Setan apa yang telah merasuki suamiku. Dengan teganya ia bermain dibelakangku. Terlebih didalam kamar yang sering aku dan suamiku memadu kasih.
Aku buka perlahan knop pintu itu. Dan untungnya tidak terkunci. Perlahan aku melangkah. Namun aku dikejutkan dengan dua sosok manusia yang sedang berada dalam satu selimut. Aku mendekat. Aku tarik rambut perempuan itu. Tak peduli ia merasakan kesakitan atas perlakuanku.
Dan sejak saat itu. Aku Ajeng Shafanina akan membalaskan atas luka yang mereka torehkan kedalam hatiku. Dan aku akan buktikan bahwa aku pun bisa tanpanya. Tanpa seorang Yudha Mahardika, suami yang tak tau diri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faza Nihaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gelisah
Ajeng melambaikan tangannya didepan wajah Luthfan, karena Luthfan menatap kosong dan seperti tidak bersemangat.
"Luthfan! Pak, Pak Luthfan?" ujar Ajeng membuat Luthfan terkesiap.
"Pak Luthfan gak papa kan?" tanya Ajeng ia memanggil dengan sebutan bapak lagi.
"Ehh iya gak papa." jawab Luthfan sambil menggaruk lehernya yang tak gatal.
Retno yang memang peka, ia pun mengerti dengan ekspresi lelaki dihadapannya.
"Kalau begitu aku permisi dulu, maaf ada urusan." kata Luthfan. "Mari bu." katanya pada Retno yang menganggukkan kepalanya.
"Kamu udah kenal lama sama dia?" tanya Retno setelah Luthfan tak terlihat dari pandangan.
"Lumayan lama sih, Memangnya kenapa bu?" tanya Ajeng sambil meneguk minuman.
"Kamu gak curiga sama dia?"
"Curiga kenapa sih? Ibu nih ada-ada saja." kekeh Ajeng. "Dia orangnya baik kok."
"Bukan itu maksud ibu."
"Terus?"
"Maksud ibu ya.... Kamu ada filling gak sih kalau dia itu suka sama kamu?" tanya Retno menatap wajah sang menantu. Lebih tepatnya mantan menantu.
"Ahh mana mungkin lah bu, Aku tau diri, aku ini siapa." jawab Ajeng.
"Ehh gak boleh gitu, kamu itu cantik, pintar, keibuan, pasti banyak yang suka sama kamu."
"Aku ... belum memikirkan hal itu! Udah ah bu, kita jalan lagi yuk, Qeera pasti nungguin neneknya." papar Ajeng tersenyum.
"Yaudah ayo." ajak Retno.
Ajeng membayar makanan itu, setelahnya merekapun keluar dan langsung naik kedalam mobil, melesat meniggalkan resto itu.
"Makasih, udah ditraktir. Tadinya ibu yang mau bayar." ujar Retno sambil sesekali menoleh pada Ajeng karena ia sedang menyetir.
Dan akhirnya mobil pun tiba didepan rumah Ajeng. Dan tentu langsung disambut sang putri tercinta dengan pengasuh yang selalu ada di belakangnya
"Bunda." pekik Qeera sambil berlari dan langsung menghambur ke pelukan bundanya.
"Lihat, siapa yang datang." kata Ajeng.
Retno pun turun dan menatap gadis kecil yang kini sudah semakin besar.
"Nenek." pekiknya, lalu menghambur ke pelukan sang Nenek.
"Sayang, cucuku, apa kabar?" tanya Retno duduk dan terus menciuminya dan memeluknya dengan erat.
"Ayo kita masuk dulu, kita bicara didalam." kata Ajeng. "Sus, tolong buatkan minum ya untuk ibu." titah Ajeng.
"Baik bu." jawab pengasuh menunduk sopan.
"Nenek, kenapa baru kesini lagi? Aku kangen sama Nenek." ujar Qeera dengan lirih.
"Iya, maafin Nenek ya, karena Nenek harus ngurusin Eyang, karena Eyang gak boleh ditinggal lama karena lagi sakit." papar Retno sambil membelai rambut sang cucu.
"Emang sakit apa Nek?" tanya Qeera.
"kata dokter sudah komplikasi. Maklum karena mungkin sudah tua." kata Retno.
Minuman pun datang dan langsung di taruh diatas meja. Lantas pengasuh itu balik lagi kedapur.
"Oh iya bun, tadi Om Abian kesini, abis main sama aku. Sebentar ya aku mau ambil mainan pemberian Om Abian dulu." kata anak itu dan bangkit mengambil mainan.
Lantas, Qeera membawa mainan itu. "Taraaaa... Banyak kan bun?"
Ajeng menoleh dan tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.
"Om Abian itu siapa sayang?" tanya Retno menatap manik mata indah yang dimiliki sang cucu tersebut.
"Pokoknya Om Abian itu orangnya sangat baik Nek. Aku juga pernah meminta Om Abian untuk jadi ayah aku, tapi kata bunda gak boleh bicara seperti itu." Kata Qeera menundukkan kepalanya.
Retno menoleh pada Ajeng meminta penjelasan apa Qeera sudah tau akan perceraian mereka berdua. Dan Ajeng pun manganggukkan kepalanya.
Lagi Retno matanya kembali berembun, tak kuasa melihat sang cucu harus menjadi korban perpisahan kedua orangtuanya.
Mereka bertiga terus berbicara mengenai apa saja, hingga tak terasa cuaca sudah semakin gelap. Lalu setelahnya mereka bertiga melaksanakan sholat maghrib berjamaah dirumah.
Ajeng kembali kedapur untuk membuat makan malam nanti. Retno juga menyusulnya. Sementara Qeera belajar mengaji dengan pengasuhnya.
"Sepertinya ... Ibu harus kerumah Yudha sekarang juga." ujar Retno berdiri disamping Ajeng yang sedang memotong bahan sayuran untuk dimasak.
"Makan malam dulu aja disini bu, kalau ibu mau nginap sini aja, dan besok pagi baru kerumah Mas Yudha." papar Ajeng.
"Makasih Nak, tapi ibu udah gak sabar pengen ketemu siapa sih istri barunya?"
"Memangnya ibu gak tau? Dia kan mantannya Mas Yudha yang bikin gagal Move On." kata Ajeng mencoba tenang, karena ia kini sedikit terusik lagi dengan masalahnya dulu.
"Mana ibu tau! Yudha tuh gak pernah mengenalkan seorang perempuan manapun sama ibu, kecuali kamu Ajeng."
"Yasudah, ibu pergi dulu ya, maaf sudah merepotkan." kata Retno. Lantas ia berjalan ke pintu depan.
Lalu mencari Qeera untuk pamitan.
"Sayang, Nenek pergi dulu ya, ada urusan sebentar," kata Retno sambil mencium pucuk kepalanya.
Retno keluar dan naik kedalam mobil tentu diantar oleh Ajeng dan juga Qeera sampai teras.
"Hati-hati Nek." kata Qeera sambil melambaikan tangannya yang dibalas lambaian tangan juga oleh Retno di balik pintu mobil.
Ibu dan anak itu pun masuk. Sementara Retno melajukan mobilnya untuk menemui Yudha dirumahnya.
***
Abian pulang dari kantor dan disambut sang ayah didepan pintu.
"Bagaimana kabar hari ini mengenai perusahaan?" tanya Rasyid. Lalu Abian menggantikan Ezhar untuk mendorong kursi roda yang diduduki sang ayah dan masuk kedalam rumah.
Abian pun duduk sambil melepaskan sepatunya.
"Alhamdulillaahh semua sudah clear ayah, dan besok hasil sidang putusan Yudha dan Herman yang akan dipenjara yang entah akan berapa tahun." papar Abian.
"Syukurlah kalau begitu, tapi ... Kenapa ekspresi wajah kamu terlihat tak bersemangat sekali?" tanya Rasyid menautkan kedua Alisnya.
"Entahlah ayah, apa aku harus jujur sama ayah kalau aku ... " ujar Abian menunduk
"Ayah paham, kamu sedang jatuh cinta kan?"
Abian mendongakkan kepalanya menatap wajah yang sudah mulai keriput itu lalu menganggukkan kepalanya.
"Lantas apa yang membuatmu bersedih? Harusnya ceria kalau sedang jatuh cinta." tanya Rasyid.
"Aku gak tau harus dengan cara apalagi untuk deketin dia, aku sudah menyatakan perasaanku sama dia, tapi sama sekali tak direspon." jelas Abian tak bersemangat.
"Hey, Anak ayah jangan patah semangat gitu dong, yakinlah kalau dia itu akan membalas cinta kamu, asal kamu sungguh-sungguh berjuang untuknya, kasih dia kepercayaan kalau kamu itu tulus mencintainya. Dan jangan pernah mengecewakan dia." papar Rasyid.
"Tapi bagaimana caranya?" tanya Abian bingung.
"Kalian harus me time berdua, cari tempat yang romantis, yang membuatnya suka dan terkesan dengan tempat itu." ujar sang ayah.
Abian tersenyum dan merangkul ayahnya. "Makasih ayah, ayah selalu mengerti dan tau keinginanku. Aku sayang ayah." kata Abian.
"Ayah juga sayang kamu." kata Rasyid.
Mereka berdua terus memeluk dengan kasih sayang masing-masing.
'Kalau saja kamu tau, anakmu sudah dewasa dan sudah merasakan jatuh cinta, apa kamu akan bahagia juga? Kurasa tidak. Karena kamu memilih lelaki itu daripada kita, keluargamu.' ucap Rasyid dalam hati mengingat sang mantan istri yang kini sudah bahagia dengan lelaki lain.
***
Retno pun tiba di kediaman rumah Yudha, ia langsung turun dan memencet bel pagar rumah.
Hendra pun dengan sigap melangkah dan membuka pagar itu.
"Nyonya?" sapa Hendra sedikit terkejut karena sudah sangat lama Retno tak berkunjung kesana, sekalinya berkunjung, malah malam-malam begini.
"Mari masuk nyonya." kaya Hendra mengangguk sopan dan dibalas senyuman oleh Retno.
"Kamu awet banget ya kerja disini? Betah?" tanya Retno.
"Ya betah gak betah Nyonya, karena saya juga butuh uang." kekeh Hendra.
"Pasti kalau majikannya Ajeng baru betah kan?" tanya Retno.
Hendra pun terkesiap. "Nyonya sudah tau?" tanyanya.
"Ya, dan saya kesini mau ketemu anak saya dengan istri barunya." kata Retno sambil melangkah dengan cepat dan mengetuk pintu.
"Duuhhh gimana ini, apa Nyonya belum tau ya soal Pak Yudha dipenjara." gumam Hendra menatap cemas pada wanita paruh baya itu yang terus mengetuk pintu karena belum dibuka juga.
y nma jua lg kesel y bu..
nasib yudha jd apes setelah pisah sma
istri ...
kmu lambat..quien jua suka sma kmu ..
bersukur sdh lepas dri suami mu...