Amira wanita cantik itu, menatap suaminya dengan perasaan yang sulit di artikan. bagaimana tidak, dua tahun yang lalu, dia melepaskan kepergian Andika untuk bekerja ke kota, dengan harapan perekonomian rumah tangga mereka akan lebih mapan, keluar dari kemiskinan. tapi harapan itu hanyalah angan-angan kosong. suami yang begitu di cintanya, suami yang setiap malam selalu di ucapkan dalam sujudnya, telah mengkhianatinya, menusuknya tanpa berdarah. bagaimana Amira menghadapi pengkhianatan suaminya dengan seorang wanita yang tak lain adalah anak dari bos dimana tempat Andika bekerja? ikuti yuk lika-liku kehidupan Amira beserta buah hatinya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Baim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8
Amira menatap layar HP jadulnya, yang menghitam dengan perasaan sedih. Layar yang awalnya sudah retak, kini bertambah retak akibat terbentur lantai.
"Coba aku cas dulu, Insya Allah hidup lagi."
Amira mendekati meja kecilnya. HP yang tadi mati total, di cas nya. Layar yang terlihat hitam, menampakan baterai dengan daya yang kosong.
"Alhamdulillah ya Allah, ternya baterai nya kosong."Ucapanya sumringahnya. Dia tunggu hingga beberapa menit. Setelah daya baterai terisi setengahnya. Amira menghubungi suaminya setelah melepaskan HP dari kabel cas nya. Sebelum itu, dia menyalakan HP-nya terlebih dahulu. Ternya yang menelponnya sore tadi adalah suaminya. Itu sebabnya Alif berlari-lari membawa HP itu untuknya. Dan mengakibatkan anaknya itu terjatuh.
"Maafkan Ibu ya sayang. Gara-gara Ayah nelpon kamu sampai jatuh."Amira menatap putranya dengan perasaan bersalah.
Amira mencari nomor suaminya, lalu menakan tombol panggil. Terdengar nada panggilan masuk. Di tunggu beberapa menit sampai nada dering tidak terdengar lagi, suaminya tidak mengangkat sambungan telponnya.
"Apa Mas Dika sudah tidur ya? Kok nggak di angkat."Gumam Amira sedikit gusar.
"Tapi ini kan masih jam sembilan, dia kan baru saja nelpon Ibu, masak secepat itu udah tidur sih."Lanjutnya, dengan nada sedikit kecewa.
Amira kembali menghubungi suaminya. Tapi sebelum dia menekan tombol dial, HP-nya berbunyi. Ternyata suaminya yang menghubunginya.
"Assalamu'alaikum."Salam Amira terlebih dahulu.
"Waalaikumsalam sayang..maaf ya Mas baru keluar dari kamar mandi."
"Iya Mas, nggak papa.. Mira mau nelpon balik, tapi Mas udah nelpon duluan."
"Iya..kenapa sore tadi Mas nelpon tapi HP-nya langsung mati?"Tanya Andika.
"Maaf ya Mas, tadi itu HP-nya Mira simpan di kamar, Mira lagi masak di dapur, jadi Alif yang bawah HP-nya sambil lari-lari, ehh tau-taunya dia jatuh, HP-nya terlempar masuk kolong meja. Mira nggak sempat ngambil HP-nya, sibuk ngurus Alif yang nangis."Amira memberi penjelasan pada suaminya.
"jadi Alif nggak papa?"
"Nggak kok Mas, cuma bibirnya berdarah, kejedot lantai. Bibirnya sampai bengkak nih. Tapi nggak usah khawatir, palingan besok udah turun bengkaknya."
"syukurlah kalau gitu, tolong di jaga ya anak kita baik-baik, dia harta Mas yang sangat berharga. Mas jauh-jauh cari kerja, buat kamu sama anak kita, Mas mau masa depannya terjamin, nggak susah seperti Ayahnya."
"Iya Mas makasih, udah sangat perhatian sama aku dan Alif. Kami makin cinta deh sama Mas. Biar sesibuk nya Mas, jangan sampai lupa sholat, jangan sampai lupa makan, jaga kesehatan. Yang paling penting jaga hati buat Mira sama Alif."
"Mas juga cinta sama kalian. Kalau bukan Mas jaga hati buat kalian, buat siapa lagi sayang. Percayalah cuma kamu dan anak kita, yang selalu di hati Mas."
"Mas udah gajian hari ini dek..Mas mau transfer buat kamu, Mas transfer enam juta, Alhamdulillah, walau baru sebulan Mas kerja, Mas sudah dapat bonus. Tapi jangan bilang ke Ibu ya, kalau Mas kirim enam juta ke kamu. Kasih ke Ibu segitu saja. Ibu memang tanggung jawab Mas. Tapi kamu sama Alif prioritas Mas sekarang. Mas akan berdosa kalau mementingkan Ibu, lalu menelantarkan kamu sama Alif."
"Nanti beli HP yang lebih bagus ya dek..biar kita bisa video call. Mas udah kangen lihat wajah kamu sama Alif."
"Ihhh..gombal."
Andika tertawa mendengar ucapan istrinya.
"Kok gombal sih..beneran Mas benar-benar kangen lihat wajah cantik istri kecil Mas..masak sebulan ini Mas cuma dengar suara kamu sama Alif."
"Mas mau transfer, tapi masalahnya kamu nggak punya rekening. Kalua kamu punya uang barang seratus ribu, bisa nggak pergi ke Bank besok, buat buka rekening baru. Biar Mas bisa langsung transfer ke rekening kamu. Biar nggak pake punya rekening orang lain."
Amira berpikir keras. Masalahnya besok hari terakhir dia bantu-bantu Bu Indah. Sayang kalau besok dia tidak bisa bantu. Yang ada dia cuma mendapat dua ratus ribu saja.
"Hallo dek, kamu dengarkan suara Mas?"
"Iya Mas..Mira masih dengar."
"Jadi gimana kamu punya uang kan seratus ribu. Kalau nggak punya seratus ribu, lima puluh ribu juga boleh, kalau bisa besok ke Bank nya. Biar besok Mas sudah bisa transfer uangnya."
"Iya Mas, Insya Allah, besok Mira usahakan ke Bank."
"Dek..apa kamu masih kerja serabutan lagi?"
"Mas, maafkan Mira, kalau kerja nggak izin sama Mas. Kalau Mira nggak kerja, di rumah Mira juga mau ngapain, seharian tinggal sama Ibu, apa nggak bikin Mira stres, apa nggak bikin Ibu naik darah, marah-marah Mira nggak jelas. Mas tau sendiri kan sikap Ibu ke Mira seperti apa. Dari pada Mira di rumah seharian bikin Ibu marah-marah, mendingan Mira kerja. Bukan Mira nggak mau tinggal sama Ibu, demi Allah bukan itu maksud Mira. Mira cuma nggak mau Ibu marah-marah ke Mira terus-terusan. Mira capek tau Mas."Isak tangisnya membuat dia terdiam.
"Mira cuma nggak habis pikir, apa salah Mira, sudah dua tahun kita menikah, sikap Ibu ke Mira nggak berubah sedikitpun. Apa karena Mira ini perempuan miskin yatim piatu, sampai Ibu sangat membenci Mira selama dua tahun ini..dua tahun Mas, dua tahun. Bukan dua hari atau dua bulan."Lanjutnya masih dengan isak tangisnya.
Amira. Dia mengeluarkan semua rasa kecewanya pada Ibu mertuanya. Yang sudah sekian lama menjadi menantunya, tidak pernah berubah rasa benci wanita itu pada dirinya.
"Apa kamu dan Alif ikut Mas saja ke sini, tinggalin Ibu saja di rumah sendirian. Mungkin itu cara satu-satunya biar Ibu sadar, bagaimana hidup sendiri tanpa anak dan cucu di rumah itu."
"Mas pikir, dengan perginya Mira sama Alif dari rumah ini ikut Mas ke kota, menyadarkan Ibu?" Amira tertawa.
"Malah itu membuat Ibu makin membenci Mira." Amira terdiam, membuang lendir dari hidungnya.
"Mas pikir, Ibu akan rela Mira ikut Mas, sementara Ibu dibiarkan sendiri di rumah ini? Jangan bikin kita jadi anak dan menantu durhaka. tinggalin Ibu yang sudah tua sendiri di rumah ini. Mas..maafkan Mira, kalau Mira mau pergi ikut Mas ke kota, Ibu juga harus ikut."
"Sayang."
"Maafkan Mira Mas..Insya Allah, besok Mira usahakan ke Bank, kalau pekerjaan Mira sudah selesai bantu-bantu Bu Indah di rumahnya. Maaf ya Mas, Mira harus tetap kerja. Mira cuma nggak mau ribut sama Ibu di rumah..sudah ya Mas, Mira tutup teleponnya. Besok Mas harus kerja juga. Habis ini langsung tidur ya, Mas harus sehat, nggak boleh sakit, nanti siapa yang ngurus Mas di sana, nggak usah terlalu mikirin kita di sini, percayalah semua baik-baik saja. Nggak usah khawatir. Sekali lagi jaga hati ya Mas buat Mira. Mira sangat cinta sama Mas. Mira nggak mau kehilangan Mas. Assalamu'alaikum."
Amira langsung menutup telponnya. Dia membaringkan tubuhnya di atas kasur di sebelah anaknya. Tangisnya seketika pecah di balik bantal yang menutupi wajahnya.
Bersambung......
Jd gmes bcanya bkin emosi
Thor jgn bkin amira jd org bego. Toh itu cm mertua bkn ibu kndungnya