Lima tahun pernikahan Bella dan Ryan belum juga dikaruniai anak, membuat rumah tangga mereka diambang perceraian. Setelah gagal beberapa kali diam-diam Bella mengikuti proses kehamilan lewat insenminasi, dengan dokter sahabatnya.
Usaha Bella berhasil. Bella positif hamil. Tapi sang dokter meminta janin itu digugurkan. Bella menolak. dia ingin membuktikan pada suami dan mertuanya bahwa dia tidak mandul..
Namun, janin di dalam perut Bella adalah milik seorang Ceo dingin yang memutuskan memiliki anak tanpa pernikahan. Dia mengontrak rahim perempuan untuk melahirkan anaknya. Tapi, karena kelalaian Dokter Sherly, benih itu tertukar.
Bagaimanakah Bella mengahadapi masalah dalam rumah tangganya. Mana yang dipilihnya, bayi dalam kandungannnya atau rumah tangganya. Yuk! beri dukungungan pada penulis, untuk tetap berkarya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Linda Pransiska Manalu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ban 33. Bukti valid masa kecil Bella.
Penelusuran itu semakin menguatkan dugaan Pak Anwar, kalau Bella adalah putrinya. Tinggal melakukan test DNA untuk memastikannya.
'Jadi disinilah putrinya Ririn, menghabiskan masa kecilnya. Terpisah dari kedua orang tua dan saudaranya. Seperti apa perjuangan putrinya, saat berada disini. Dia pasti heran, bingung tidak mengerti kenapa dia tiba-tiba berada disini.
Sementara kedua orang tuanya juga berupaya menemukannya. Hari berganti minggu, bulan berganti tahun. Semua teka teki dirinya tidak terjawab sampai dia dewasa. Tentang siapakah dia, kenapa dia dibuang ke panti asuhan. Kenapa tidak ada yang mencarinya.
Tanpa sadar Dokter Anwar menitikkan air matanya. Terlebih, ketika Bu Asih menunjukkan foto Ririn semasa kecil.
Ya, persis! Sama denga anaknya Ririn ketika masih kecil. Juga dikuatkan dengan pakaian Ririn yang dipakainya malam itu.
Dokter Anwar menangis segugukan. Sampai tubuhnya melorot di lantai saking tidak mampu menahan emosinya.
"Ya, Tuhan! Ucapan syukur apa yang layak saya sampaikan padamu. Setelah bertahun-tahun kami mencarinya, akhirnya Engkau berir petunjuk pada kami. Terimakasih Tuhan!" tangis dokter Anwar tidak terbendung lagi.
Bu Asih juga shock! Tidak percaya! Akhirnya ada orang yang datang mencari Bella. Bukan untuk mengadopsinya. Tapi mengakui sebagai orang tuanya.
Bu Asih, dapat merasakan betapa berat perjuangan dokter Anwar menelusuri keberadaan putrinya. Akhirnya diberi petunjuk oleh Tuhan.
Sejak pertama kali bertemu Bella, Bu Asih memang sudah jatuh kasihan padanya. Tidurnya yang selalu diganggu mimpi-mimpi tentang ayah dan ibunya. Hampir setiap malam dia menangis memanggil ibunya dan ayahnya. Itulah sebabnya dia tidak pernah melepas Bella untuk diasuh keluarga lain.
Ternyata Bella adalah korban penculikan karena sakit hati pada orang tuannya. Memisahkannya dari kasih orang tuannya. Sungguh tega sekali"
"Pak, sudah Pak," Bu Asih yang juga turut menangis mengingatkan Dokter Anwar untuk bisa mengasai emosinya.Dokter Anwar memeluk boneka dan baju Bella yang dipakainya malam itu. Bu Asih memang sengaja menyimpan itu. Untuk menjadi kenangan untuknya. Tidak taunya menjadi sebuah petunjuk tentang siapa Bella yang sebenarnya.
Seyelah nisa menguasai emosinya, dokter Anwar berdiri. Dia tetap memeluk boneka dan baju Bella. Menatap fotonya waktu kecil.
"Maaf Bu, saya tidak bisa menahan emosi saya. Entah bagaimana reaksi istri dan anaknya saat mengetahui kalau Bella sudah ditemukan. Tentunya seperti dirinya.
"Saya akan bawa pakaian dan foto-foto ini."
"Iya, Pak silahkan. Tapi Pak, saya sudah lama kehilangan kontak dengan Bella. Dia tidak datang kemari lagi sejak dia menikah." ucap Bu Asih sedih.
"Saya sudah temukan, Bella, Bu. Dia telah menikah lagi dengan seorang pengusaha. Saya bertemu dengannya ketika baru -baru ini. Ketika dia pingsan, saya menemukan ada tanda lahir di bahunya. Itulah awal saya mencarinya kembali. Selama ini kami sudah pasrah. Tatapi Tuhan tunjukkan lagi harapan itu. Doa-doa kami terjawab seyelah lebih dari dua puluh tahun." tutur dokter Anwar, seraya berulang kali menghapus air matanya.
"Benar, Pak dokter, Bella memiliki tanda lahir di bahunya. Dulu saya mengira itu adalah memar karena terbentur sesuatu. Tapi tanda itu tidak menghilang setelah dia remaja.
"Tapi tadi Bapak menyebut Bella menikah lagi? Kenapa Ryan menceraikannya."
"Bella dituduh mandul, itulah sebabnya dia diceraikan. Tapi anehnya saat ini Bella tengah hamil. Saya juga sedikit bingung soal ini. Saya hanya fokus untuk memastikan kalau Bella adalah putri saya, Ririn. Dan bagaiamana menyampaikan hal ini padanya. Apalagi dia dalam kondisi hamil. Jangan sampai dia shock. Saya takut akan berpengaruh pada janinnya."
"Pak, tolong bawa saya pada Bella nanti. Saya sudah sangat merindukannya dan menganggapnya sebagai anak kandung saya."
"Iya, Bu, saya akan bawa Bella kemari. Karena sebenarnya ibulah orang tuanya. Saya sangat berterima kasih karena telah menjaga Ririn selama ini. Ibu layak disebut orang tuanya setelah kami.
"Terimakasih Pak. Saya akan menunggu kabar baik itu."
Pak Anwar kembali ke kota. Membawa segala bukti bahwa Bella adalah Ririn putri mereka. Tapi dia tidak boleh gegabah soal ini. Dia akan tetap melakukan test DNA seperti anjuran, Gavin.
Ah, aku tidak sabar lagi untuk mengabari Gavin. Kalau Bella adalah putriku, monolog Pak Anwar.
**
Malam itu, Gavin terlambat pulang lagi, karena kesibukannya di kantor. Ada masalah di kantor cabang yang menyita waktu dan perhatiannya.
Bik Nani yang membukakan pintu. Wajah lelahnya kentara sekali di wajah tampan itu. Gavin menyerahkan tas dan jasnya pada Bik Nani.
"Bella sudah tidur, Bi?" tanya Gavin seraya melonggarkan dasinya.
"Mungkin sudah, Nak. Tapi, sepertinya Non Bella malam ini nampak gelisah. Bolak-balik tadi Bibi lihat keluar dari kamar? Mungkin Nak Gavin pulang."
Gavin mengernyitkan dahinya. Sehingga kedua alisnya yang tebal bertaut. Menambah karismanya.
"Kenapa aku ditungguin. Jangan-jangan Bella sakit, Bi?"
" Gak mungkin, Nak Gavin. Tadi Non Bella baim-baik saja. Mungkin saja dia gelisah karena bawaan janin. Karena homon atau pikiran."
"Tadi Non Bella juga masak."
"Apa? Aduh, Bi, kenapa dibiarkan. Perut Bella sudah semakin besar, nanti terjadi apa-apa gimana.
"Bibi sudah melarang kok, tapi Non Bella gak mau. Lagian bibi takut terjadi sesuatu janinnya kelak kalau gak dituruti."
"Ah, Bibi, itu cuma mitos," Gavin mengibaskan tangannya. "Lain kali jangan Bibi ijinkan ya. Ntar Bella kecapean, bayinya protes di dalam perut, gimana?" hampir saja bi Nani terpingkal mendengar ucapan majikannya. Tapi bi Nani menahannya.
Sesayang itu dia pada Bella.
"Tapi, masakan Non Bella enak, bibi tadi sudah makan. Mungkin Bella ingin juga Nak Gavin mencicipinya. Makanya gelisah menunggu." goda Bi Nani.
"Oke, Bi, Gavin naik dulu mau lihat, Bella. Siapkan saja, Bi, hidangan di meja, Gavin nanti makan."
"Iya Nak Gavin." Bi Nani memandangi punggung Gavin, yang menaiki anak tangga satu persatu. Melewati kamarnya langsung ke kamar Bella.
Bi Nani akhirnya faham, kenapa mereka tidur terpisah. Ternyata Bella hanya sebagai ibu perantara untuk Gavin, supaya bisa memiliki anak. Entah bagaimana nantinya pernikahan mereka. Semoga saja Gavin benar-benar bisa menerima Bella jadi istrinya. Karena mereka memang sudah menikah.
Gavin membuka pintu kamar Bella yang tidak terkunci. Dia berjalan perlahan mendekati tempat tidur Bella. Takut Bella terjaga.
Dipandanginya wajah Bella yang tertidur lelap. Seraya memeluk guling. Gavin iri dengan guling itu. Membayangkan dia lah yang dipeluk, bukan guling. Gavin menunduk dan mencium kening Bella. Hampir saja dia khilaf ingin memagut bibir ranum itu. Tapi dia kasihan, takut Bella terjaga dari tidurnya.
Gavin berbalik mau ke kamarnya.
"Jangan! Jangan bawa dia. Ririn, jangan pergi!, Akh ...."
Gavin terkejut mendengar Bella mengigau. Ternyata Bella bermimpi buruk lagi. Sudah berapa kali Gavin mendengar Bella mengigau dalam mimpinya.
Ririn? Bella menyebut nama Ririn dalam mimpinya. Bukankah Ririn adalah nama anak Dokter Anwar yang hilang diculik?" ***