NovelToon NovelToon
"Blade Of Ashenlight"

"Blade Of Ashenlight"

Status: sedang berlangsung
Genre:Dunia Lain
Popularitas:512
Nilai: 5
Nama Author: stells

Di tanah Averland, sebuah kerajaan tua yang digerogoti perang saudara, legenda kuno tentang Blade of Ashenlight kembali mengguncang dunia. Pedang itu diyakini ditempa dari api bintang dan hanya bisa diangkat oleh mereka yang berani menanggung beban kebenaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon stells, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Di Balik Api

Malam itu, perkemahan Kaelith dipenuhi sorak-sorai meski kehilangan banyak prajurit. Api unggun menjulang, arak mengalir deras, tapi suasana lebih tegang daripada gembira.

Kaelith duduk di kursi kayu berukir tengkorak, sorot matanya tajam menembus kabut sisa pertempuran. Darius dipanggil masuk ke dalam tendanya.

“Jadi,” kata Kaelith, suaranya berat, “kau melihatnya. Api biru itu.”

Darius berdiri tegak, darah kering masih menempel di zirahnya. “Aku melihatnya. Ashenlight. Saudara yang pernah kukenal kini menyalakan obor bagi Hale.”

Kaelith tersenyum tipis. “Kau tampak tergetar. Apakah hatimu masih untuk Hale?”

Darius menatap lurus, tanpa ragu. “Hale sudah meninggalkanku. Yang kutemui tadi bukan lagi saudaraku… tapi musuhku.”

Kaelith mengamati wajahnya lama, lalu tertawa keras. “Bagus! Biarkan api merahmu melawan api birunya. Aku hanya perlu duduk, menonton, dan mengambil abu yang tersisa.”

Tapi di dalam hatinya, Darius tahu: Kaelith menganggapnya sekadar alat. Dan ia mulai muak.

 

Sementara itu, di hutan tempat mereka bertempur, pasukan Hale mendirikan kemah darurat.

Edrick duduk di depan api unggun, Ashenlight di pangkuannya. Pedang itu masih berkilau samar, seolah menolak padam.

Rowan datang, wajahnya keras. “Kita menang, tapi itu hanya barisan depan. Kaelith belum mengirim pasukan inti. Kalau kita terus maju, kita akan bertabrakan dengan badai.”

Edrick menunduk, jari-jarinya menggenggam erat gagang pedang. Dalam hatinya, bisikan itu kembali.

“Bara merah… dekat… lebih berbahaya dari Kaelith sendiri…”

Edrick mengerutkan kening, napasnya berat. Ia belum mengerti arti bisikan itu. Tapi bayangan Darius tiba-tiba muncul di pikirannya. Sesuatu di dalam dirinya tahu: perang ini bukan sekadar melawan Kaelith.

 

Selene mendekati Darius setelah ia keluar dari tenda Kaelith. “Kau takkan pernah jadi lebih dari sekadar tombak di tangannya. Kau tahu itu.”

Darius menatap api unggun, matanya berkilau merah samar. “Aku tahu. Karena itu aku harus memilih: tetap jadi bara kecil di tangannya… atau menyalakan apiku sendiri.”

Selene mendekat, suaranya hampir berbisik. “Kalau kau menyalakan api itu, banyak yang akan mengikutimu. Bahkan aku.”

Darius menoleh, menatap matanya dalam-dalam. “Maka bersiaplah. Karena saat bara ini berubah jadi nyala, tak ada yang bisa memadamkannya—termasuk Kaelith.”

 

Malam itu, dua saudara tidur di perkemahan yang berbeda.

Satu di timur, dipenuhi pasukan bayaran dan bisikan api merah.

Satu di barat, bersama prajurit Hale dan cahaya api biru.

Mereka belum bertemu, tapi masing-masing bisa merasakan kehadiran yang lain.

 

Malam larut di perkemahan Kaelith. Api unggun menyala, tapi tak semua prajurit duduk di sekelilingnya. Beberapa memilih mendekati tenda kecil di tepi, tempat Darius duduk diam, wajahnya setengah tersembunyi bayangan.

Selene berdiri di sampingnya, matanya mengawasi.

Salah satu prajurit berlutut setengah hati. “Kau berbeda dari Kaelith. Kau bertarung di barisan depan, berdarah bersama kami. Kau tak melihat kami sekadar perisai yang bisa dibuang.”

Darius menatap mereka, matanya memantulkan api merah samar.

“Kaelith adalah api yang hanya tahu menghanguskan. Ia akan membakar kita semua, termasuk kalian. Tapi aku… aku adalah api yang tahu kapan harus menyala, kapan harus membakar. Jika kalian ingin hidup, ikuti aku. Kalau tidak, tetaplah jadi abu di kaki Kaelith.”

Diam sejenak. Lalu satu demi satu, para prajurit menunduk. Selene tersenyum tipis—bara kecil itu mulai berubah menjadi nyala.

 

Di hutan barat, pasukan Hale masih bergerak. Edrick menunggang kuda di depan, Rowan di sisinya.

Mereka berhenti di sebuah lembah sempit. Bau busuk menusuk hidung. Puluhan mayat prajurit Kaelith tergeletak—tapi bukan karena pedang atau panah. Tubuh mereka hangus, seolah terbakar dari dalam.

Rowan mengernyit, menutupi hidung. “Ini bukan perbuatan kita. Apa yang—”

Edrick berjongkok, menatap bekas luka di tubuh mayat. Dagingnya menghitam, tapi tidak ada api yang menyentuh tanah di sekitarnya.

Ashenlight di punggungnya bergetar halus, dan bisikan kembali terdengar.

“Api merah… sudah tumbuh. Ia bukan lagi prajurit biasa. Ia adalah bara yang mencari hutan.”

Edrick menggenggam pedangnya erat, wajahnya mengeras. Dalam hatinya, ia tahu: ini bukan tangan Kaelith. Ini sesuatu… atau seseorang… yang lebih dekat dengannya.

 

Kaelith duduk di kursi kayunya, memandang peta yang dipenuhi garis perbatasan. Ia tidak tahu bahwa di luar tendanya, barisan prajuritnya mulai berbisik, membicarakan nama lain selain dirinya—nama Darius.

Selene masuk, menunduk dengan sopan. “Pasukanmu mulai melihat pemimpin lain.”

Kaelith mengangkat wajah, matanya menyipit. “Aku tahu. Dan aku ingin melihat sampai sejauh mana bara itu berani membesar.”

Ia tersenyum tipis, tapi dalam hatinya, Kaelith sadar: bara ini bisa menjadi api yang tak bisa ia kendalikan.

 

Di timur, Darius menyalakan nyala kecil, merebut hati prajurit satu per satu dari dalam pasukan Kaelith.

Di barat, Edrick menyadari bahwa musuhnya bukan hanya Kaelith—tapi sesuatu yang lahir dari darah Hale sendiri.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!