BELUM MELEWATI PROSES RE-WRITE🙏
Apa jadinya jika ternyata CEO menyebalkan dan kamu fikir gila itu, ternyata adalah teman dekatmu saat masa putih abu. Dia pula yang selama ini menunggu jawaban atas perasaanya.
Humaira Khairunisa seorang gadis, bukan dari kalangan jetset, yang bekerja di perusahaan milik Alvian Jihad, gadis itu tak tau jika Alvian adalah Jihad temannya dulu. Lalu bagaimanakah kisah mereka selanjutnya, apa yang akan terjadi jika keduanya dipertemukan sebagai bos dan bawahan ?
"Pak Alvian ?! rasanya pengen gue santet aja tuh orang ! belum ketemu aja gue udah tau kalo nih orang titisan pemimpin Nazi ! apalagi kalo ketemu, minta di cincang pake kapaknya Wiro sableng ! lama lama gue bakar juga nih kantor !"
Seulas senyum terbit dari laki laki yang tak sengaja mendengar omelan karyawannya itu,
"Apa kabar loe Ca? masih t
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Itu namanya ngelamar peakk !
Otak ini seharusnya dipanaskan di bawah teriknya mentari siang, entah di atas kompor yang tengah membara. Mendadak otak seencer susu jadi membatu. Ica memang bar bar, usil, tapi jika soal beginian ia benar benar nol besar.
Jihad datang dari arah belakang Ica dan mengetuk kepala pacarnya ini,
"Tukk !"
"Mamah nanya kapan orang rumah ada waktu, " ucap Jihad berbicara dengan menopang sikutnya di kepala sofa yang diduduki Ica hingga wajahnya hanya berjarak beberapa centi saja dari wajah Ica, sejurus kemudian bibirnya mengecup pipi kiri Ica tanpa ijin. Tante Vivi tersenyum melihat putranya yang mencolong ciuman di pipi Ica. Hanya dengan Ica, Jihad begini.
Jika bukan di depan tante Vivi mungkin tangan Ica sudah menoyor jidat lelaki ini yang seenaknya bersikap. Kalau bukan takut di cap sebagai calon menantu durhakim, mungkin ia sudah menampar lelakinya ini.
"Tiap hari mereka ada ko tante, tapi kalo mau ketemu mereka, baiknya setelah maghrib. Soalnya baru pulang kandang, " jawab Ica.
Tante Vivi tertawa kecil mendengar jawaban Ica yang kosa katanya selalu bercampur dengan candaan.
"Hari minggu gini juga ada, soalnya pada libur, tapi maaf kalo rumah Ica jelek tante.." jujurnya sambil menunduk.
"Kalo gitu kenapa ga minta Jihad buat renovasi rumah kamu, masa rumah orang, apartemen orang,.dia buat tapi rumah pacarnya dia biarkan, " jawab tante Vivi.
"Hah??!! engga engga tante, Ica ga senekat itu buat kasbon gede gede, yang ada gaji Ica nanti abis ga bersisa tiap bulannya, dipake buat bangun rumah, " tolak keras Ica. Tante Vivi kembali tertawa melihat kepolosan Ica, tak ada kepura puraan dalam mata gadis ini. Biasanya jika gadis dengan pacar CEO, pastilah ada sesuatu yang sudah ia dapatkan, entah itu belanja setiap bulan, unit apartemen ataupun berlian. Jangankan mendapatkan sesuatu, otak Ica tidak sampai sana rupanya, dengan masih memikirkan uang gajinya yang akan dipotong setiap bulannya.
"Kalau begitu, malam ini ikut makan malam sama kami ya, " ajak tante Vivi.
Ica menoleh pada Jihad yang memberi jawaban dengan anggukan.
"Boleh sii tante, kalo ga repotin ! Ica makannya banyak loh tante, " jawab Ica.
"Ga apa apa, insyaallah mau kamu habis satu bakul nasi pun kami ada," jawab tante Vivi.
"Masuk tagihan ga tante?" tanya Ica.
"Masuk !" ucap ibu Jihad yang langsung terkikik melihat wajah terkejut Ica.
"Engga lah ! tante cuma bercanda, " lanjutnya.
Bisa gila Ica jika tiap hari harus merasa deg degan begini, makan di depan keluarga Jihad, kaya lagi makan sambil ditodong pistol.
Jika biasanya di rumah Ica makan dengan lahap dan tanpa beban, bahkan bisa makan dengan tangannya yang satu suapannya saja setara dengan porsi badak, lain halnya disini, bukan rasa lapar yang ia pikirkan, tapi poin yang paling penting adalah adab makan yang benar, untung saja disini tidak disediakan pisau, garpu, dan sendok yang beragam seperti di film film kerajaan, jika iya... mungkin sebelum kesini Ica harusnya menghafal jenis jenis sendok. Secara yang ia tau hanyalah sendok makan, sendok teh dan sendok tembok.
"Katanya makannya banyak, tapi ko cuma satu centong saja? kalo gini nanti Jihad bisa irit ngasih uang beras, " ujar tante Vivi.
"Uhuukk !!" Ica terbatuk dengan segera Jihad memberikan segelas air minum milik Ica, sedangkan Jian sudah tertawa dari tadi. Ia tau Ica seperti apa, karena dulu pernah menghabiskan waktu dengan gadis ini. Lalu lihatlah gadis di hadapannya sekarang sudah seperti kucing rumahan yang dipasangi baju sedemikian rupa di depan ibu dan ayahnya.
"Ka Ica, santai aja. Ga usah kaya lagi interview kerjaan !" goda Jian.
"Uang beras?" tanya Ica.
"Iya, padahal papah bukan karyawan bank loh !" goda ayah Jihad, masih saja mengingat kejadian lampau. Ica kikuk dibuatnya.
"Kalo menurut mamah sudah cocok ya sudah papah ikut, "
Ica menoleh pada Jihad dengan menautkan alisnya, menanyakan maksud ucapan ibu dan ayahnya Jihad.
**************
"Sorry ga bilang sama kamu sebelumnya, usiaku sudah 26 tahun dan 2 bulan lagi menginjak 27 tahun. Mamah sama papah sudah menyuruhku untuk menikah. Apalagi papah mendengar Milo yang sudah melamar Kara, mamah sempet niat menjodohkanku sama anak beberapa kenalannya termasuk Juwita, tapi kutolak. Juwita pun menolak karena ia sudah memiliki Rayhan. Aku bilang sama mamah, kalo aku sudah punya pilihan sendiri. Mamah minta saat pulang ke Indonesia untuk membawa calonku ke rumah."
"Kamu gila ?! kenapa ga ngomong dulu ?" tanya Ica. Keduanya sedang bicara di depan kolam renang.
"Aku udah nunggu kamu 7 tahun !" jawab Jihad.
"Bukan waktunya untukku, untuk main main, apa harus menunggu umurku kepala 3 atau 4, atau menungguku kembali dikenalkan dengan orang lain?" tanya Jihad.
"Sekarang atau nanti pilihanku tetep kamu, bakwan !"
"Aku, belum siap bee. Apa jadinya kalo aku melangkahi bang Galih ?" tanya Ica.
"Apa memang harus berurutan, atau aku harus carikan dulu Galih jodoh ?" tanya Jihad.
"Aku belum bilang sama mamah sama ayah ataupun keluarga di rumah tentang ini, "
Tak ada kelakar atau candaan seperti biasanya dalam obrolan seserius ini. Bukan karena bersama Jihad, Ica pusing. Tapi pasal menyatukan 2 keluarga yang benar benar berbeda kebiasaan. Menikah bukan hanya menyatukan 2 orang saja bukan.
"Apa keluargamu ga malu punya besan kaya keluargaku?" tanya Ica.
"Ko ngomongnya jadi gini, " Jihad mengerutkan keningnya beberapa lipatan. Jujur saja Ica minder, apa kata orang orang nanti, apa tidak akan menjadi gunjingan bagi keluarga Jihad ?
"Oke, aku bakal ngomong sama ayah dan yang lain. Setelah mereka bilang iya, maka aku bakalan kasih kabar, kapan keluargamu bisa bertandang ke rumahku, " jawab Ica.
Jihad memeluk Ica, "makasih, "
***********************
"Ayah, mamah.." Sepulangnya Jihad, Ica kebingungan hendak bicara, ia sampai berulang kali menggaruk kulit kepalanya yang tidak gatal.
Melihat ibu dan ayahnya yang sedang memadu kasih di teras depan seperti habibie ainun, membuat Ica menghampiri keduanya. Ica sudah berganti posisi duduk, bagaimana pun posisinya, seakan tak ada yang cocok untuk Ica.
"Kamu kenapa? sakit perut? ambeien? atau nahan lapar?" tanya mamah.
"Bukan ih, "
Galih ikut bergabung, 2 lajang ini tak pernah membiarkan pasangan uwu uwu pada jamannya ini romantis romantisan tanpa gangguan dari kedua anak lajangnya.
"Loe ga bisa diem apa ? duduk udah kaya orang s4ng3 aja !" sarkas Galih.
"Sat ! kalo ngomong tuh pake saringan ! udah kaya ember bolong aja deresss !!" jawab Ica.
"Minta uang ?" tanya ayah mengeluarkan receh ungu dari saku kaosnya, tak urung membuat Ica dan Galih saling berebut jika pasal uang.
"Bukan itu, tapi...."
"Keluarga Jihad mau datang kesini," cicit Ica.
"Hah ??!" bukan ayah dan ibunya yang terkejut, tapi Galih dan kedua kaka lainnya yang baru saja mendengar dari arah dalam.
"Ngapain ?!"
"Tadi Ica ada main ke rumahnya, terus katanya kapan mereka bisa main ke rumah, ketemu ayah sama mamah, mau kenal keluarga Ica, "
"Itu mah namanya mau ngelamar peakk !" jawab Galih.
"Gue boga adek oon kebangetan, " kekeh Riski.
"Gimana ceritanya, ini rumah kita malu maluin ga sih ?" ka Novi meneliti sekeliling rumahnya, keluarga yang terkenal karena keabsurdannya dan kepercaya diriannya ini mendadak tak pede.
"Emang rumah kenapa?" tanya mamah.
"Perlu gelar karpet merah ga sih ?" tanya Riski.
"Atau perlu pake upacara adat ?" tanya teh Mira.
"Idih kaya mau kedatangan keluarga kerajaan aja, " jawab Ica.
"Datang saja, kita sambut dengan kesederhanaan kita. Jangan ada yang dibuat buat, " jawab Ayah.
"Hahahaha !" tiba tiba tawa Riski pecah.
"Kayanya ada yang mau dilangkahin, " tawanya.
"Njirr !!!! jadi entar gue doang yang jomblo ?!"
"Makanya, apa gue bilang, ngapain loe minta pindah dari kamar tengah, dibilangin ga caya ! tuh kamar ampuh buat jomblo biar cepet kawin !" jawab Riski.
"Najis gue ! yang ada gue jajan lont3 di luar !" jawab Galih.
"Jadi gimana? kapan bisa, biar Ica kasih kabar ?!" tanya Ica.
"Gue tanya sama loe Cot, " ka Novi.
"Loe siap buat nikah ? nikah itu bukan untuk main main, loe siap konsekuensinya menikah dengan seseorang seperti Jihad, loe harus bisa jaga jaga sikap, loe ga bisa sebebas sekarang dalam bertindak, jangan sampai bikin malu keluarga," diantara adik adiknya Ica lah yang paling Novi ragukan, dengan sifat kekanakannya, kepolosannya, sifat cuek dan tak perdulinya, juga Ica yang jarang bisa serius, sedikit banyaknya membuat Novi takut, pasalnya keluarga Jihad bukan keluarga sembarangan.
"Gue tau, gue emang keliatannya oon, tapi gue paham," ujar Ica sendu.
"Heran gue, si Jihad kaya kesirep sama Icot," tawa Galih.
"Kamvrettt ! gini gini gue gadis majalah sampul !" Ica mengusek usek kepala Galih dan memitingnya.
"Ya udah kerja bakti nih jadinya ?!" tanya Riski.
"Kaya mau nyambut royal kingdom tau ngga ?!" tawa Ica.
"Hahahahah pangeran mau dateng ke rumah upik abu, " jawab Galih.
"Sat !" Ica menendang kaki Galih yang balik menendangnya.
.
.
.
.
.