(Area orang dewasa🌶️)
Hidup Viola Amaral berubah drastis ketika sebuah kontrak mengikatnya pada kehidupan seorang jenderal berpengaruh. Bukan pernikahan impian, melainkan perjanjian rahasia yang mengasingkannya dari dunia luar. Di tengah kesepian dan tuntutan peran yang harus ia mainkan, benih-benih perasaan tak terduga mulai tumbuh. Namun, bisakah ia mempercayai hati seorang pria yang terbiasa dengan kekuasaan dan rahasia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon medusa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 33
...Waktu bergulir begitu cepat, tak terasa lima bulan telah berlalu. Kehidupan Viola di mansion nyaris tak berubah, namun ada gejolak tersembunyi di dalam hatinya. Perlahan, ia mulai terbiasa dengan sikap dingin Revan. Bahkan, tanpa disadarinya, benih-benih cinta mulai tumbuh untuk pria yang selalu memperlakukannya dengan acuh tak acuh itu. Hari ini, di akhir pekan yang tenang, Viola memutuskan untuk mengunjungi ibunya di panti asuhan....
"Viola! Kamu datang, Nak!" sambut Nyonya Adelia dengan senyum merekah saat melihat putrinya melangkah masuk ke dalam panti asuhan yang sederhana namun penuh kehangatan.
"Apa kabar, Ma?" sapa Viola lembut, mencium tangan ibunya dengan penuh kasih sayang.
"Mama baik-baik saja, Sayang. Kamu sendiri bagaimana?" tanya Nyonya Adelia, menatap wajah cantik putrinya yang tampak semakin berseri.
"Baik, Ma," jawab Viola, senyumnya merekah namun sedikit tersipu.
...Melihat tingkah putrinya yang berbeda, dahi Nyonya Adelia sedikit berkerut, menyimpan pertanyaan. Namun, belum sempat ia bertanya, suasana riuh rendah tiba-tiba memecah keheningan. Enam orang anak panti berlarian menghampiri mereka, langsung memeluk Viola dengan erat....
"Kakak!" seru salah satu anak kecil, mendongak menatap Viola dengan mata bulat berbinar-binar penuh semangat.
"Hmm... Kakak tahu, kalian pasti sudah tidak sabar menunggu hadiah dari Kakak, kan?" tebak Viola sambil tersenyum jahil, yang langsung disambut anggukan heboh dari anak-anak itu.
"Hah..." Viola pura-pura menghela napas panjang dan memasang wajah sedih, membuat raut wajah anak-anak itu ikut berubah menjadi murung. "Maaf ya, Adik-adikku..." ucap Viola membuat anak-anak itu semakin penasaran.
"Tidak apa-apa, Kakak," ucap salah satu anak dengan polos, mencoba memahami raut wajah sedih Viola, diikuti anggukan serempak dari teman-temannya yang lain.
"Emm... tapi sepertinya ada yang Kakak lupakan," kata Viola sambil tersenyum misterius. Ia kemudian merogoh tas besarnya dan mengeluarkan sebuah bungkusan berwarna cerah berukuran cukup besar.
"TADAAAA!" seru Viola riang, memperlihatkan kado istimewa itu kepada mereka semua.
"Horeeee!" sorak anak-anak itu dengan riang gembira, melompat-lompat kecil penuh semangat. Mata mereka berbinar-binar menatap hadiah yang ada di tangan Viola.
"Sabar ya, Adik-adik sayang," ucap Viola lembut sambil tersenyum melihat antusiasme mereka.
...Dengan hati-hati, ia mulai membuka bungkusan kado tersebut, hingga akhirnya tampaklah sebuah mainan mobil remote control berbentuk excavator berwarna kuning cerah. Viola mengangkat mainan itu, memperlihatkannya kepada anak-anak yang langsung terpukau....
"Waaaah... Kakak! Mobilnya keren sekali!" puji salah satu anak dengan mata berbinar-binar, sudah tidak sabar ingin menyentuhnya.
"Ini hadiah untuk kalian semua. Ingat, harus berbagi dan bermain bersama ya? Kalau kalian semua patuh dan tidak berebutan, nanti Kakak belikan mobil balap remote control yang lebih keren lagi dari ini! Bagaimana, setuju?" tanya Viola sambil mengedipkan mata.
"SETUJUUUU, KAKAK!" jawab mereka serempak dengan sorak sorai penuh semangat, wajah-wajah kecil mereka berseri-seri membayangkan mobil balap impian.
"Nah, sekarang bawa mainan keren ini dan bermainlah di taman. Ingat, hanya di taman sekitar sini ya, tidak boleh melewati pintu pagar!" pesan Viola sambil menyerahkan mobil excavator itu kepada salah satu anak laki-laki yang paling antusias.
"Siap, Kakak!" serunya riang sambil merebut mainan itu dari tangan Viola, lalu dengan semangat mengajak teman-temannya yang lain untuk segera keluar.
...Setelah anak-anak itu menghilang di balik pintu, Nyonya Adelia menggerakkan kursi rodanya mendekati Viola yang masih tersenyum lebar, menikmati pemandangan riuh rendah anak-anak yang asyik bermain dengan hadiah barunya di taman hijau....
"Sayang," panggil Nyonya Adelia lembut, menyentuh lembut lengan putrinya.
"Eh, Mama!" Viola tersentak kecil, segera mengalihkan pandangannya dan berjongkok di samping kursi roda ibunya.
"Ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu, Sayang?" tanya Nyonya Adelia dengan penuh pengertian, tatapannya lembut namun menyelidik, seolah mampu membaca gejolak hati putrinya.
"Begini, Ma..." Viola tampak ragu, kata-kata seolah tercekat di tenggorokannya. Ia menggigit bibir bawahnya, lalu memberanikan diri menatap mata ibunya lekat-lekat.
"Aku... aku jatuh cinta, Ma," akhirnya ucapnya lirih, mengungkapkan rahasia yang selama ini ia simpan rapat.
"Jatuh cinta?" Nyonya Adelia terkejut, alisnya terangkat. Kecemasan langsung menyeruak di hatinya. "Kepada siapa, Nak? Kamu... kamu kan sudah menikah."
"Itu... pada Revan, suamiku," jawab Viola pelan, menahan rasa malu yang membuat kedua pipinya merona merah. Ia menundukkan kepalanya, tak berani menatap reaksi ibunya.
"Astaga, Nak! Kamu hampir membuat jantung Mama berhenti berdetak!" seru Nyonya Adelia sambil menghela napas lega, menyadari kesalahpahaman awal. Raut wajah paniknya perlahan berubah menjadi senyuman lembut.
"Memangnya kenapa, Ma? Apa... apa tidak boleh?" tanya Viola dengan nada lirih, wajahnya yang tadi merona kini tampak sedikit murung.
Nyonya Adelia meraih pipi putrinya, mengusapnya dengan lembut penuh kasih sayang. "Tentu saja boleh, Sayang. Justru itu bagus sekali. Dia kan suamimu," jelas Nyonya Adelia dengan senyum yang menenangkan.
"Tapi... aku takut, Ma," bisik Viola lirih, raut wajahnya kembali diliputi keraguan.
"Takut kenapa, Sayang?" tanya Nyonya Adelia lembut, menatap putrinya dengan penuh perhatian.
Viola menghela napas panjang, lalu bangkit berdiri. Ia menundukkan kepalanya, tatapannya menerawang ke lantai. "Mama tahu sendiri bagaimana pernikahan ini terjadi... semua karena paksaan. Aku takut... aku sangat takut kalau Revan akan menolak perasaanku," jawab Viola dengan nada putus asa.
"Kamu belum mencoba, kan? Jangan menyerah sebelum berperang, Sayang. Cobalah untuk merebut hatinya. Ingat, kamu istrinya, dan kamu berhak sepenuhnya atas dirinya," ucap Nyonya Adelia dengan nada penuh semangat, mencoba menanamkan keyakinan dalam diri putrinya.
"Benar kata Mama... lagipula, aku memang belum benar-benar mencoba," gumam Viola dalam hati, sebuah tekad mulai tumbuh dalam benaknya.
"Baik, Ma. Terima kasih banyak!" seru Viola sambil memeluk ibunya erat, kehangatan dan dukungan sang ibu memberinya semangat baru.
...Dalam hatinya, Viola berjanji akan berusaha sekuat tenaga untuk merebut hati Revan, bagaimanapun caranya. Mereka adalah suami istri, terlepas dari bagaimana pernikahan itu dimulai. Viola menyimpan harapan besar bahwa suatu hari nanti, ia akan mampu mengubah pandangan Revan terhadap dirinya....
(Bersambung)
