Kekejaman dan sifat arogan dari seorang pengusaha muda yang banyak digandrungi para wanita serta pebisnis karena perusahaannya yang mendunia tidak dapat diragukan lagi.
Meski kejam tapi dia memiliki wajah sangat tampan dan banyak uang.
Itulah yang membuat wanita berlomba mendapatkan perhatiaannya.
Namun tidak dengan seorang gadis pemiliki coffe shop seberang kantornya.
Jika para wanita berteriak memanggil namanya dan memujanya, maka gadis itu hanya diam saja dengan cueknya.
Hal itulah yang membuat pengusaha itu penasaran dengan si gadis yang cuek dan dingin itu.
Apakah pengusaha itu mampu mendapatkannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lijun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32
Seina terdiam dalam pikirannya tentang kejadian tadi. Suara wanita yang marah-marah tadi terdengar tidak asing baginya.
Jika di ingat-ingat dengan baik itu pasti suara dari sepupunya yang dulu sering menyiksanya hanya karena cemburu akan kasih sayang yang ibunya yang terbagi dengan Seina.
Istri pertama paman Leo nya sangat menyayanginya seperti anak sendiri. Bahkan sering membela dan melindunginya dari amarah dan kebencian anak juga suaminya yang mengakibatkan rasa benci itu juga timbul pada bibinya.
Saat Seina pergi dari rumah ia bahkan tidak mengatakan apapun pada bibinya yang sekarat dirumah sakit akibat struke.
Dan apa tadi pendengarannya tidak salah jika Naura mengatakan kalau dia calon istri dari pemuda dihadapannya ini. Bahkan suara wanita lain mengatakan kalau dia ibunya dengan nada yang kemah dan kesakitan.
Jika memang mereka wanita penting dalam hidup El kenapa dia meminta Jack untuk menyingkirkannya. Bukankah itu ibu dan calon istrinya.
Apa mungkin karena kehadirannya yang menyebabkan El jadi begini. Perang batin masih bergulat dalam diri Seina hingga membuatnya pusing.
"Seina ada apa? mana yang sakit? katakan?" cecar El.
"Menjauhlah" ucap Seina teramat dingin hingga membuat hati El sakit.
"Kenapa?"
"Aku tidak mau disebut sebagai pelakor atau apapun itu"
Seina bangkit dari duduknya bermaksud pergi, tapi El menahannya karena merasa penjelasan Seina kurang jelas. Ia bahkan tidak bisa berpikir jernih saat ini.
"Hey tunggu! jelaskan apa maksudmu?" El memegang tangan Seina.
Tapi dihempaskan oleh si pemilik tangan hingga tubuhnya yang mulai melemah hampir terhuyung jatuh jika El tidak menangkap dna mendekapnya.
"Lepas" berontak Seina lemah.
"Jelaskan dulu maksudmu baru aku lepaskan" paksa El.
"Kamu sudah punya calon istri, tidak pantas rasanya jika masih bersama wanita lain" ucap Seina masih dengan nada juga wajah dinginnya.
Ah sekarang El tahu, ternyata gadisnya ini salah paham toh. Haduh manisnya sampai dia harus diberi wajah dingin begini.
"Kamu salah paham Seina, aku nggak kenal mereka.."
"Kalau wanita yang tadi mukul kamu dia memang sering ngaku-ngaku sebagai calon istriku" ucap El menjelaskan semabari memeluk erat Seina yang masih berontak.
"Kau tahu! dia itu sepupuku anak pamanku" Seina menatap wajah El.
"Aku tahu bahkan dia pernah kesini sama Leo untuk kerja sama"
"Kamu terima?"
"Nggak"
"Kenapa?"
"Karena aku tahu motif dan tujuan Leo yang sebenarnya, mereka itu keluarga licik yang mengahalalkan segala cara untuk uang juga harta"
Seina menunduk mendengar ucapan El yang terasa menusul hatinya.Bukan karena dia juga bagian dari mereka hanya saja apa yang El katakan sudah terjadi pada orang tuanya yang merupakan harta kekayaan pertama mereka.
"Jangan sedih aku nggak suka lihat kamu murung gini" ucap El melihat wajah dingin Seina berubah sendu.
"Eh mau kemana?" tanya El saat Seina melangkah pergi.
"Kafe" ucapnya.
Lagi, El menghela napas sejenak karena kedinginan itu kembali lagi. Memang sulit meluluhkan gadis satu ini, sebentar luluh sebentar sulit digapai.
El harus berusaha lebih keras lagi untuk hal itu. Sikap Seina yang seakan menarik ulur emosinya malah semakin membuat El tertantang untuk menang.
"Diluar banyak laki-laki, yakin mau keluar dari sini" ucap El menakuti karena Seina memang belum pulih dari trauma sepenuhnya.
Sedangkan bertemu dengan Jack juga Rio saja Seina masih sedikit takut hingga pasang kuda-kuda akan menyerang dengan semua yang disekitarnya. Apa lagi kalau banyak pria dihadapannya langsung bisa-bisa dia jadi depresi akibat lonjakan tekanan batin yang berlebihan.
Seina menatap El dengan tajam juga dingin.
"Jangan menakutiku, aku tidak takut" ketusnya.
"Yakin!" kata El.
Saat Seina akan menjawab pintu tempat mereka berada terbuka dengan keras hingga mengagetkan mereka. Yang lebih mengagetkan lagi yang masuk itu seorang pria.
Seina langsung memeluk El sangat erat menyembunyikan wajahnya di dada El.
Senyum El tertahan karena masih ada Rio didepan pintu yang membelakangi mereka karena sudah mengganggu keromantisan bosnya.
"Ini obatnya bos" gugupnya takut kena marah.
"Bawa kesini" ucap El datar agar senyumnya tidak lepas akibat tingkah Seina.
Rio berbalik menatap bosnya dengan cengiran dan wajah sok polos. Ia mendekat menyerahkan obat itu lalu pergi.
"Rio"
Langkahnya terhenti dengan jantung yang berdebar. Rio menebak-nebak apa yang akan terjadi padanya sebentar lagi.
"I iya bos" sahutnya berbalik.
"Tunggu didepan" ucap El tanpa melihat Rii.
"Siap bos" ucap Rio semakin takut.
Setelah Rio keluar dari kamar itu, Seina masih saja menempel padanya bagai perangko yang sudha lengket pada suratnya.
"Katanya nggak takut" ucap El mendapat gelengan dari Seina.
"Kenapa peluk-peluk kalau nggak takut?" lanjutnya.
Seina mencubit pinggang El keras tapi tidak mempan sama sekali karena El tidak kesakitan. Malah dia tersenyum mendapat cubitan itu.
"Sini obati dulu pipinya"
El menarik Seina duduk lagi diatas ranjang dengan wajah Seina yang menunduk.
"Kenapa menunduk? angkat wajahnya" El menangkat wajah Seina menggunakan tangannya.
"Kok jadi merah semua mukanya?" tanya El pura-pura tidak tahu apa yang terjadi pada Seina.
"Ini yang sedikit bengkak tapi semua muka kamu merah, aneh demam ya" lanjutnya.
Seina memukul lengan El kuat
"Akh sakit lenganku putus" ucap El dramatis memgangi lengannya.
"Nggak lucu" ucap Seina ketus.
El menghentikan aksinya lalu mulai membuka obat ditangannya.
"Jelas dong nggak lucu namanya juga bukan pelawak" sahutnya santai.
Saat tangannya akan mengoleskan obat, Seina menahannya.
"Mau apa?" tanyanya melotot.
"Obatin pipi kamu, disini nggak ada kaca jadi diam aja" ucap El.
Seina melotot tidak suka mendengar ucapan El dan membiarkan pemuda itu mengobati pipinya. Toh juga yang menyebabkan pipinya sakit adalah pemuda itu jadi dia juga yang haris mengobati.
"Tunggu disini sebentar, aku keluar dulu selesaikan masalah diluar, nanti kita kekafe kamu" ucap El setelah selesai mengobati pipi Seina.
Gadis itu mengangguk saja tanpa berkata apapun lagi.
"Jangan kemana-mana" ucap El berdiri dan melangkah keluar ruangan.
Seina merebahkan tubuhnya yang lelah tapi bukan lelah bekerja melainkan lelah dengan semua kejadian yang terus menimpa dirinya.
Kapan hidupnya akan tenang dari semua masalah ini. Walaupun dia tahu setiap hidup pasti memiliki masalah masing-masing tapi dia merasa sudah terlalu lelah menghadapi semuanya sendiri.
Ponsel Seina bergetar tanda panggilan masuk yang ternyata dari Mila, teman sekaligus Managernya di kafe yang selalu siaga membantunya.
"Halo"
"Halo Seina kamu dimana? kapan datangnya? kok nggak muncul-muncul sih! aku udah khawatir tau" ucap Mila cepat layaknya raper.
"Hey pelan-pelan ngomongnya, sebentar lagi aku datang kalaupun mungkin jam makan siang" ucapnya kirang yakin juga tapi akan diusahakannya.
"Benar ya jam makan siang! aku tunggu loh"
"Iya udah dulu ya"
"Iya"
Sambungan terputus, Seina memejamkan matanya sejenak untuk menghilangkan pusing di kepalanya yang mulai mereda karena aroma tubuh El yang tertinggal dikasur.
"Apa dia sering tidur disini?" gumamnya.
Seina meraih bantal yang ada untuk dia pakai, semakin kuat pula wangi El disana yang malah semakin membuatnya tenang hingga tertidur pulas.