Tak pernah terbayangkan dalam hidup Selena Arunika (28), jika pernikahan yang ia bangun dengan penuh cinta selama tiga tahun ini, akhirnya runtuh karena sebuah pengkhianatan.
Erlan Ardana (31), pria yang ia harapkan bisa menjadi sandaran hatinya ternyata tega bermain api dibelakangnya. Rasa sakit dan amarah, akhirnya membuat Selena memutuskan untuk mengakhiri pernikahan mereka dan memilih hidup sendiri.
Tapi, bagaimana jika Tuhan mempermainkan hidup Selena? Tepat disaat Selena sudah tak berminat lagi untuk menjalin hubungan dengan siapapun, tiba-tiba pria dari masalalu Selena datang kembali dan menawarkan sejuta pengobat lara dan ketenangan untuk Selena.
Akankah Selena tetap pada pendiriannya yaitu menutup hati pada siapapun? atau justru Selena kembali goyah ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna_Ama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 32
Deg!
Suara berat itu terdengar jelas ditelinga Selena. Ia masih hapal betul suara siapa itu.
Itu adalah suara Bayu, ajudan papa Riza.
"Halo nona Selena.. Anda masih ada disana ?" suara Bayu kembali terdengar menyapanya.
Sontak saja, Selena langsung tersadar dari lamunan nya. Ia seketika menghela nafas lega, Selena pikir yang menelpon dirinya adalah Cakra.
Tapi, tidak mungkin juga pria itu menghubungi nya ? Untuk apa ? Menanyakan kabar ? Lima tahun lalu dia sendiri saja pergi tanpa pamit dengannya.
"Ini saya Bayu, non". Ujar Bayu lagi dari seberang telepon.
"Ah ya Bay, ada apa ? tumben telepon kemari enggak langsung ke papa?" Sahut Selena.
"Maaf nona jika saya menganggu waktu anda. Tapi, boleh kah saya meminta tolong?"
"Apa ?"
"Tolong bilang sama bapak ada meeting mendadak dengan pihak kementerian. Saya sudah coba hubungi nomor bapak beberapa kali tapi tidak aktif. Bisa nona Selena bilang sama bapak ?" Pinta Bayu dengan sopan
Selena terdiam sejenak, dahinya mengernyit sedikit kebingungan.
"Kenapa gak langsung jemput kesini saja Bay, papa juga lagi ada dirumah ?" Ujar Selena
"Saya sebenarnya bisa saja, nona Selena. Tapi pihak kementerian meminta papa Riza hadir segera. Mereka bilang waktunya cukup mepet, jadi saya diminta menyampaikan info ini secepatnya," jelas Bayu.
Mendengar itu, Selena menghela nafas pelan lalu mengangguk. "Ya sudah aku kasih tau papa sekarang".
"Terimakasih nona".
Selena tak menjawab, ia langsung mengakhiri sambungan telepon itu sepihak lalu beranjak dari duduknya dan bergegas melangkahkan kakinya keluar dari kamar dan mencari keberadaan papa Riza.
Selena mencoba mencari papa Riza di dapur, tempat mereka sempat mengobrol sebentar tadi. Tapi, papa Riza tak ada, bahkan mama Jana pun juga. Kemudian, Selena melangkahkan kakinya menuju ruang keluarga. Tapi nihil, disana juga tidak ada orang yang ia cari.
Sejenak Selena menghentikan langkah kakinya, mengedarkan pandangannya menatap sekeliling.
"Apa mereka udah tidur ya?" gumam Selena, tanpa pikir panjang ia bergegas melangkahkan kakinya menuju kamar papa Riza dan mama Jana.
Begitu sampai didepan kamar, Selena segera mengetuk pintu nya.
Tok...
Tok...
Tok...
"Ma.. Pa... Kalian ada didalam ?" seru Selena
"Ya Sel sebentar". Terdengar suara mama Jana menyahut. Dan, tak lama kemudian pintu kamar terbuka menampilkan mama Jana yang sudah bersiap hendak tidur.
"Sel, kamu belum tidur ?" tanya mama Jana menatap penampilan Selena yang belum berganti pakaian.
Selena menggeleng. "Belum ma. Papa dimana ?"
"Papa lagi dikamar mandi, kenapa?" Mama Jana balik bertanya
"Barusan Bayu telepon Selena, katanya papa suruh datang ke kantor. Ada meeting mendadak dengan pihak kementerian. Nomor papa gak bisa dihubungi. Bayu juga gak bisa jemput, katanya waktu nya mepet banget kalo harus bolak-balik, ma".Jelas Selena
Mama Jana yang mendengar itu, menghela nafas panjang lalu mengangguk paham.
"Ya udah biar mama yang kasih tau sama papa. Kamu buruan istirahat gih, muka nya udah capek banget begitu". Kata Mama Jana
"Makasih ya ma, kalo begitu Selena balik ke kamar lagi". Ujar Selena
Mama Jana mengangguk-anggukkan kepalanya. Setelah itu, Selena berbalik badan dan bergegas melangkahkan kakinya kembali ke kamar. Tepat saat itu, papa Riza baru saja keluar dari kamar mandi dan melihat istrinya berdiri diambang pintu.
"Ma... Mama ngapain disitu ?" seru papa Riza
Mama Jana sontak menoleh terkejut, ia segera berbalik badan dan berjalan masuk setelah Selena pergi. Tak lupa, ia juga menutup lagi pintu nya.
"Selena pah, baru aja Bayu kasih kabar kalo papa ada meeting dadakan di kantor kementerian..Nomor papa gak aktif juga katanya". Ujar Mama Jana menjelaskan
"Sekarang?"
Mama Jana mengangguk, "Iya katanya Bayu juga gak bisa jemput. Waktunya mepet. Papa buruan sana ganti baju terus berangkat. Takut ini meeting penting".
Papa Riza mengangguk patuh dan segera masuk kedalam ruang walk in closet untuk berganti pakaian.
.
.
...----------------...
Tempat lain, Rumah Sakit Sabda Husada.
Pagi sekali, Erlan sudah terlihat memasuki area rumah sakit dengan langkah pelan. Wajahnya tampak lelah, sedikit kusut seperti orang yang baru saja melewati malam panjang tanpa tidur.
Beberapa rekan sejawat yang kebetulan berpapasan dengannya hanya saling berbisik pelan. Sebagian tampak terkejut, sebagian lagi seolah tidak percaya pria itu akhirnya kembali.
Sudah hampir sebulan sejak kepergian Erlan tanpa kabar. Ia meninggalkan semua tanggung jawab begitu saja, termasuk jadwal operasinya yang kala itu menumpuk.
Kini, saat kembali, atmosfer rumah sakit seolah menatapnya dingin. Namun, tiba-tiba seseorang menegurnya dari arah ruang perawat.
“Dok...Dokter Erlan?”
Erlan menoleh. Mail, asisten perawat yang dulu selalu jadi tangan kanannya di ruang operasi, berdiri terpaku sambil memegang map pasien.
“Mail…”Sapa Erlan dengan suara yang terdengar rendah dan serak.
Mail dengan ragu berjalan mendekat, matanya memindai wajah Erlan dari atas ke bawah.
“Ya ampun, saya kira dokter udah...”Mail menahan kalimatnya, bingung ingin mengatakan apa. "Udah sebulan, Dok. Semua orang nyariin, RS sampai chaos waktu itu.”
Erlan mengangguk pelan. “Aku tahu, Mail. Aku tidak semestinya pergi tanpa pamit begitu saja”
Mail menarik napas panjang, lalu menepuk bahu Erlan perlahan.“Pak Direktur udah tahu dokter Erlan balik. Barusan beliau nyuruh saya buat cari dokter.”
“Direktur?”Cicit Erlan
“Iya, beliau minta dokter langsung ke ruangannya. Sekarang." Jawab Mail dengan suara yang terdengar antara khawatir dan canggung.
"Kayaknya beliau gak main-main kali ini, Dok.”Sambungnya
Erlan menggangguk pelan lalu menunduk. "Aku ngerti Mail, kalau begitu aku ke ruang direktur dulu".
"Iya dok hati-hati.".
Bergegas Erlan melangkahkan kakinya menuju ruangan Direktur yang berada dilantai dua.
Setibanya didepan pintu bertuliskan dr. Antonius Wijaya, Sp.PD-KKV, langkahnya sempat terhenti.
Ia menarik napas panjang lalu mengetuk pelan.
“Masuk,” terdengar suara berat dari dalam.
Begitu pintu dibuka, terlihat dr. Antonius sedang duduk di balik meja kerjanya, menatap langsung ke arah Erlan dengan wajah dingin.
“Duduk,”titah nya dengan tegas.
Erlan menurut dan tak banyak bicara.
“Dokter Erlan,” suara dr. Antonius terdengar tenang tapi tajam. “Saya tidak ingin basa-basi. Anda tahu berapa banyak laporan yang masuk ke meja saya gara-gara kepergianmu?”
Erlan hanya diam seraya mengepalkan kedua tangannya yang ada diatas pangkuan.
“Satu pasien meninggal dunia di tengah jadwal operasi, tim sempat menunggumu hampir satu jam. Keluarganya datang menuntut pertanggungjawaban. Dan tahukah kamu siapa yang mereka salahkan?". Tatapan dr. Antonius menatap Erlan dengan tajam. “Kita semua. Rumah sakit ini.”Bentak nya dengan suara yang begitu menggelegar.
Erlan semakin mengepalkan tangannya kuat-kuat. “Saya tahu, Dok. Saya—”
“Tidak perlu alasan.”Dr. Antonius memotong nya dengan cepat.“Kau seorang dokter, Erlan. Bukan anak magang yang bisa seenaknya pergi. Rumah sakit bukan tempat kabur dari masalah pribadi.”
Hening. Erlan tak bisa menyangkal. Semua kata-kata yang dilontarkan dr. Antonius terasa menampar dirinya tapi ia memang pantas mendapatkan itu.
Dr. Antonius bersandar di kursinya, menghela napas panjang seraya memijat pelan pelipis nya lalu kembali menatap kearah Erlan. “Mulai hari ini, status penugasan Anda di RS Sabda Husada saya cabut. Nama Anda juga akan kami masukkan ke daftar hitam internal rumah sakit.”Ucap nya dengan tatapan tajam.
“Silakan kembali ke Mentari Medika dan jelaskan semuanya pada direktur di sana. Saya tidak akan menutupi satu pun laporan.”
Erlan menunduk. “Baik, Dok...”
Hanya itu yang bisa keluar dari bibirnya. Ia lalu beranjak dari duduknya dan melangkah keluar.
“Dan, Dokter Erlan,” panggil dr. Antonius sebelum Erlan sempat melangkah pergi, “jika nanti Anda masih ingin disebut dokter, buktikan dengan tanggung jawab, bukan sekadar kata maaf.”
Erlan terdiam. Napasnya terasa tercekat ditenggorokan. Ia hanya mengangguk pelan, lalu melangkah keluar dari ruangan dengan langkah gontai.
.
.
.
Jangan lupa dukungannya gengss! Like, vote dan komen... Terimakasih 🎀🌹
seperti diriku jika masalah keungan tipis bahkan tak ada bayangan
Maka lampirku datang 🤣🤣🤣
dan sekarang datang