⛔ jangan plagiat ❗❗
This is my story version.
Budayakan follow author sebelum membaca.
Oke readers. jadi di balik cover ungu bergambar cewek dengan skateboard satu ini, menceritakan tentang kisah seorang anak perempuan bungsu yang cinta mati banget sama benda yang disebutkan diatas.
dia benar-benar suka, bahkan jagonya. anak perempuan kesayangan ayah yang diajarkan main begituan dari sekolah dasar cuy.
gak tanggung-tanggung, kalo udah main kadang bikin ikut pusing satu keluarga, terutama Abang laki-lakinya yang gak suka hobi bermasalah itu.
mereka kakak-adik tukang ribut, terutama si adik yang selalu saja menjadi biang kerok.
tapi siapa sangka, perjalanan hidup bodoh mereka ternyata memiliki banyak kelucuan tersendiri bahkan plot twist yang tidak terduga.
salah satunya dimana si adik pernah nemenin temen ceweknya ketemuan sama seseorang cowok di kampus seberang sekolah saat masih jam pelajaran.
kerennya dia ini selalu hoki dan lolos dari hukuman.
_Let's read it all here✨✨
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daisyazkzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
•Tolong?•
"Kamu berangkat pagi-pagi lagi?"
Rujing mengangguk dengan penampilan rapi, kacamata ala anak pintar andalan, jangan lupa tas bahu besar berisi penuh buku ring.
Zyle menatap lemas sambil berbaring berantakan di ranjangnya. "rajin banget.... memangnya seru ikut organisasi kampus?"
"tentu. Karena menurut penelitian mahasiswi yang lebih aktif-"
"ah, cukup. Sana berangkat." potong Zyle jengkel.
"Yasudah. Selamat tinggal. Jangan lupa bereskan kasurmu yang kelihatan seperti sarang burung itu." ucap Rujing sebelum keluar pintu.
Zyle masih bergelung seperti cangkang siput. Sama sekali tidak bersemangat melakukan sesuatu. Gara-gara kelakuannya sendiri kemarin.
Pertama, soal Najinu. Kedua, bagaimana dengan Devano? Apakah dia juga marah? Apakah dia akan mendiamkannya di kelas nanti? Tak mungkin bukan? Seorang dosen kan harus profesional.
Berkali-kali Zyle menyebut dirinya bodoh, egois, selalu seenaknya sendiri. Kalau dipikir-pikir, dari dulu memang Devano yang selalu mengalah dan memaklumi dirinya, jadi kali ini Zyle ingin minta maaf tapi malu.
mau bagaimana lagi, tinggal menunggu pukul sembilan.
"ya, aku siap." ucap gadis itu mantap. Berdiri dengan langkah tegap di depan pintu kelas.
Jam menunjukkan pukul sembilan kurang lima menit. Kali ini Zyle berjanji tidak akan terlambat lagi.
sambil menarik nafas, ia melangkah masuk. Seperti biasa Devano sudah duduk di depan, namun tidak memandangnya sama sekali.
Zyle agak kecewa. tapi Devano kelihatan sedang sibuk memilah kertas-kertas.
begitu jarum panjang pas di angka dua belas, Devano berdiri, pembukaan biasa, lalu mengajar materi. Kali ini ada tugas yang harus dipresentasikan dengan kelompok. Dia menyalakan proyektor untuk menunjukkan contoh.
ketika layar putih itu berubah menjadi tampilan isi laptop Devano, tanpa sengaja dia mengklik file berisi fotonya yang sedang berpose di sebelah seorang perempuan.
sontak Zyle meluruskan punggung, terkejut sekaligus bertanya-tanya. Masalahnya mereka berdua kelihatan akrab dengan pose foto lucu yang bahkan Zyle tidak pernah melihat Devano seperti itu.
Si perempuan jelas cantik, tersenyum lebar sambil memegang ice cream pelangi, dan di sebelahnya Devano juga sama.
Sempat berisik satu kelas. Beberapa mahasiswa berbisik-bisik sebelum akhirnya Devano terkekeh geli sambil meminta maaf, salah membuka file.
Disitu, Zyle semakin penasaran. Reaksi Devano juga seolah salah tingkah. Apa jangan-jangan dia yang dimaksud dengan...Ah, Zyle semakin badmood.
Padahal Zyle sendiri juga terus ditatap Najinu dari bangku samping yang berjarak sekitar dua meter. Cowok itu lebih penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi antara Devano dan gadis itu.
semua seakan berbelit. Rumit.
"baik, silahkan dipilih anggota untuk kelompok. Maksimal tujuh orang, sertakan nama kalian." tukas sang dosen di akhir.
Semuanya bubar begitu Devano keluar lebih awal kali ini. Karena ada pengumpulan anggota, semua mahasiswa dan mahasiswi dilarang pergi dulu.
Masing-masing mencari anggota mereka. Terutama dua cewek tukang bawel, yang langganan bertanya pada si dosen muda berkedok cari perhatian.
Entah kenapa kelompok cewek-cewek itu sinis sekali melihat kearah Zyle, namun anehnya mereka mendadak duduk di depannya dan asal bilang kalau Zyle ada di kelompok mereka termasuk Najinu yang juga dipaksa.
"Kau masuk ke kelompok ini. Aku Ketuanya, sini nomor mu. aku mau buat grup." ujar Soran, cewek berambut pendek yang sering dicatok bergelombang dengan pakaian berwarna terang.
Zyle tak asing lagi dengan kelakuan semena-mena ini. makanya gadis itu berdiri, sama sekali tidak mengacuhkan ucapan Soran.
Zyle segera berlari kecil sampai di koridor, diikuti Soran yang meneriakinya.
"Hei dasar tidak sopan!!"
"hei cewek bodoh!! berhenti disana!!!"
Zyle terus berlari, ia benci dengan orang-orang seperti Soran, yang terus memaksa.
Sampai akhirnya Zyle mendapati di hadapannya ada sesosok tubuh tinggi bidang keluar dari ruangan lab, ia tak berpikir lagi, langsung bersembunyi di belakang tubuh itu setelah berbisik, "sebentar!"
Soran berhenti, menatap sang wajah sang pemilik tubuh.
"Kenapa kamu mengejarnya?"
Zyle terhenyak mendengar suara Devano. Pantas aroma kemeja berbau harum ini serasa tak asing. Perlahan ia melepas genggamannya, takut.
Devano berbalik, ganti menatap Zyle. "apa yang terjadi?" dia bertanya.
Soran menjawab duluan, "dia tidak mau mengerjakan tugas bersama pak."
"Mengapa, Zyle? Kamu mau nilainya saya kosongkan? kamu pikir kuliah ini main-main?" kata Devano tegas.
Soran tersenyum puas. Meskipun sebenarnya bukan itu yang terjadi. Tapi, melihat ekspresi Devano dan mengingat tak ada lagi orang untuk membuat kelompok, Zyle terpaksa menurut.
cewek pembohong itu pergi dengan wajah puas setelah mendapatkan nomor Zyle.
"Sial..." Zyle bergumam sendiri. Kejadian barusan itu membuatnya urung meminta maaf pada Devano. Mukanya jadi seram..
Sambil mulai menjalankan roda skateboard nya di area kampus, Zyle melamun dalam perjalanan ke asrama.
Sampai ia ditegur Rujing di depan pintu asramanya. "Hei Zyle!! Yang disana naik skateboard!"
"Rujing, kenapa kamu diluar? Tas besar apa itu?" Dahi Zyle mengernyit melihat penampilan Rujing lagi.
"Zyle, aku mengajukan cuti kuliah."
"cuti? Kenapa??" tanya Zyle bingung.
"Ada masalah keluarga. Yah, mungkin cuma sementara. Jadi, aku pamit ya. Jaga diri baik-baik, jangan lupa makan teratur." Rujing mengatakan itu sambil memeluk sepintas Zyle yang berdiri terpaku. Kemudian dia tersenyum dan mulai pergi begitu saja.
Zyle tak bisa berkata-kata, sama sekali. Lidahnya seolah tercekat memikirkan bagaimana nasibnya tanpa Rujing.
perlahan, Zyle mulai sadar, bahwa rasa ketergantungan nya pada seseorang mungkin tidak selamanya berakhir baik. lihat saja Ren, sang kakak yang dulu menjadi tempat bersandar Zyle.
Rujing pun pergi. Dan sekarang Zyle tinggal menunjukkan ekspresi merana tanpa dihibur siapapun.
Setiap kali ada sesuatu yang sulit, ia meminta tolong Rujing, kecerewetan Rujing terus mengontrol dirinya setiap saat, namun ternyata Zyle malah merasa bergantung pada itu semua, terlanjur nyaman.
***