Kisah pernikahan paksa yang di alami oleh seorang gadis berusia 22 tahun dengan seorang laki-laki arogan yang di pilih ayahnya sebagai mempelai pria putrinya.
Sabrina, terpaksa menerima pernikahan ini demi menyelamatkan perusahaan milik ayahnya yang hampir bangkrut, dia harus merelakan dirinya sebagai alat balas budi kepada laki-laki yang telah bersedia membantu keluarganya.
Meskipun sang suami adalah laki-laki yang begitu tampan dan mapan, Sabrina kurang menyukainya. Sabrina memiliki karakter yang cenderung mudah mengeluh dan keras kepala, ia wanita yang tidak suka di atur dan bertindak sesukanya.
Di novel ini, kalian akan di buat kesal tujuh turunan sama si pemeran utama. HAHAHA
Selamat membaca, semoga suka ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vey Vii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rambutku, Unik!
Jujur saja, aku merasa sangat malu atas sikap tuan Arga yang tiba-tiba menciumku tanpa aba-aba di depan semua karyawan butikku, termasuk Riani, dia berdiri melongo melihat adegan panas yang di pertontonkan secara gratis ini. Bahkan aku hampir kehilangan nafas karena ciumannya yang begitu ganas.
"Aww." Teriak tuan Arga, aku sengaja mencubit pinggangnya agar dia mau melepaskan ciumannya.
"Kenapa kau datang kesini?" tanyaku pelan sambil mencoba menarik lengan kekarnya menjauhi orang-orang, namun dia tetap berdiri di tempat, tidak bergerak sama sekali.
"Kenapa aku tidak boleh datang mengunjungi istriku?" Dia bertanya balik dengan suara yang di naikkan volumenya, tentu saja dia sengaja berbicara seperti itu agar para karyawanku mendengarnya.
"Bukan begitu maksud saya, Tuan," ucapku masih mencoba berbisik.
"Kau tidak memberitahu mereka kalau aku ini suamimu?"
"Mari bicarakan ini di ruangan saya, Tuan. Ayolah," ucapku sambil menarik-nariknya.
"Sudahlah, ayo perkenalkan suami tampanmu ini pada mereka."
Kau ini habis keracunan apa sampai-sampai bersikap seperti ini sih, tolong jangan mengacaukan hidupku lebih jauh lagi, Tuan.
Aku hanya diam, wajahku mungkin sudah mirip seperti kepiting rebus saat ini, sudah menahan malu karena mendapan ciuman hot dari tuan Arga, sekarang dia malah meminta di perkenalkan kepada para karyawanku.
Mereka semua menatapku dengan tatapan penuh rasa penasaran, karena tidak ada satu orangpun yang mengetahui pernikahanku, lalu tiba-tiba datang laki-laki gila mendaratkan ciuman panas tanpa malu, sudah pasti mereka begitu kebingungan melihat semua ini.
Aku menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya perlahan, ku tatap lekat-lekat manik coklat laki-laki tampan di hadapanku ini.
"Baiklah, ini suami saya, tuan Arga." Aku mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, menatap satu persatu teman dan karyawanku.
"Begitu lebih baik," ucap tuan Arga lalu mencium kembali bibirku sekilas.
"Ayo kita ke ruangan saya," ajakku sambil menggandeng tangannya.
...
Di lantai atas, aku mengajaknya duduk berdua di sofa panjang sambil memberikan suguhan air mineral dalam gelas.
"Kenapa kau tidak mengatakan pada orang-orang itu kalau kau sudah menikah?" Dia memulai percakapan dengan nada sedikit kesal.
"Saya memang belum mengatakannya," ucapku.
"Apa kau malu punya suami sepertiku?"
"Eh, tidak, Tuan."
"Lalu, apa kau takut jika orang-orang itu mengadu pada kekasihmu? jangan-jangan kau punya kekasih simpanan."
"Hah, untuk apa saya punya kekasih simpanan."
"Ya, siapa tau."
"Mengapa tuan datang kesini, jika ada perlu, seharusnya bisa menghubungi saya dulu," ujarku sambil menyandarkan punggung.
"Aku tidak perlu meminta izin darimu untuk datang kesini."
"Baiklah, terserah kau saja, Tuan."
"Kita akan berangkat ke singapura besok, kemasi barang-barangmu, kita pulang sekarang juga!"
"Apa? kenapa mendadak sekali, bukankah tuan bilang minggu depan?" Aku sedikit terkejut.
"Besok, jangan membantah!"
Ya, ya, ya. Aku tau kau adalah yang maha benar, yang tak terbantahkan.
Dengan malas aku berdiri lalu mengambil tas dan beberapa barang milikku, beranjak pergi mengikuti kemauan suami gilaku ini.
Dia menggandeng tanganku dengan lembut saat menuruni anak tangga, semua mata masih memandangku penuh heran, entah apa yang ada di pikiran mereka tentangku saat ini, aku sudah tidak peduli.
"Tuan tunggu saya di luar, saya mau bicara sebentar dengan Riani," ucapku pada tuan Arga.
"Oh, karyawanmu yang banyak bicara ini namanya Riani, pecat saja dia!" jawab tuan Arga sambil melirik sinis pada Riani, lalu berlalu pergi.
"Ya Tuhan, Sabrina. Aku hampir kena serangan jantung gara-gara laki-laki itu," ujar Riani menggenggam tanganku, telapak tangannya begitu dingin dan berkeringat, dia pasti sangat ketakutan melihat tuan Arga yang emosi sebelum aku turun tadi.
"Maafkan aku, Ni, seharuanya aku memang menceritakan semua ini dari awal, dia memang suamiku," ujarku.
"Tidak apa-apa, Sa. Aku hanya terkejut, tiba-tiba tadi dia masuk tanpa permisi dan ingin menemuimu, dia tidak bertanya dengan sopan, jadi aku pikir dia orang asing."
"Maafkan sikapnya ya, kau urus butik selama beberapa hari, aku mau ke singapura besok."
"Ha, serius, ke singapura?"
"Ya, aku akan memberikan oleh-oleh padamu nanti, asal kau mengurus butikku dengan benar," ucapku sambil tersenyum.
"Siap, serahkan semuanya padaku."
"Nanti kalau bang Bimo sampai, katakan padanya kalau tuan Arga sudah menjemputku pulang, biar dia menyusul," Lanjutku, Riani mengangguk.
Aku lalu meminta maaf kepada semua karyawanku atas sikap tuan Arga yang sudah kelewat batas dan keributan yang ditimbulkannya hari ini.
...
"Tuan datang kesini sendirian?" tanyaku saat kami sudah memasuki mobil.
"Tentu saja, kau mencari Joe?"
"Tidak, untuk apa saya mencarinya," jawabku sambil menatap keluar kaca mobil.
"Lalu kemana Bimo?"
"Saya tadi menyuruhnya membeli mie ayam untuk makan siang, Saya sudah meninggalkan pesan pada Riani untuk memberitahunya kalau tuan sudah menjemput saya pulang ."
Tuan Arga hanya menganggukkan kepalanya pelan, matanya fokus menatap jalanan yang ramai kendaraan berlalu-lalang.
Setelah sampai di rumah, aku memilih beberapa setel pakaian yang akan ku bawa, juga menyiapkan pakaian milik tuan Arga.
"Bawa lingerie milikmu yang berwarna hitam," ucap tuan Arga sambil menyerahkan koper berukuran besar padaku.
"Untuk apa?" tanyaku heran. Sepenting itukah sampai-sampai aku harus membawa lingerie dengan warna kesukaannya.
"Aku sedang tidak membuka sesi tanya jawab, jadi jangan bertanya, karena aku tidak akan menjawab."
Aku enggan menanggapi penyakit langganannya, kalau dia sudah meluncurkan jurus-jurus andalannya, aku tidak akan pernah menang berdebat dengannya.
Usai menata semua barang yang harus kami bawa untuk persiapan beberapa hari kedepan, aku melihat tuan Arga duduk bersandar di sofa favoritnya.
"Apa kau biasanya mabuk perjalanan?" tanya tuan Arga saat aku mendudukkan pantat bahenolku di tepi tempat tidur.
"Tidak," jawabku singkat.
"Kau pernah naik pesawat?"
"Belum."
"Hah, kampungan!"
Apa? kau bertanya hanya untuk meledekku, kau memang suka sekali membuatku kesal atau mencari gara-gara denganku, menjengkelkan.
"Kemarilah," ujar tuan Arga sambil melambaikan tangan menyuruhku mendekat.
"Ada apa?"
"Hmm." Dia hanya berdehem, tidak menjawab.
Aku menyeret kakiku yang terasa berat untuk memenuhi panggilan sang mulia raja.
"Duduklah disini," ucapnya sambil menepuk sofa di sampingnya. Aku menuruti tanpa berkata apapun.
"Kenapa rambutmu jelek seperti ini?" Dia memegang rambutku dengan ujung jarinya.
"Ini bukan jelek, Tuan. Tapi unik," jawabku asal, tapi memang benar, rambut keriting seperti ini kan unik, tidak semua wanita memilikinya.
"Hahaha, ini jelek, bukan unik." Dia tertawa sambil menggulung rambutku dengan jari telunjuknya.
"Biasanya wanita suka rambut yang lurus, seperti kebanyakan dari mereka datang ke salon untuk meluruskan rambut yang bergelombang atau keriting jelek seperti milikmu ini." Dia mengatakannya tanpa sensor, sama sekali tidak berperasaan.
"Saya menyukai rambut saya, tidak harus seperti milik orang lain, karena yang Tuhan berikan pasti yang terbaik," ujarku.
"Begitukah?"
"Tentu saja, saya ingin menjadi diri saya sendiri, untuk apa saya meluruskan rambut, untuk membuat orang lain senang? Hahaha, saya bukan orang seperti itu, Tuan." Aku mengutarakan dengan jelas alasanku.
Tuan Arga tidak membantah, dia hanya menganggukkan kepalanya, jarinya masih terus menggulung rambutku berkali-kali.
Awas saja kalau rambutku sampai rontok atau kusut, kau harus bertanggung jawab menyisirnya. Gumamku kesal.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung ...
semoga suka, sama kayak novel othor yg lainnya,,,,
🥰🥰🥰🥰
.justru klo hamil nanti Arga JD makin sayang
.walopun mulutnya Kdng sesuka
hati nya ..kamu hidup dalam kemewahan kok