga Sunny. "Mana anak kalian? Mengapa aku tidak melihatnya, sudah hampir empat tahun mustahil kalian tak memiliki seorang pewaris!"
Sunny merasakan sensasi terbakar pada tubuhnya, perkataan Varel sungguh berhasil menghancurkan harga dirinya, bibir wanita itu terkatup rapat, sepatah saja dia salah bicara, harga dirinya benar-benar terjun ke dasar jurang.
Bukankah dulu dengan sombongnya dia bilang butuh kepastian, Megan orang yang mampu menjanjikan masa depan, sementara Varel? Laki-laki itu bahkan berperang dengan penyakitnya saja kepayahan. Tapi kini....
"Kalian saling kenal?" tanya Megan setelah sekian lama mengamati interaksi antara keduanya.
"Ya!"
"Tidak!"
Jawaban berbeda itu membuatnya diam. Megan sangat mengenal Varel, laki-laki yang tak banyak basa-basi, sangkalan Sunny menimbulkan kecurigaan tersendiri.
"Maksudnya, aku lupa pernah bertemu dengan Varel, aku lupa, ya..aku " sanggahan Sunny tak didengar oleh Megan pria itu fokus pada ekspresi Varel yang menikmati kecemasan Sunny. Megan seperti menangkap sesuatu disini, sepertinya hubungan keduanya tak sederhana yang Sunny katakan, apa lagi perempuan itu mengaku lupa. Sebagai sesama laki-laki Megan bisa melihat kebencian di mata Varel untuk Sunny.
Sunny terlalu gugup hingga bicaranya belepotan, dia mati kutu dihadapan Varel dan Megan, sedikit salah bicara maka berujung pada kehancuran.
"Okay sudahlah! Kalian bersenang-senanglah, aku juga harus menemani tunanganku." Varel hendak pergi tetapi pertanyaan tak terduga membuatnya terhibur.
"Eh, Rel kamu baik-baik saja?" Pertanyaan spontan itu tak direncanakan Sunny, tatapi bibirnya jauh lebih cepat dibandingkan dengan respon otaknya.
Percikan tawa terdengar "Roh ku belum meninggal raga, apa itu cukup untuk dikatakan baik-baik saja?" tanpa membalik badan Varel menjawab rasa penasaran Sunny.
Seketika keheningan tercipta. Varel dengan senyum smirk nya meninggalkan pasangan yang memiliki hubungan pasang surut itu, tak mengindahkan raut wajah keduanya, berjalan cepat menuju apartemennya yang kini ditempati oleh Amora.
Varel tersenyum menemukan Amora yang terlelap di sofa, perempuan itu sangat mudah terlelap karena obat yang masih di konsumsinya hingga kini, pemulihan pasca operasi sangat lama, butuh kesabaran dan biaya yang besar. Varel tidak menyesal memberikan dua hal itu untuk Amora. Ikhlas tak mengharap imbalan, adanya Amora juga sedikit membuatnya lupa dengan trauma yang membelenggu hidupnya selama ini.
Perlahan laki-laki itu duduk berjongkok dihadapan Amora, menatap lembut wajah polos wanita yang sudah hampir setahun mengisi hari-harinya.
"Belum terlambat untukmu pergi, jika menurutmu akulah penjahatnya, pergilah agar kamu selamat." tuturnya lirih menatap wajah polos tanpa polesan. Tangannya hampir terulur merapikan rambut yang menutupi wajah Amora, akan tetapi tidak jadi, Varel takut tindakannya membuat tidur wanita itu terusik.
Varel sudah berhasil bangkit saat tangannya di tangkap oleh Amora. Laki-laki itu menunduk dan menemukan Amora tengah membuka mata.
"Beri aku satu alasan mengapa aku harus pergi?" mata yang tadi tertutup rapat kini telah terbuka, wajah yang tadi damai kini berubah muram. Varel tak bisa menjawab. Amora bangun terlalu cepat.
"Apa ini ada hubungannya dengan laki-laki tadi? Apa dia bagian dari masa laluku?"
jangan kasi celah untuk Megan masuk lagi dalam hidup mu...
bukan hanya tanya jawab udah seperti interview pekerjaan...
jelaskan sejelas jelasnya gimana kehidupan Amora dulunya...😒
dia harus tau siapa itu Megan...
ceritakan semuanya tanpa ada yang ditutupi,agar Amora bisa memilih siapa tangan yang akan dia genggam untuk kedepannya.walaupun aku lebih memilih Varel jodoh Amora selanjutnya...