NovelToon NovelToon
Dear, Please Don'T Buffer In My Heart

Dear, Please Don'T Buffer In My Heart

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Sistem / Cinta Seiring Waktu / Berondong
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Bechahime

Saat hidup dikepung tuntutan nikah, kantor penuh intrik, dan kencan buta yang bikin trauma, Meisya hanya ingin satu hal: jangan di-judge dulu sebelum kenal. Bahkan oleh cowok ganteng yang nuduh dia cabul di perempatan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bechahime, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Cappuccino & Konspirasi Barista (Bagian 1)

Setelah kejadian malam itu. Felix tampak marah kepadaku. Terlihat dari bagaimana dia tidak mengangkat telpon dan bahkan membatalkan jadwal rutin beta testing. Tanpa alasan yang jelas. Bahkan aku sempat mendatangi kantornya. Dia tidak ada.

Bahkan aku terkesan bagai orang yang sangat terobsesi karena mendatangi rumahnya juga. Tapi hanya di sambut oleh Bibi Murni, housekeepernya.

Aku juga menghubungi Pedro. Tapi Pedro juga tidak memberikan jawaban. Hanya bilang, “Gue gak tau, Mei.”

Aku frustasi. Kesal dan juga bingung.

Felix tidak memberiku penjelasan. Aku sadar hubungan kami mungkin baginya hanya sebatas beta tester. Tapi bagiku dia adalah orang yang sudah mengobrak-abrik hati mungilku.

Aku masih bertahan. Mencoba menghubunginya minimal satu sampai dua kali sehari. Aku hanya ingin tau apa masalah sebenarnya. Mengapa dia pergi menghilang bagai di telan bumi?

Tapi tentu saja sabarku ada batasnya. Aku mungkin akan berusaha untuk memperbaiki hubungan jika itu ada masalah tapi bukan berarti aku hanya akan tetap diam ketika orang lain memperlakukanku dengan setengah hati.

Aku menyerah. Aku tidak lagi mencoba mencari atau bahkan menghubunginya lagi. Aku fokus kembali ke pekerjaanku.

‘Mari kita kembali ke masa saat gue belum kenal sama dia. Toh hal seperti ini tidak sekali dua kali terjadi.’ Pikirku.

Pagi itu, aku melangkah ke coffee shop di perempatan jalan—tempat yang tenang, estetik, dan penuh jebakan batin.

Tujuan utamaku? Menjalankan misi mulia, testing menu baru Mas Johan, si tetangga barista tinggi, berkulit eksotis, dan berhidung mancung seperti puncak Gunung Semeru—yang anehnya, selalu kelihatan seger padahal kerja di balik mesin uap panas setiap hari.

Mas Johan sepertinya tidak mempermasalahkan masalah malam itu, karena pagi besoknya dia menyapaku dengan candaan seperti biasa.

Aku masuk dengan langkah santai. Outfit aku on point, kaos oversize bertuliskan “I WOKE UP LIKE THIS” dan celana kulot batik yang nggak matching sama sekali—karena hidup juga nggak matching-matching amat, kenapa outfit harus?

“Eh, Mei… udah datang aja. Nih, duduk di sini ya. Mau gue racikin signature baru nih, kopi dengan sentuhan lemon dan spearmint. Tapi belum ada namanya. Jadi lo boleh kasih nama yang cocok.”

Aku nyengir. “Kalau asemnya nampol, kita kasih nama: ‘kopi mantan yang nikah duluan’.”

Mas Johan ketawa pendek, tapi sebelum kopi itu jadi, dua cowok masuk dari pintu samping—penampilan keduanya langsung bikin suasana berubah.

Yang satu tinggi, rambut cepak, pakai kaos hitam dan celana jeans. Satunya lagi lebih santai, rambut agak gondrong, pakai hoodie dan celana baggie dan sepatu olahraga kayak atlit yang baru pulang memenangkan olimpiade.

Mereka cuek. Benar-benar cuek. Melewatiku kayak aku ini adalah pot tanaman palsu di pojokan kedai. Tapi…

Mereka menghampiri Johan dan mulai berpelukan. Ada tawa yang terdengar. Sementara aku? Adalah manekin yang lagi di pajang di antara tiang-tiang listrik.

Johan melirikku yang diam. Kemudian menyuruh kedua temannya untuk bersantai di meja bar.

“Mei… sorry ya, itu teman-teman gue yang udah lama nggak ketemu.”

“It’s okay, Mas.”

Dia mengangguk kemudian menghilang ke ruangan di belakang meja konter. Lalu kembali dengan dua kaleng soda. Memberikannya ke kedua temannya.

“Eh, Bro. Lo manggil cewek barusan Mei? Meisya yang itu?” tanya si kaos hitam dengan suara nyaris berbisik tapi tentu saja aku dengar karena kupingku punya mode ultra zoom buat gossip pribadi.

“Meisya yang itu? Yang lo ceritain itu?” sambung si gondrong, sekarang suaranya kayak lagi baca narasi podcast investigasi.

‘Gue? Mas Johan cerita tentang gue?’

Aku melirik ke kedua orang itu. Mereka saling pandang. Saling kode. Saling…telepati absurd.

Lalu—BOOM. Mode kepo aktif.

“Lo Meisya ya?”

“Meisya yang… itu?”

“Boleh nanya dikit gak? Lo beneran waktu SMP pernah—pingsan sampai mimisan karena kena bola voli yang nyasar?”

AKU TERDIAM. Jantungku ngedrop kayak stok kopi pas banjir. Karakter mereka berubah 180 derajat. Aura cuek abis tadi berubah jadi rusuh.

“Woy, woy eh, udah, jangan ganggu dia. Dia datang ke sini buat bantu gue nyicipin menu. Bukan buat diinvestigasi hidupnya.” Mas Johan berteriak dari meja kasir.

‘Waktu SMP? Kenapa mereka bisa tau kejadian itu?’

Tapi bukannya berhenti, dua temennya malah… tertawa. Serempak. Licik. Berbahaya.

“Buset. Johan ngelindungin. BRO.”

“Lo gak bilang kalau dia kalau dia seabrsurd ini, Jo. Kirain lo lebay.”

Kedua melirik outfitku dari atas ke bawah. Lalu kembali tertawa.

Aku tesinggung. Lalu menatap Mas Johan. Mas Johan hanya menarik nafas sambil menatap langit-langit. Lalu dua temannya saling pandang lagi. Dengan tatapan…telepatinya makin intens.

“Lo udah tau rasanya kopi Meisya?”

“Udah dong. Tapi gue penasaran…dia lebih ke single origin atau house blend ya?”

“BRO!!”

Johan menahan kepala pakai satu tangan, kelihatan kayak barista yang menyesal kenapa gak buka kedai di pegunungan terpencil. Sementara aku? Masih bingung. Masih menjadi penonton dialog yang mungkin hanya mereka bertiga yang paham.

“Sumpah, lo berdua toxic. Mei…abaikan mereka. Mereka tuh dua manusia yang kalau ngeliat cowok senyum ke cewek aja langsung bikin analisis kepribadian berdasarkan pola kediapan mata.”

“Bakal cocok sama Rahma nih, Mas.” Jawabku ngakak sambil nutupin muka pakai tisu.

“Bentar. Emang…Mas Johan pernah cerita apa aja tentang gue ke kalian sampe kalian kayak FBI local begini?”

Si gondrong jawab sambil buka kaleng soda.

“Dia gak cerita banyak sih. Cuma…sering banget manggil nama lo kalo lagi ngelamun. Trus bilang, ‘ini cewek absurd banget, tapi herannya… lucu’.”

Mas Johan langsung berdiri dari balik meja dan menyumpal mulut temannya pake sedotan stainless.

“Lo, diem. Sekarang. Atau gue bikin lo nyuci gelas sampai lebaran tahun depan.”

Tapi udah terlambat.

Kerusakan sudah terjadi.

**

Mas Johan akhirnya naruh kopi hasil ekperimen barunya di depanku. Aromanya harum, rasanya unik, dan…aku harus jujur.

“Gue kasih nama minuman ini. ‘Kopi Ketahuan Ada yang Baper’.”

Mereka bertiga terdiam.

Mas Johan melirik. “Maksudnya siapa yang baper?”

Aku mengedip. “Gimana…kalo kita tanya ke kopi itu aja, ya?”

Mereka saling pandang. Kemudian tertawa sambil geleng-geleng.

Aku menyeruput “Kopi Ketahuan Ada yang Baper” hasil ekperimen kolaboratif antara Mas Johan dan rasa insecure-nya, suasana terasa masih santai. Maksudku, sebisa mungkin aku mencoba terlihat tenang. Meskipun dua teman Mas Johan barusan mengupas kehidupan pribadiku layak majalah gossip edisi Lebaran.

Tapi itu belum apa-apa.

Baru saja aku meletakkan cup kopi di meja, si gondromg mendadak berdiri dengan tangan menunjuk Mas Johan sambil berkata penuh semangat.

“Eh Meisya, lo tau gak sih Johan itu siapa SEBENARNYA?!”

Reflek aku minggir 2 cm. “Tunggu. Maksud lo…dia alien?”

Si satunya, yang berkaos hitam yang auranya seperti pelatih olahraga nasional, langsung nimbrung.

“Dia tuh dulu ACE timnas Voli U-19, Men!”

1
nide baobei
berondong gak tuh🤣
kania zaqila
semangat thor💪😊
nide baobei
ya ampun meisya🤣🤣🤣
nide baobei
ngakak🤣🤣, semangat thor💪
nide baobei
🤣🤣🤭
nide baobei
udah pede duluan🤣🤣
nide baobei
🤣🤣🤣 si meisya lucu banget
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!