NovelToon NovelToon
Married To Mr. Killer

Married To Mr. Killer

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Nikahmuda
Popularitas:8.1k
Nilai: 5
Nama Author: muliyana setia reza

Intan Puspita Dewi (17) tidak pernah membayangkan masa mudanya akan berakhir di meja akad nikah. Lebih parah lagi, laki-laki yang menjabat tangan ayahnya adalah Argantara Ramadhan—dosen paling dingin, killer, dan ditakuti di kampus tempatnya baru saja diterima.

Sebuah perjodohan konyol memaksa mereka hidup dalam dua dunia. Di rumah, mereka adalah suami istri yang terikat janji suci namun saling membenci. Di kampus, mereka adalah dosen dan mahasiswi yang berpura-pura tak saling kenal.

"Jangan pernah berharap aku menganggap ini pernikahan sungguhan," ucap Arga dingin.

Namun, sekuat apa pun mereka menjaga rahasia, tembok pertahanan itu perlahan retak. Ketika benci mulai terkikis oleh rasa cemburu, dan dinginnya sikap perlahan mencair oleh perhatian, sanggupkah mereka menyangkal bahwa cinta telah hadir di antara skenario sandiwara ini?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon muliyana setia reza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Nostalgia yang Mengusik

Sabtu sore di apartemen Pavilion terasa cukup damai.

Argantara duduk santai di sofa ruang tengah dengan kaos polo abu-abu dan kacamata baca, memeriksa grafik saham di tabletnya. Di seberang ruangan, Intan duduk bersila di karpet bulu, memangku toples keripik sambil berselancar di media sosial.

Suasana tidak sedingin biasanya. Sejak insiden masak bersama, kecanggungan di antara mereka mulai mencair menjadi rutinitas domestik yang tenang.

Ting! Ting! Ting!

Ponsel Intan berbunyi bertubi-tubi, memecah ketenangan sore itu.

Intan meletakkan toples keripiknya, meraih ponsel dengan kening berkerut bingung. Namun sedetik kemudian, senyum lebar merekah di wajahnya. Jarinya mengetik balasan dengan cepat, sesekali ia terkikik geli.

Argantara menurunkan tabletnya sedikit. Ia melirik Intan dari balik kacamatanya.

"Ramai sekali notifikasinya," komentar Arga datar, tapi nada suaranya menyiratkan rasa ingin tahu. "Grup kelas?"

Intan menoleh, matanya masih berbinar antusias. "Bukan, Mas. Grup alumni SMA. Tiba-tiba pada ngajak reuni dadakan nanti malam. Katanya Raka baru balik dari Jepang, mau traktir anak-anak sekelas."

"Raka?" Arga mengulang nama itu. Alisnya naik sebelah. Nama laki-laki.

"Iya, ketua kelas kami dulu. Anaknya seru banget," Intan berdiri, merenggangkan badannya yang pegal. "Mas, saya izin keluar ya nanti malam? Acaranya jam tujuh di kafe daerah Kemang. Nggak lama kok, cuma makan malam."

Arga meletakkan tabletnya di meja. Wajahnya tidak marah, tapi berubah menjadi mode "waspada".

"Sama siapa saja?" tanyanya tenang.

"Ya sama anak-anak kelas 12 IPS 3 lah, Mas. Ramean kok," jawab Intan santai sambil berjalan menuju kamar untuk memilih baju.

"Laki-lakinya banyak?" pancing Arga lagi.

Intan berhenti di ambang pintu kamar tamu. Ia menoleh, menatap suaminya dengan tatapan geli.

"Mas Arga sensus penduduk? Ya banyak lah, Mas. Namanya juga satu kelas," jawab Intan sambil tertawa kecil. "Tenang aja, nggak bakal macem-macem. Kenapa? Mas takut saya diculik?"

"Saya takut kamu lupa waktu," elak Arga gengsi, padahal hatinya sedikit panas. "Ingat, status kamu sudah beda. Jangan bersikap seolah kamu masih gadis remaja yang bebas."

Intan mendengus pelan, tapi tidak membantah karena tahu ada benarnya. "Iya, Pak Dosen. Saya tau batasan kok."

"Saya antar," putus Arga tiba-tiba.

"Eh? Nggak usah, Mas. Saya naik taksi aja. Mas Arga kan pasti mau istirahat, lagian macet lho ke Kemang," tolak Intan, merasa tidak enak merepotkan.

"Saya sekalian mau cari buku di daerah sana," dusta Arga lancar. Ia bangkit dari sofa. "Daripada kamu pulang malam naik taksi sendirian, bahaya. Siap-siap sana. Jangan dandan lama-lama."

Intan menatap punggung suaminya yang berjalan ke kamar utama. Ada senyum tipis di bibir Intan.

"Dasar gengsian," gumamnya pelan, lalu masuk ke kamarnya dengan hati yang sedikit lebih ringan.

Satu jam kemudian, Intan keluar dari kamar.

Arga yang sudah menunggu di ruang tengah menoleh. Matanya terkunci pada sosok istrinya.

Intan mengenakan dress selutut berwarna sage green dengan potongan simpel namun manis. Rambut pendeknya ditata sedikit bergelombang (wavy), dan wajahnya dipoles make-up natural yang membuatnya terlihat segar.

Cantik. Sangat cantik.

Arga berdeham, menetralkan tenggorokannya yang tiba-tiba kering.

"Gimana, Mas? Oke nggak?" tanya Intan sambil mematut diri sekilas di cermin hias.

"Biasa saja," jawab Arga, berusaha terlihat cuek. "Tapi... itu nggak kedinginan? Bahunya agak terbuka."

Intan melihat lengannya. "Ini lengan pendek biasa, Mas. Nggak terbuka kok. Mas aja yang konservatif."

"Saya cuma mengingatkan. Di sana AC-nya mungkin dingin," Arga mengambil kunci mobil. "Bawa jaket atau cardigan."

"Ribet ah, ngerusak outfit," tolak Intan sambil menyambar tas kecilnya. "Udah yuk, keburu telat."

Arga menghela napas, mengalah. Ia berjalan mengikuti Intan, diam-diam menikmati pemandangan istrinya yang terlihat lebih "hidup" hari ini.

Di dalam mobil, suasana cukup cair. Musik radio diputar dengan volume sedang.

"Raka itu... dekat sama kamu dulu?" tanya Arga, berusaha terdengar seperti obrolan basa-basi, padahal ia benar-benar penasaran.

Intan yang sedang membalas chat menoleh. "Lumayan. Kami sebangku pas kelas 2. Sering ngerjain PR bareng, dihukum bareng. Bestie lah pokoknya."

"Bestie," ulang Arga dengan nada skeptis. "Hati-hati. Nggak ada persahabatan murni antara laki-laki dan perempuan, Intan. Salah satu pasti ada yang nyimpen rasa."

Intan tertawa renyah. "Teori dari mana itu? Mas Arga kebanyakan baca novel romantis ya? Raka itu udah kayak abang saya sendiri. Nggak mungkin baper."

"Kamu yang anggap abang. Dia belum tentu," gumam Arga pelan, nyaris tak terdengar.

"Mas ngomong apa?"

"Nggak. Saya cuma bilang, jaga jarak aman," Arga menoleh sekilas, menatap Intan serius. "Kamu istri saya. Walaupun teman-teman kamu nggak tau, tapi Tuhan dan saya tau."

Intan terdiam sejenak. Kalimat itu terdengar posesif, tapi tidak menyebalkan. Justru terdengar seperti... Arga peduli.

"Iya, Mas. Saya janji bakal jaga sikap," jawab Intan lembut. "Mas jangan khawatir."

Mobil Arga akhirnya berhenti di depan sebuah kafe rooftop yang ramai di Kemang.

"Nanti kalau sudah mau pulang, kabari. Jangan nunggu di pinggir jalan," pesan Arga saat Intan melepas sabuk pengaman.

"Siap, Bos," Intan tersenyum. "Mas hati-hati ya pulangnya. Jangan ngebut."

Intan turun dari mobil. Arga tidak langsung pergi. Ia menurunkan kaca jendela, memperhatikan istrinya berjalan menuju pintu masuk kafe.

Di sana, segerombolan anak muda sudah menunggu. Dan benar saja, seorang laki-laki jangkung berjaket denim yang Arga asumsikan sebagai Raka—langsung berteriak heboh.

"INTAN!!"

Intan melambai senang. Raka maju, dan mereka melakukan high-five akrab. Tidak ada pelukan mesra, tapi Raka menepuk puncak kepala Intan sekilas sambil tertawa, lalu menggiring Intan masuk ke kerumunan teman-teman lain.

Tangan Arga di setir mengetuk-ngetuk gelisah.

Tepukan di kepala itu. Sederhana, tapi intim. Arga saja belum pernah melakukan itu pada Intan.

Ada rasa tidak rela yang menyusup di dada Arga. Rasanya ia ingin turun, menggandeng tangan Intan, dan memperkenalkan diri sebagai suami. Tapi ia tahu itu tidak mungkin dilakukan sekarang.

"Sabar, Ga. Cuma teman," sugesti Arga pada dirinya sendiri, meski matanya menatap tajam ke arah Raka.

Arga menginjak gas perlahan, meninggalkan kafe itu dengan perasaan campur aduk.

Di dalam kafe, Intan duduk dikelilingi teman-teman lamanya. Tawa dan canda mengisi udara.

"Gila, Tan. Lo makin bening aja kuliah di Jakarta," puji Raka tulus sambil menuangkan es teh. "Mentang-mentang anak kota sekarang. Udah ada gandengan belum nih?"

Pertanyaan wajib saat reuni itu akhirnya keluar.

Intan tersenyum tipis, tangannya memegang gelas dingin itu erat-erat.

"Belum, Rak. Masih sibuk tugas," jawab Intan berbohong.

"Masa sih? Cewek secantik lo jomblo? Cowok Jakarta pada rabun apa gimana?" canda Raka, disambut tawa teman-teman yang lain. "Wah, tau gitu gue pepet dari dulu."

Semua orang tertawa, menganggap itu lelucon. Intan juga ikut tertawa, tapi tawanya terasa hambar.

Di tengah keramaian itu, Intan tiba-tiba merasa sepi. Ia melihat teman-temannya yang bebas membahas pacar atau gebetan. Sementara dia? Dia punya suami tampan yang baru saja mengantarnya, tapi dia harus menyembunyikannya seperti aib.

Intan melirik ponselnya di meja. Ia membuka ruang obrolan dengan Arga.

Intan:

Udah sampe. Rame banget di sini.

Hanya selang sepuluh detik, balasan masuk.

Mas Arga:

Oke. Jangan minum alkohol. Kalau si Raka mulai aneh-aneh, langsung telpon saya.

Intan tersenyum kecil membaca pesan protektif itu.

Ternyata, meski menyebalkan dan kaku, kehadiran Arga walau hanya lewat pesan singkat membuat Intan merasa lebih aman dibanding berada di tengah teman-temannya ini.

"Tan? Woy, senyum-senyum sendiri liat HP. Chat sama siapa lo?" tegur Raka kepo.

Intan buru-buru mematikan layar ponselnya.

"Bukan siapa-siapa. Dosen gue, nagih tugas," elak Intan.

"Dosen malem minggu nagih tugas? Galak bener," komentar Raka.

"Iya," gumam Intan dalam hati. Galak, tapi perhatian.

Malam itu, di tengah reuni yang meriah, Intan menyadari bahwa hatinya tidak lagi tertinggal di masa lalu. Hatinya sudah mulai nyaman berada di apartemen sepi bersama dosen galak itu.

Tonton iklan sebanyak-banyaknya ya 🥰

1
Miramira Kalapung
Suka banget sama cerita nya Thor, semoga cepat update yah🥰🥰
sarinah najwa
miris sekali hudupnu pak dosen 😅silahkan menikmati buah dari perbuatAnmu ..
Rian Moontero
lanjuuuttt👍👍😍
Sri Wahyuni
Luar biasa
☠ᵏᵋᶜᶟ𝕸y💞Putri𖣤​᭄
sukurin Arga....
makan tuh gengsi Segede gaban😄
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!