Seorang gadis muda, reinkarnasi dari seorang Assassin terhebat di masanya terdahulu. Gadis tersebut tidak menyadari bahwa ia adalah reinkarnasi Assassin tersebut.
Ia menjalani hidupnya dengan biasa-biasa saja. Sampai akhirnya, ia bertemu dengan seorang wanita dewasa yang ternyata adalah mentor Assassin itu. Wanita ini sudah hidup beratus-ratus tahun lamanya hanya untuk bertemu dengan gadis ini dan akan melatihnya sampai gadis itu siap menghadapi lawannya sendirian karena perlu diketahui, gadis muda itu adalah reinkarnasi terakhir dari Assassin itu.
Tugasnya adalah mencegah lawannya yang juga bereinkarnasi sampai masa di mana gadis itu hidup. Lawannya berencana menguasai suatu pemerintahan di kotanya dengan cara yang kotor.
Ternyata tugasnya tidak hanya itu saja. Ia juga menanggung nasib dunia.
Nasib dunia berada di tangannya.
Mampukah dia menyelamatkan dunianya? Atau dunianya harus punah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Big.Flowers99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tekad
Saat ini, Arumi dan Caroline sudah berada di ruang Anne dirawat. Sebelumnya, Arumi meletakkan Nathalia di ruangannya.
Sementara X dan H berkunjung ke ruang Nick sedang dirawat. Mereka berdua juga ingin menggali informasi tentang kejadian penyerangan terhadap mereka ke Nick.
Anne saat ini sudah siuman. Begitu juga dengan Nick. Arumi dengan perlahan menanyakan tentang kronologis kejadian penyerangan tersebut.
Anne bercerita bahwa saat kejadian, ia sedang membuat masakan untuk Nathalia. Di tengah-tengah memasak, Anne terkejut saat ada bunyi benturan di luar. Ia hendak memeriksanya, namun belum sempat karena secara tiba-tiba ada yang mencekik lehernya. Anne berusaha melawan dengan menusukkan pisau dapurnya ke tangan orang tersebut. Anne cukup terkejut karena orang misterius itu menggunakan armor. Ia sempat berpikir bahwa orang yang menyerangnya berasal dari salah satu pasukan keamanan Jalundra. Hal itu didasari dengan armor yang menyelimuti tubuhnya.
Ketika sudah terlepas, Anne dapat melihat dengan jelas orang yang menyerangnya. Anne memberitahu kepada Arumi, orang tersebut dibalut armor dengan cahaya berwarna kuning di bagian pinggang, lengan dan dadanya. Arumi menduga bahwa itu berasal dari penelitian Parvita. Ada kemungkinan orang tersebut berasal dari kalangan orang kaya raya.
Anne melanjutkan ceritanya. Belum sempat ia berpikir, siapa orang tersebut, tiba-tiba perutnya sudah dipukul dengan keras. Ditambah dari belakang, ada seseorang yang memukul kepalanya cukup keras. Anne mengungkapkan keterkejutannya melihat pergerakan sangat cepat dari orang tersebut. Setelah itu, Anne tak sadarkan diri.
Arumi mengangguk saat Anne sudah selesai bercerita. Dugaan sementara, ada pengkhianat dari Parvita Company yang menjual persenjataan mereka ke orang yang salah. Caroline pun juga menduga seperti itu. Caroline berjanji akan memberitahukan hal ini kepada ayahnya.
"Bagaimana dengan Nathalia?? Apa dia baik-baik saja?? Kamu bilang, dia sedang dirawat di sini," tanya Anne kepada Arumi.
"Dia baik-baik saja," jawab Arumi sembari tersenyum.
"Apa yang terjadi dengannya???" Tanya Anne.
"Dia bilang, saat sampai ke rumahmu, ada beberapa orang-orang di sana. Nathalia melawannya dan berhasil walau harus terluka cukup parah," jawab Arumi sedikit berbohong. Arumi tidak ingin Anne mengetahui bahwa keponakannya adalah reinkarnasi terakhir Mirage dan akan menjadi seorang penyelamat dunia.
"Oh iya. Sebenarnya, aku ingin menyampaikan sesuatu," kata Arumi kemudian.
"Apa itu??" Tanya Anne penasaran.
"Aku ingin kamu dan sepupu Nathalia tinggal di rumahnya, di Jalundra. Aku yakin, Nathalia sangat merindukan orang tersayangnya. Semenjak orangtuanya meninggal, kamu adalah orangtua penggantinya," kata Arumi.
"Tetapi, aku rasa dengan kehadiranmu di sisi Nathalia sudah cukup bukan?? Dia sangat senang," kata Anne.
"Akan lebih senang jika kehadiranmu ada di sini bersamanya," kata Arumi sembari tersenyum.
Anne terdiam sejenak. Arumi mengamati wajahnya. Seperti ada yang Anne pikirkan.
"Aku tidak bisa meninggalkan peninggalan suamiku. Ladang itu adalah satu-satunya peninggalannya," kata Anne kemudian.
"Aku akan mengirim beberapa robot canggih ke sana dan asistenku untuk mengurusnya," kata Arumi memberi solusi.
"Itu merepotkanmu," tanggap Anne. Arumi menggelengkan kepalanya.
"Hmm.... Baiklah. Aku akan pindah bersama Nick ke rumahnya," kata Anne menyetujuinya. Arumi menyunggingkan senyumnya.
"Baiklah. Aku akan mengirim robot A298, A297, A296 dan A295," kata Arumi sambil mengoperasikan sebuah perangkat elektronik.
"Apa itu nama robotnya??" Tanya Anne sembari tertawa geli.
"Ya. Namanya sesuai dengan urutan pembuatan mereka," jawab Arumi. Anne mengangguk sambil tersenyum.
Pembicaraan selanjutnya hanya membahas mengenai perilaku Nathalia selama tinggal di Jalundra. Arumi menjelaskan bahwa Nathalia selalu bersikap baik terhadap setiap orang-orang yang ia jumpai. Anne merasa lega.
Secara tidak disengaja, pembicaraan mereka berdua didengar oleh Nathalia yang berdiri bersandar pada dinding ruang rawat Anne. Nathalia menangis terharu dan sedikit tertawa saat mendengar nama robot yang akan dikirim oleh Arumi ke rumah Anne.
Tidak kreatif sekali namanya. Seperti penamaan orang pada zaman dahulu.
Kemudian, Nathalia teringat dengan tulisan tentang takdirnya. Nathalia tidak ingin terlarut dalam suasana senangnya. Ada takdir besar yang harus ia tanggung dan hadapi. Keselamatan dunia dan keselamatan keluarganya.
Saat di dalam ruang rawatnya, Nathalia kembali merenung sembari memandangi lambang yang ada di pergelangan tangan kirinya.
"Nathalia!"
Nathalia terkejut mendengar suara nyaring yang memanggilnya.
"Carol. Ada apa?? Kamu mengagetkanku saja," tanya Nathalia.
"Hehe, maaf. Aku ada sesuatu untukmu," kata Caroline sembari berjalan menghampiri Nathalia.
Nathalia mengamati gerak-geriknya. Caroline terlihat seperti memegang sesuatu di punggungnya. Nathalia berusaha melihat dengan cara menggerakkan kepalanya ke kiri dan kanan. Sama halnya dengan Caroline, ia mengikuti arah kepala Nathalia bergerak. Melihat hal itu, Nathalia sedikit cemberut.
"Hih, jeleknya," ledek Caroline mengomentari wajah Nathalia. Nathalia tidak menggubris, justru ia menatap Caroline.
"Jangan gitu dong. Nih, aku ada sesuatu. Sebelumnya, tutup mata dulu," pinta Caroline.
"Kenapa tutup mata??" Tanya Nathalia.
"Nurut dong. Pakai nanya lagi," kata Caroline. Nathalia mendengus pelan lalu memejamkan matanya.
Kemudian, Nathalia merasakan tangan kanannya dipegang oleh Caroline. Ada sesuatu yang dipasangkan di pergelangan tangannya.
"Ok. Sekarang buka." Nathalia membuka matanya.
"Apa ini??" Tanya Nathalia sembari mengamati sebuah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Itu hadiahku. Selamat ulangtahun, ya," kata Caroline sembari tersenyum.
"Waw. Terimakasih, Carol."
"Maaf ya hadiahnya telat."
"Tak apa."
Kemudian, Nathalia sedikit bingung karena jam itu tidak menunjukkan tanda-tanda hidup. Caroline diam saja sambil tersenyum-senyum sendiri. Nathalia mencoba mengetuk-ngetuk layar jam tangannya.
"Woah!"
Nathalia terkejut bukan main, melihat ada sebuah layar proyektor yang muncul dari jam tangannya. Ada beberapa menu yang dapat ia gunakan.
Mirip ponselku.
"Apa ini, Carol??" Tanya Nathalia.
"Ini adalah Arm1. Jam tangan tercanggih di sini. Sebenarnya, tidak banyak berbeda sih setiap versinya. Hanya saja, milikmu ini memiliki fitur yang mumpuni. Lebih cepat, halus, canggih, modern dan tentunya lebih berguna," jelas Caroline.
Caroline mengajari Nathalia cara menggunakan Arm1. Nathalia begitu takjub dengan fitur yang ditawarkan Arm1. Hampir sama seperti ponselnya, hanya saja Arm1 dapat diakses dengan mudah.
Bisa aku gunakan untuk berbagai hal nih.
Selanjutnya, Caroline hanya menceritakan tentang cita-citanya yang ingin menjadi petugas keamanan. Hal itu membuat Nathalia heran. Padahal, Caroline adalah pewaris tunggal Parvita Company. Lalu, mengapa Caroline memilih menjadi petugas keamanan.
Caroline mengutarakan bahwa ia akan mengelola bisnis ayahnya dan menjadi seorang petugas keamanan.
"Apa itu tidak masalah, Carol??" Tanya Nathalia.
"Tentu tidak. Aku bisa kok memegang dua peran," jawab Caroline dengan percaya diri.
"Benarkah??" Tanya Nathalia tidak percaya.
"Gak percaya ya?? Percaya dong. Beri aku semangat, Nathalia," kata Caroline sembari memanyunkan bibirnya.
"Iya iya. Semangat."
Kemudian, Caroline dan Nathalia berbincang hangat dan bercanda ria. Caroline ingin menemani Nathalia sampai ia tertidur. Namun, kenyataan berkata lain. Justru Caroline yang tidur terlebih dahulu sedangkan Nathalia masih terbuka matanya.
Melihat Caroline tidur, Nathalia ingin pergi, mencari keberadaan The Ghost. Nathalia ingin segera dilatih olehnya. Ia tidak mau membuang-buang waktu.
Nathalia bergegas mengganti pakaiannya. Jaket bertudung, kaos hitam dan celana katun hitam. Nathalia menggunakan kemampuan pendengarannya yang tajam, tidak ada siapapun di luar. Aman, pikirnya.
Dengan berhati-hati, Nathalia keluar dari ruang rawatnya, berjalan mengendap-endap, berjongkok di ambang jendela lalu mengeluarkan pistol katrolnya. Sebelum berayun, Nathalia memunculkan masker hitamnya terlebih dahulu.
Dimana dia, ya?? Coba di rumahku deh.
Arumi diam-diam melihat Nathalia melarikan diri dari rumah sakit. Arumi tahu apa yang akan dilakukan oleh Nathalia.
"Apa yang dilakukannya, Sensei??" Bisik H kepada Arumi.
"Bertemu dengan mentornya. Aku merasakan tekad yang kuat di dalam hatinya. Sepertinya dia sudah siap menghadapi takdirnya sendiri," jawab Arumi lirih.
"Sensei ingin melatihnya sekarang?? Kondisi Sensei belum pulih," kata H.
"Hanya begini saja bukan apa-apa bagiku. Ingat, aku adalah manusia abadi," kata Arumi sembari tersenyum.
Kembali ke Nathalia. Saat ini, Nathalia hampir sampai dirumahnya. Nathalia berhenti sejenak di atas atap rumah tetangganya. Ia memandangi sekitarnya, mencari-cari The Ghost.
Eyy! Burung hantu! Apa yang kau sudah lakukan?? Arghh!!
Nathalia mengusir seekor burung hantu yang mengganggu pandangannya.
Dasar burung!
Nathalia memandangi burung tersebut terbang menjauh dengan perasaan kesal. Saat Nathalia menoleh ke arah rumahnya, ia tersenyum senang. Ada sosok yang ia cari-cari.
Itu dia.
"Apa yang kau lakukan di sini, Nathalia??" Tanya The Ghost saat Nathalia sudah di dekatnya.
"Aku ingin.... Hmmm..... Aku harus memanggil ibu apa??"
"Apa saja. Biasanya aku dipanggil Master atau Sensei oleh muridku," jawab The Ghost
"Baiklah. Aku ingin Master melatihku sekarang. Aku sudah 20 tahun dan siap menghadapi takdir besar itu. Nasib dunia ada ditanganku. Aku tidak ingin, duniaku hancur karena di dalamnya ada orang-orang yang aku sayangi. Tolong bantu aku, Master," pinta Nathalia sembari menundukkan kepalanya.
Dari wajahnya yang tertutup tudung jubah, The Ghost terlihat menyunggingkan senyuman.
"Baiklah." Nathalia senang mendengarnya.
"Latihanmu akan dimulai besok. Setelah kamu siap, aku akan beristirahat. Kamu yang akan menggantikan posisiku," lanjut The Ghost.
"Baiklah. Apa ada nama untukku?? Seperti.... Hmm.... Si Gadis Tudung Hitam??"
"Kepanjangan."
"Gadis Bertudung Hitam??"
"Masih kepanjangan."
"Hmmm..... Oh! Black Girl." The Ghost menghela nafasnya.
"Aku sudah mempersiapkan nama untukmu," kata The Ghost.
Wajah Nathalia terlihat sumringah dan antusias. Ia tidak sabar mendengar nama apa yang pantas untuknya.
"Apa itu, Master??"
"The Assassin."
Padang rumput yang luas di kota Bogsan, sebuah pesawat luar angkasa tengah mendarat di tempat pertempuran Nathalia melawan 10 suruhan Robert lima hari yang lalu.
Kemudian, keluar sesosok makhluk asing.
Seperti robot bertubuh manusia, wajahnya hanya menampilkan dua matanya saja yang bersinar. Ia berjalan menghampiri seorang pria, mengenakan jubah hitam panjang dan memegang sebuah tongkat yang berdiri di depan pesawatnya. Wajahnya tidak terlihat karena tertutup oleh tudung kepala.
"Halo, Tuan. Selamat datang." Pria tersebut membuka penutup kepalanya. Rupanya ia adalah Robert.
"Berikan batu itu sekarang, Makhluk Kerdil!" Perintah makhluk asing itu. Suaranya terdengar menyeramkan. Berat dan sedikit serak.
"Tidak sopan jika tidak memperkenalkan diri terlebih dahulu. Namaku Robert," kata Robert seraya membungkukkan badannya.
"Xyros, dari Anrax," jawabnya.
"Ah, bangsa Andaraxy."
"Jangan basa-basi, makhluk rendahan. Cepat berikan batu itu!" Perintah Xyros.
"Batu itu?? Oh tidak ada padaku. Seorang gadis telah mencuri batu tersebut dan menyerapnya," jawab Robert dengan tenang.
"Hmm... Gadis itu pasti mempunyai kekuatan yang hebat berkat batu tersebut," gumam Xyros.
"Ya, itu benar. Aku sengaja menunggumu di sini untuk meminta bantuan. Mari kita bekerjasama untuk mengalahkan gadis itu," ajak Robert.
Xyros tidak menjawab, hanya menatap Robert saja.
"Aku membutuhkan teknologi canggih dan kekuatan kalian, para bangsa Andaraxy. Dengan menggabungkan kekuatan kita berdua, gadis itu akan mudah dikalahkan," lanjut Robert.
"Apa imbalan untukku???" Tanya Xyros bernegosiasi.
"Batu tersebut menjadi milikmu dan gadis itu milikku," jawab Robert.
Xyros tampak berpikir sejenak. Ia terdiam cukup lama.
"Baiklah. Aku membutuhkan kekuatan batu itu untuk mengambil posisi Jenderal Anrax. Dengan begitu, aku akan mendapat kekuasaan penuh, haha," kata Xyros sembari tertawa.
"Ok. Mari ikut denganku ke persembunyian rahasia," ajak Robert. Xyros setuju lalu mempersilakan Robert masuk ke dalam pesawatnya.
Dengan ini, selesai sudah reinkarnasi dari Mirage.