NovelToon NovelToon
Pesona Kakak Posesif

Pesona Kakak Posesif

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Anak Yatim Piatu / Identitas Tersembunyi
Popularitas:504
Nilai: 5
Nama Author: Dwi Asti A

Jika bukan cinta, lalu apa arti ciuman itu? apakah dirinya hanya sebuah kelinci percobaan?
Pertanyaan itu selalu muncul di benak Hanin setelah kejadian Satya, kakaknya menciumnya tiba-tiba untuk pertama kali.
Sayangnya pertanyaan itu tak pernah terjawab.
Sebuah kebenaran yang terungkap, membuat hubungan persaudaraan mereka yang indah mulai memudar. Satya berubah menjadi sosok kakak yang dingin dan acuh, bahkan memutuskan meninggalkan Hanin demi menghindarinya.
Apakah Hanin akan menyerah dengan cintanya yang tak berbalas dan memilih laki-laki lain?
Ataukah lebih mengalah dengan mempertahankan hubungan persaudaraan mereka selama ini asalkan tetap bersama dengan Satya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwi Asti A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Satya Meradang

Tak mendapatkan jawaban yang jelas dari Rio, Satya beralih pada Zaki.

“Zaki kau bisa menjelaskannya?”

“Sebaiknya kau lihat sendiri di Mading Satya, kita tidak bisa mengatakannya.” Jawaban Zaki pun sama, tidak memberikan penjelasan apa pun. Dia kemudian berjalan pergi diikuti Rio dan Satya. Hanin tak ingin ketinggalan mengekor di belakang mereka.

Langkah ke empat remaja itu mencuri perhatian semua siswa di sepanjang koridor. Apalagi raut wajah mereka tampak serius dan tegang.

Satya merasakan tatapan beberapa siswa yang berpapasan dengannya adalah tatapan nyinyir, yang semakin membuat Satya merasakan ada hubungannya dengan berita yang dibawa Rio dan Zaki.

“Tak disangka ya, padahal dia keren dan pintar, tapi ternyata...,”

“Huss! Jangan keras-keras, lihat orangnya datang.”

Dua remaja itu mengatakan sesuatu, tapi begitu melihat Satya dan rombongannya mereka seketika diam dan menyingkir. Satya semakin panas telinganya mendengar orang-orang mulai bergosip di belakangnya.

“Tenang, Satya, apa yang mereka katakan tidak akan berlaku untuk selamanya,” ujar Zaki menenangkan.

“Kalian sudah tahu, tapi tidak mau mengatakannya,” balas Satya.

“Bukan tidak mau, tapi tidak enak untuk mengatakannya,” kata Rio.

“Apa begitu buruknya gosip itu?”

“Menurutku iya.”

Beberapa saat kemudian akhirnya mereka tiba di lokasi Mading. Di sana ada banyak anak berkumpul mengerumuni papan Mading hingga tak terlihat apa yang tertera di sana.

Begitu melihat kedatangan Satya dan teman-temannya, mereka langsung menyingkir menjauh, memberikan jalan pada Satya dan teman-temannya. Tatapan sekilas Satya pada mereka seketika membuat ciut nyali. Tak satu pun mengatakan sesuatu hingga membuat suasana yang tadinya terlihat riuh berubah menjadi lengang dan tegang.

Satya tak mau menunda-nunda waktu, dia berjalan mendekat pada papan hingga tampak apa yang membuat semua orang bergosip. Zaki dan Rio berdiri di sampingnya, perasaan mereka pun belum tenang sampai melihat reaksi Satya.

Satya masih berdiri di sana, pandangan matanya tajam, rahang mengeras dan kedua telapak tangannya mengepal erat hingga tampak otot lengannya, jelas tengah menahan emosi di dadanya.

Hanin melihat reaksi yang sama ketika Satya masuk kamar, sepulang dari Jakarta beberapa hari yang lalu. Hanin mendekat lalu menyentuh lengan Satya.

“Kak.” Hanya itu yang diucapkan Hanin. Pandangannya beralih pada papan yang menjadi perhatian Satya. Sebelum Hanin sempat melihat apa yang tertera di sana, Satya sudah merobek kertas itu dan meremasnya hingga kusut.

Satya memutar tubuhnya, tatapannya tajam seperti elang kelaparan. Suara yang keluar dari mulutnya tenang. Namun, menggetarkan.

“Zaki, Rio, cari siapa pelakunya sampai ketemu. Jangan biarkan siapa pun meninggalkan tempat ini sebelum ditemukan pelakunya,” perintah Satya.

“Iya, Satya,” jawab Rio.

“Tapi bagaimana caranya?” tanya Zaki.

“Jangan biarkan satu orang pun pulang, kalian ikut denganku.” Usai mengatakan itu Satya berjalan pergi, diikuti Rio dan Zaki.

Semua orang yang mendengar perkataan Satya menjadi ketakutan. Karena apa yang dikatakan Satya bukanlah sesuatu yang hanya sekedar ucapan. Tak membiarkan siapa pun pergi, artinya tempat itu akan diisolasi.

Kemarahan Satya sampai melupakan Hanin, gadis itu masih berdiri diam di tempatnya, masih tak mengerti apa yang membuat kakaknya semarah itu. Dia kemudian memungut kertas yang dilempar Satya sebelum dia pergi. Hanin bergegas membukanya.

Hanin sampai ternganga begitu melihat gambar dan tulisan di kertas itu. Hanin membungkam mulutnya sendiri karena kaget. Jelas saja Satya langsung meradang, di sana ada foto dirinya dan Awan, kemudian Satya, bersama tulisan yang menyatakan bahwa Satya seorang penyuka sesama jenis.

Hanin bergegas mengejar Satya dan teman-temannya dengan kertas yang masih berada di tangannya, mencari ke mana mereka bertiga pergi. Di tengah jalan dia bertemu dengan Awan seketika menghentikan langkahnya.

“Ada apa terburu-buru?” tanya Awan.

Melihat Awan, dan gosip itu mendadak Hanin begitu marah. Sebelumnya Awan juga menuduh Satya seperti itu, dan Hanin berpikir Awan mungkin terlibat dalam gosip hari itu.

“Apa Kak Awan bisa menjelaskan mengapa ada berita seperti ini?” Hanin menyerahkan kertas kusut itu pada Awan.

Awan kebingungan dengan tuduhan Hanin tiba-tiba padanya. Membuka kertas itu dia mengerti permasalahannya.

“Aku tidak tahu soal ini, aku juga baru mendengarnya.”

“Jangan bohong, Kak. Jelas Kak Awan kemarin juga menuduh kakakku seperti itu. Kalau bukan Kak Awan siapa lagi.”

“Bukan, Hanin, aku tidak tahu apa pun soal ini “

Meskipun berusaha menjelaskan, Hanin tetap tidak mempercayainya. Dia kemudian pergi meninggalkan Awan dengan wajah kesal.

Dua jam kemudian, terdengar pemberitahuan melalui pengeras suara, bahwa siapa pun tidak ada yang diizinkan untuk pulang sampai penyelidikan selesai. Semua murid diminta berada di kelas mereka masing-masing. Ketua dan wakilnya didampingi guru wali kelas memeriksa semua murid terkait berita pencemaran nama baik yang beredar di Mading.

Entah bagaimana caranya Satya dan teman-temannya mampu meyakinkan guru untuk mendukung cara tersebut. Rio dan Zaki membantu Pak Juan berjaga di pintu gerbang kalau-kalau ada yang berusaha melarikan diri. Sementara Satya memeriksa di ruang CCTV.

Di kelas Satya, tak ada anak yang ditemukan mencurigakan maupun terlibat. Mereka mengaku dengan jujur tidak tahu apa pun tentang siapa pembuat isu itu, juga tidak menemukan bukti yang mencurigakan.

Tiga puluh menit berlangsung masih tak ditemukan tanda-tanda pelakunya. Dirga dan beberapa pengurus telah selesai dengan penyelidikan mereka kemudian berkumpul di aula. Di sana ada beberapa guru dan pengurus OSIS sudah berkumpul untuk rapat.

“Bagaimana dengan Awan dan kelasnya, apa di sana mereka sudah menyelesaikan penyelidikan mereka?” tanya Zaki pada Dirga.

“Aku belum melihat pengurusnya di sini,” jawab Reza.

“Aku curiga ini ada hubungannya dengan Awan,” kata Rio dengan suara pelan.

“Apa kau punya buktinya?” tanya Dirga.

“Karena kemarin, ketika kita bersama di kantin, dia sempat melayangkan kecurigaan seperti itu kepada Satya, bahkan Hanin mendengarnya juga,” cerita Rio.

“Jika dia yang melakukannya, mengapa juga ada foto dirinya dan Hanin di sana?” Zaki memberikan Pandangannya sendiri.

“Sebaiknya kita tunggu saja hasil dari laporan kelas lain, masih ada 10 kelas yang belum hadir di sini,” saran Dirga.

Satu jam kurang lima menit sebagian kelas yang telah selesai melakukan penyelidikan kemudian diizinkan untuk pulang. Semua pengurus kelas sudah berkumpul dengan membawa laporan mereka masing-masing. Dirga sebagai salah satu pengurus OSIS kemudian mengumpulkan hasil laporan mereka. Dia dan ketua OSIS memeriksa laporan tersebut.

“Bagaimana hasilnya? Apa ada anak yang dicurigai?” tanya salah satu guru.

“Di sini ada 10 anak yang dicurigai, Pak, tapi belum dipastikan pelakunya. Mungkin jika ada hasil dari pengawasan CCTV bisa ditambahkan untuk meyakinkan laporan ini,” jawab Dirga.

“Lalu di mana Satya?” tanya guru tersebut.

“Masih di ruang CCTV, Pak.”

Di antara sepuluh anak itu ada Lisa, salah satu Geng rubah dan juga Awan. Melihat keberadaan Awan di salah satu terduga itu, Rio bergegas menghampirinya.

“Jadi benar kau terlibat juga di sini, kalau sampai kau benar-benar terbukti adalah pelakunya, maka sampai kapan pun Satya tidak akan pernah mengizinkanmu untuk mendekati Hanin.”

Awan tersenyum smirk, lalu berkata, “Kalau dia memang bukan laki-laki seperti itu, seharusnya dia tidak perlu sampai seheboh ini untuk membuktikannya. Baru poster seperti itu saja sudah kebakaran jenggot. Makanya cari pacar biar tidak ada yang menuduhnya punya kelainan.”

“Sayangnya aku melakukan ini bukan untuk membuktikan diri, Awan.” Suara Satya menggema memecah ketegangan antara Rio dan Awan. Dia mendekati Awan yang masih melebarkan senyum penuh ejekan.

Dua pemuda yang kini menjadi idola di sekolah itu sudah berdiri saling berhadapan. Walaupun Satya sedikit kalah tinggi dengan Awan, tapi keadaan itu sama sekali tak berpengaruh. Dia tetap terlihat keren saat berdiri di hadapan Awan. Ketenangan dan aura dingin terpancar jelas di wajahnya.

“Jadi, untuk apa kau repot-repot melibatkan banyak orang kalau bukan untuk membuktikan dirimu bukan laki-laki seperti itu?”

“Untuk membuat orang sepertimu tidak asal berbicara,” jawab Satya. “Apa kau tidak pernah tahu, satu kata pengakuan yang salah bisa memasukkanmu ke dalam penjara. Satu percikan api bisa membuat satu kota terbakar. Di sini aku hanya ingin membuat semua orang tahu untuk berhati-hati saat berbicara.”

“Jelas karena kau ketakutan namamu menjadi jelek, kan? Tidak perlu beralasan seperti yang kau katakan itu,” ucap Awan.

Satya sudah berniat pergi dari hadapan Awan saat remaja itu kembali mengucapkan kata yang memancing emosi.

“Aku juga bisa membuka identitas asli di keluargamu sekarang juga Awan, supaya kau berhenti berlagak, tapi aku bukan sepertimu yang berbicara tanpa berpikir.”

Satya lantas meninggalkan Awan yang masih tertegun di tempatnya, berusaha mencerna maksud perkataan Satya.

Satya dan teman-temannya mempersiapkan sidang kecil untuk ke sepuluh anak tersebut.

Setelah satu jam berlangsung, hasil pencarian hari itu hanya menemukan anak laki-laki yang meletakkan poster di Mading, tanpa tahu siapa pelaku yang sebenarnya. Awan yang tak terbukti terlibat pun menjadi angkuh. Membanggakan diri sebagai laki-laki tulen yang normal. Yang membuat Zaki dan Rio marah karena Awan membandingkan dirinya dengan Satya yang masih belum bisa membuktikan tuduhan itu.

“Tenang saja, Kak. Bagi Hani kakak adalah laki-laki sejati.” Hanin tiba-tiba memberikan dukungannya di tengah perselisihan Satya dengan Awan. Membuat Awan seperti dijatuhkan dari langit.

1
D Asti
Semoga suka, baca kelanjutannya akan semakin seru loh
María Paula
Gak nyangka endingnya bakal begini keren!! 👍
Majin Boo
Sudut pandang baru
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!