NovelToon NovelToon
Di Bawah Aturan Suami Baruku

Di Bawah Aturan Suami Baruku

Status: sedang berlangsung
Genre:Dokter / Selingkuh / Crazy Rich/Konglomerat / Konflik etika
Popularitas:6k
Nilai: 5
Nama Author: Ziafan01

Saat Shima lyra senja seorang dokter berbakat di rumah sakit ternama, menemukan suaminya berselingkuh dengan sahabatnya sendiri, dunianya hancur seketika.
Pengkhianatan itu tidak hanya merenggut pernikahannya, tapi juga rumah, nama baik, dan tempat untuk pulang.
Di titik terendah hidupnya, ia menerima tawaran tak masuk akal datang dari Arru Vance CEO miliarder dingin dengan aturan yang tidak bisa dilanggar. Pernikahan kontrak, tanpa cinta, tanpa perasaan. Hanya ada aturan.
Namun, semakin dekat ia dengan Arru, semakin ia sadar bahwa sisi dingin pria itu menyembunyikan rahasia berbahaya dan hati yang mampu merasakan semua yang selama ini ia rindukan.
Ketika pengkhianatan masa lalu kembali muncul dan skandal mengancam segalanya, Shima harus memilih: mengikuti aturan atau mempertaruhkan segalanya demi cinta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ziafan01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PERINGATAN PERTAMA

Shima menarik napas, menatap pasien sebentar, lalu menoleh keluar jendela ruang ICU. Matanya sejenak melayang, teringat pada kedua orang tuanya sendiri yang telah tiada, bahkan sebelum ia menyelesaikan pendidikannya menjadi dokter. Rasa rindu itu muncul begitu saja, disertai sedikit penyesalan dan haru yang tertahan.

Dengan cepat, Shima menutup wajahnya dengan telapak tangan, menahan air mata yang hampir jatuh. Ia berjalan ke wastafel, mencuci muka dan menenangkan diri. Air dingin dari keran seolah menyingkirkan sisa-sisa emosi yang menumpuk, tapi hatinya tetap berat.

Tanpa disadari, sebuah bayangan muncul di belakangnya. Suara langkah yang tenang, berat, namun tak mencolok. Shima menoleh perlahan dan menatap Arru, berdiri dengan rapi, wajahnya dingin seperti kaca, tapi matanya… matanya tetap tertuju padanya.

“Ayo pulang,” kata Arru, nada suaranya rendah, tegas, tapi lembut di telinga Shima. “Sudah cukup malam ini.”

Shima menelan ludah, masih menahan getaran emosi di dadanya. Ia menoleh sekali lagi pada pasien dan keluarganya, memberi senyum tipis.

“Baiklah,” jawab Shima pelan. Suara itu tenang, tapi hatinya berdebar kencang.

Arru mengulurkan tangannya, dan tanpa menunggu, Shima menggenggamnya. Sentuhan itu sederhana, tapi penuh arti. Arru menuntunnya keluar dari ruang ICU, melalui lorong rumah sakit yang sepi, menuju mobil mewah yang menunggu di depan. Lampu kota memantul di kaca mobil, menciptakan bayangan yang indah dan sepi hanya mereka berdua di dunia ini, sejenak.

Shima bersandar di bahu Arru, merasakan ketegangan dan lelahnya perlahan mencair oleh kehangatan yang hadir. Arru tetap diam, tangannya tetap di pinggang Shima, dingin tapi menenangkan. Keheningan itu berbicara lebih banyak daripada kata-kata, dan Shima sadar meski ini hanyalah pernikahan kontrak, ada sisi yang membuatnya merasa… aman, bahkan dimiliki.

Malam di mansion Vance terasa terlalu sunyi. Lampu kamar hanya menyisakan cahaya temaram. Shima berbaring di sisi ranjang, masih mengenakan pakaian rumah yang rapi, sementara sofa di sudut kamar tempat Arru seharusnya tidur kosong. Selimutnya terlipat rapi, seolah tak pernah disentuh.

Awalnya Shima mengira Arru hanya keluar sebentar. Namun detik berlalu, sunyi tetap menggantung.

Ponselnya tiba-tiba bergetar.

Satu notifikasi masuk.

Laura.

Jantung Shima berdegup lebih cepat saat jarinya gemetar membuka pesan itu. Layar ponsel menampilkan sebuah foto diambil dalam pencahayaan redup. Arya tertidur di samping Laura, tubuh mereka tertutup tipis oleh seprai, terlalu dekat untuk sekadar kebetulan. Tak ada kata-kata. Hanya satu emoji hati merah.

Cukup.

Itu sudah cukup untuk menghancurkan benteng yang sejak pagi ia bangun dengan susah payah.

Dada Shima terasa sesak. Napasnya tertahan di tenggorokan. Lima tahun bukan waktu yang singkat untuk sekadar dilupakan. Ia boleh berdiri tegak di hadapan Arya siang tadi, boleh bicara tegas dan menusuk, tapi malam selalu lebih jujur dari siang.

Air matanya jatuh tanpa suara.

“Bohong kalau aku bilang ini tidak sakit,” bisiknya lirih pada dirinya sendiri.

Ia mematikan layar ponsel, menekannya ke dada seolah bisa menahan rasa perih yang menjalar. Bahunya bergetar, tapi ia menggigit bibir, menahan isak agar tak lolos.

Lalu… ia sadar sesuatu.

Sofa itu tetap kosong.

Shima bangkit perlahan dari ranjang. Kakinya menyentuh lantai dingin, langkahnya pelan menyusuri kamar. Pandangannya beralih ke pintu kamar mandi kosong. Ke balkon tirainya bergoyang pelan, pintunya terbuka.

Arru tidak ada.

Entah kenapa, dada Shima terasa semakin berat.

Ia berdiri di tengah kamar mewah itu kamar yang terlalu besar untuk seseorang yang sedang patah hati. Untuk pertama kalinya sejak menikah, ia merasa benar-benar sendirian.

Di saat yang sama, jauh dari kamar itu, Arru berdiri di balkon luar mansion, punggungnya bersandar pada pagar besi hitam. Rokok di tangannya belum ia nyalakan. Matanya menatap gelap, rahangnya mengeras.

Tablet di tangannya masih menyala.

Rekaman CCTV. Wajah Shima. Tangis yang ia sembunyikan. Bahu yang bergetar.

Arru menutup layar itu perlahan.

Matanya gelap. Bukan marah melainkan dingin yang berbahaya.

“Dia menyakitimu lagi,” gumamnya pelan. “Dan dia tidak tahu… apa yang baru saja ia mulai.”

Pintu kamar terbuka perlahan.

Shima yang masih berdiri di dekat jendela tersentak kecil. Ia cepat-cepat mengusap pipinya, membelakangi pintu seolah hanya sedang menatap malam. Jantungnya berdebar bukan karena takut, tapi karena tak ingin terlihat rapuh.

Arru masuk dengan langkah tenang. Jasnya sudah dilepas, kemeja hitamnya digulung sampai siku. Wajahnya tetap dingin, seolah tak ada apa-apa yang terjadi malam ini.

“Kau belum tidur,” katanya datar.

Shima berdehem pelan. “Belum mengantuk.”

Arru tidak bertanya lebih jauh. Ia melangkah mendekat, mengambil selimut dari sofa, lalu tanpa izin, tanpa kata manis menyelimuti bahu Shima.

Gerakannya pelan. Hampir posesif.

“Kau kedinginan,” ucapnya singkat. Bukan pertanyaan.

Shima terdiam. Jemarinya refleks mencengkeram ujung selimut itu. Ia tidak menoleh, takut Arru akan melihat mata yang masih basah.

Arru berdiri sangat dekat di belakangnya. Terlalu dekat untuk sekadar formalitas kontrak. Tangannya terangkat, berhenti sejenak di udara, lalu akhirnya jatuh di punggung Shima bukan memeluk, hanya menahan. Seolah memastikan ia tidak runtuh.

“Apa pun yang kau lihat malam ini,” ucap Arru rendah, nadanya dingin namun penuh tekanan, “Tidak ada satu pun yang berhak membuatmu merasa lebih rendah.”

Shima menelan ludah. Dadanya terasa semakin sesak.

Arru menunduk sedikit, suaranya nyaris bisikan.

“Sekarang kau istriku. Dan tidak ada masa lalu yang boleh menyentuhmu lagi. Termasuk perasaan.”

Ia mundur selangkah, memberi jarak dingin, terkendali.

“Tidurlah,” katanya. “Aku di sini.”

Arru kembali ke sofa, duduk tanpa rebahan. Punggungnya tegak, mata menatap ke arah Shima menjaga, bukan menemani.

Shima akhirnya berbaring. Punggungnya menghadap Arru, air matanya jatuh ke bantal tanpa suara.

Namun untuk pertama kalinya malam itu…

ia tidak merasa sendirian.

Di ruang kerja pribadinya, jauh dari kamar, Arru berdiri menatap layar tabletnya. Nama Laura terpampang jelas, lengkap dengan riwayat pesan yang dikirimnya pada Shima.

Arru tidak marah. Ia terlalu tenang untuk itu. Sebuah panggilan keluar tersambung.

Laura menjawab dengan suara ceria yang dibuat-buat. “Selamat Malam Tuan Arru? Ada yang bisa…”

“Kau punya lima belas detik,” potong Arru dingin. “Dengarkan baik-baik.”

Laura terdiam.

“Apa pun yang kau kirimkan ke istriku malam ini,” lanjut Arru, suaranya rendah tapi tajam, “Aku anggap sebagai peringatan pertama.”

“Tuan Arru, saya hanya…”

“Kedua,” Arru memotong lagi, nada suaranya tetap datar, “aku tidak menyentuh reputasimu. Belum.”

Hening.

Arru melangkah mendekat ke jendela, menatap kota.

“Dan ketiga jika kau mengulangi ini, kariermu di dunia medis akan berakhir tanpa skandal. Tanpa drama. Tanpa ada yang tahu aku terlibat.”

Napas Laura terdengar tercekat.

“Kau ingin pria yang salah,” Arru menutup dengan dingin. “Dan kau menyakiti wanita yang salah.”

Panggilan terputus.

1
Wita S
kereennnn
Sweet Girl
Siram bensin terus aja...
Sweet Girl
Buat memelihara bangkai di rumah, Laura... mending dibuang aja.
Sweet Girl
Dan bakal kehilangan Dana segar Luuu pada...
Sweet Girl
Asyeeek... beli yang kau mau, Shima...
bikin mereka yg menyakiti melongo.
Sweet Girl
Tunggu tanggal mainnya duo penghianat.
ketawa aja kalian sekarang sepuasnya, sebelum ketawa itu hilang dr mulut kalian.
Sweet Girl
Nah Lu... kapok Lu... sekalian aja seluruh Penghuni rumah sakit denger...
Sweet Girl
Kelihatan sekali yaaaa klo kalian itu bersalah.
Sweet Girl
Ada Gondoruwo🤪
Sweet Girl
Kamu pikir, setelah kau rampas semua nya, Shima bakal gulung tikar...
OOO tentu tidak... dia bakal semakin kaya.
Sweet Girl
Masuklah sang Penguasa 🤣
Sweet Girl
Dan pilihan mu akan menghancurkan mu... ojok seneng disek...
Sweet Girl
Kamu yang berubah nya ugal ugalan Brooo
Sweet Girl
Ndak bahaya ta... pulang sendiri dengan nyetir mobil sendiri?
Sweet Girl
Kok ngulang Tor...???
Sweet Girl
Wes ora perlu ngomong, Ndak onok paedaheee.
Sweet Girl
Naaah gitu dong... semangat membongkar perselingkuhan Suami dan sahabat mu.
Sweet Girl
Musuh dalam selimut, iya.
Sweet Girl
Gayamu Ra... Ra... sok bener.
Sweet Girl
Kamu jangan kebanyakan mikir tho Syma...
mending bergerak, selidiki Arya sama Laura.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!