NovelToon NovelToon
SUAMI TAK PERNAH KENYANG

SUAMI TAK PERNAH KENYANG

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Angst / Suami Tak Berguna / Ibu Mertua Kejam / Pihak Ketiga
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Euis Setiawati

Judul: Suamiku Tak Pernah Kenyang
Genre: Drama Rumah Tangga | Realistis | Emosional

Laila Andini tak pernah membayangkan bahwa kehidupan rumah tangganya akan menjadi penjara tanpa pintu keluar. Menikah dengan Arfan Nugraha, pria mapan dan tampak bertanggung jawab di mata orang luar, ternyata justru menyeretnya ke dalam pusaran lelah yang tak berkesudahan.

Arfan bukan suami biasa. Ia memiliki hasrat yang tak terkendali—seakan Laila hanyalah tubuh, bukan hati, bukan jiwa, bukan manusia. Tiap malam adalah medan perang, bukan pelukan cinta. Tiap pagi dimulai dengan luka yang tak terlihat. Laila mencoba bertahan, karena “istri harus melayani suami,” begitu kata orang-orang.

Tapi sampai kapan perempuan harus diam demi mempertahankan rumah tangga yang hanya menguras

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Euis Setiawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

malam yang membelenggu

Arfan terbaring lemas di atas ranjang. Tubuhnya masih dibalut sisa keringat setelah berjam-jam tenggelam dalam pelukan dan gairah Bi Ratmi. Malam itu, entah karena efek bubuk yang dicampurkan Ratmi dalam minuman, atau karena hawa nafsu yang terlalu besar, ia tidak mampu menahan diri. Ia menikmati semua perlakuan Ratmi dengan penuh kenikmatan, meski di sudut hatinya ada perasaan bersalah yang terus menggigit seperti duri tajam.

Bi Ratmi berbaring di sampingnya, tersenyum puas, tangannya yang kasar namun hangat menyusuri dada bidang Arfan.

"Pak, rasanya luar biasa kan? Laila tidak bisa memberikan ini semua. Hanya saya yang bisa membuat bapak puas, sampai bapak lupa dunia," bisiknya manja, berbeda dengan kesehariannya yang tegas dan kaku sebagai pembantu rumah tangga.

Arfan menarik napas panjang, matanya memandang kosong ke langit-langit kamar. Ada sesal yang tak bisa ia ungkapkan.

"Bi, kenapa kamu terus menggoda aku? Aku… aku sebenarnya tidak mau begini. Aku takut semua ini akan terbongkar. Aku takut Laila kecewa dan membenciku. Dia tidak pantas menerima pengkhianatan ini," ucapnya dengan suara bergetar.

Ratmi terkekeh kecil, menempelkan tubuhnya ke Arfan, bahkan semakin merapatkan dada dan perutnya.

 "Pak Arfan, jangan terlalu banyak mikir. Malam ini milik kita. Kenapa bapak harus takut? Selama saya tidak buka mulut, tidak akan ada yang tahu. Lagipula… bapak juga menikmatinya kan? Wajah bapak jelas sekali tadi, bapak puas."

Arfan menutup mata. Memang benar, secara fisik ia puas. Ratmi memberikan sensasi yang tidak pernah ia dapatkan dari Laila, istrinya. Laila cenderung pasif di ranjang, harus diberi aba-aba, harus dituntun, sementara Ratmi justru garang, penuh inisiatif, dan bahkan lebih liar. Tetapi, apakah semua itu cukup untuk menghapus rasa bersalah yang kini menyesakkan dada?

Tangannya refleks meraih ponsel di meja samping. Ia melihat nama Laila terpampang di layar, ada pesan singkat masuk:

"Mas, aku tidak bisa tidur. Rasanya ingin cepat-cepat ketemu mas besok. Aku kangen banget. Semoga mas sehat-sehat ya di rumah."

Pesan itu membuat Arfan tersentak. Dadanya seolah ditusuk. Betapa tulus Laila menunggunya, betapa setia ia pada suaminya yang kini justru berselingkuh di belakangnya.

Air mata hampir jatuh dari sudut mata Arfan, tapi ia buru-buru mengusap wajahnya. Ia tidak mau Ratmi melihat kelemahannya. Namun Bi Ratmi sudah lebih dulu memperhatikan perubahan raut wajahnya.

"Kenapa pak? Gara-gara Bu Laila lagi? Jangan bilang bapak menyesal, karena jelas-jelas tadi bapak menikmati semuanya," ucap Ratmi, nada suaranya agak sinis.

Arfan bangkit duduk, memegang kepala yang terasa berat.

 "Bi… aku bingung. Aku benar-benar bingung. Kenapa aku bisa selemah ini? Kenapa aku biarkan diriku jatuh dalam dosa begini? Aku sayang Laila, tapi kenapa aku malah mengkhianati dia?!"

Ratmi ikut bangun, duduk di samping Arfan. Ia menyentuh bahu pria itu, menunduk, lalu menatapnya dalam-dalam.

 "Pak, bapak jangan menyesali sesuatu yang sudah terjadi. Semua orang butuh pelampiasan. Kalau Bu Laila tidak bisa memuaskan bapak, wajar kalau bapak mencari di tempat lain. Lagipula, saya bukan orang lain. Saya ada di rumah ini, saya tahu bapak, saya bisa jaga rahasia. Justru saya yang bisa membuat bapak bahagia."

Ucapan itu membuat Arfan terdiam. Ada benarnya, tetapi juga sangat salah. Ia tidak bisa menyangkal kalau kenikmatan itu nyata, tapi hatinya hancur ketika mengingat wajah Laila.

Malam semakin larut. Bi Ratmi kembali menarik tubuh Arfan untuk berbaring, menyelimuti mereka berdua. Arfan pasrah, meski pikirannya berkecamuk. Sesekali ia membayangkan bagaimana wajah Laila besok ketika pulang, apakah ia bisa menatap mata istrinya dengan jujur? Apakah ia mampu menyembunyikan semua ini?

Sementara itu, di rumah orang tuanya di kampung, Laila juga tidak bisa tidur. Ia sudah menyiapkan koper sejak sore, bahkan memeriksa ulang pakaian yang akan ia bawa. Malam itu, ia duduk di teras rumah sambil memandangi langit. Senyumnya tidak pernah lepas, meski matanya sembab karena terlalu banyak rindu.

"Aduh, besok akhirnya aku pulang. Ketemu lagi sama Mas Arfan. Semoga dia sehat, semoga rumah dalam keadaan baik-baik saja," gumamnya lirih.

Ibunya sempat keluar menghampirinya.

 "Nak, sudah malam, masuklah, besok kamu berangkat pagi-pagi sekali. Jangan kurang tidur."

Laila mengangguk sambil tersenyum.

"Iya bu. Aku cuma terlalu senang, rasanya besok terlalu lama menunggu."

Dalam hatinya, Laila sudah merencanakan banyak hal. Ia ingin memasak makanan kesukaan Arfan, ingin memanjakan suaminya, bahkan ia berpikir untuk mencoba lebih terbuka dalam urusan ranjang. Ia tahu Arfan sering tampak kecewa karena dirinya terlalu kaku, maka ia berjanji dalam hati untuk berubah.

"Aku akan jadi istri yang lebih baik. Aku ingin Mas bahagia," batinnya.

Betapa hancurnya hati Laila jika ia tahu pada saat itu, suami yang ia cintai justru tidur dalam pelukan pembantu rumah tangga mereka sendiri.

Malam itu, Arfan hampir tidak bisa tidur. Walaupun tubuhnya lelah setelah bercinta dua malam berturut-turut dengan Ratmi, pikirannya tidak bisa tenang. Jam di dinding menunjukan pukul tiga dini hari. Ratmi masih tertidur pulas, tangannya melingkar erat di pinggang Arfan.

Arfan menyingkirkan tangan itu perlahan, lalu turun dari ranjang. Ia menuju ruang tamu, duduk sendirian sambil merokok. Asap rokok memenuhi ruangan, matanya sayu, jantungnya terasa sesak.

"Ya Tuhan… kenapa aku selembar ini? Aku seharusnya jadi suami yang baik untuk Laila. Kenapa aku biarkan diriku jatuh ke dalam pelukan Ratmi? Dua malam berturut-turut pula…"

Ia memukul meja dengan kepalan tangan, menahan tangis. Tapi kemudian bayangan kenikmatan bersama Ratmi muncul lagi, membuatnya semakin kacau. Ia merasa terjebak antara dua dunia dunia nafsu dan dunia cinta.

Di balik pintu kamar, ternyata Ratmi terbangun. Ia melihat Arfan duduk sendirian di ruang tamu, lalu tersenyum licik. Dalam hatinya, ia sudah yakin: Pak Arfan tidak akan bisa lepas dari aku. Dia sudah merasakan tubuhku, dia akan selalu kembali, sekeras apapun dia menolak.

Fajar mulai merekah. Laila di kampung sudah bangun, bersiap dengan koper di tangan. Sementara Arfan masih terduduk di kursi ruang tamu dengan wajah kusut.

Bi Ratmi keluar kamar dengan daster tipis, pura-pura menguap, lalu menghampirinya.

"Pak, kenapa tidak tidur? Apa masih mikirin semalam?" tanyanya dengan nada menggoda.

Arfan menatapnya tajam, tapi tanpa kata. Ratmi hanya tersenyum manis, lalu membelai pipi Arfan.

"Sudahlah pak, jangan terlalu tegang. Nanti Bu Laila datang, bapak pura-pura saja tidak terjadi apa-apa. Saya akan diam, asal bapak juga jangan menjauh dari saya."

Arfan menepis tangannya.

"Bi, berhenti. Aku tidak mau lagi. Aku tidak bisa terus begini. Ini dosa besar."

Ratmi mendengus, tetapi ia tidak menunjukkan kekecewaannya terang-terangan. Ia justru semakin yakin kalau cara satu-satunya adalah terus mengikat Arfan dengan tubuhnya.

"Kita lihat nanti, Pak Arfan. Malam-malam berikutnya bapak pasti akan kembali mencariku," gumamnya dalam hati.

Dan tepat ketika matahari mulai naik, sebuah pesan masuk ke ponsel Arfan. Dari Laila:

"Mas, aku sudah naik bus. Siang ini aku sampai rumah. Tunggu aku ya sayang."

Arfan menelan ludah. Saat itu juga, ia sadar bahwa hari itu akan menjadi hari terberat dalam hidupnya.

1
Vanni Sr
ini laila ny terlalu bodoh sib klo kt aku mah ya, udh tiap mlm d gempur terus apa² d pendem, gada ketegsan jg, laki ny jg seenk ny sndri, crta ny kek yg udh² suami main sm pembatu. tnggl cari org but rawat ibu ny yg skit ini malah lama2 d kampung , mending dah pisah aja. krn g cm sekali berhubungn psti tuh mereka
Zoe Medrano
Aku yakin ceritamu bisa membuat banyak pembaca terhibur, semangat terus author!
Euis Setiawati: terimakasih ka....😍
total 1 replies
Mepica_Elano
Emosinya terasa begitu dalam dan nyata. 😢❤️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!