Rubiana Adams, seorang perempuan jenius teknologi dan hacker anonim dengan nama samaran Cipher, terjebak dalam pernikahan palsu setelah dipaksa menggantikan saudari kembarnya, Vivian Adams, di altar.
Pernikahan itu dijodohkan dengan Elias Spencer, CEO muda perusahaan teknologi terbesar di kota, pria berusia 34 tahun yang dikenal dingin, cerdas, dan tak kenal ampun. Vivian menolak menikah karena mengira Elias adalah pria tua dan membosankan, lalu kabur di hari pernikahan. Demi menyelamatkan reputasi keluarga, Rubiana dipaksa menggantikannya tanpa sepengetahuan Elias.
Namun Elias berniat menikahi Vivian Adams untuk membalas luka masa lalu karena Vivian telah menghancurkan hidup adik Elias saat kuliah. Tapi siapa sangka, pengantin yang ia nikahi bukan Vivian melainkan saudari kembarnya.
Dalam kehidupan nyata, Elias memandang istrinya dengan kebencian.
Namun dalam dunia maya, ia mempercayai Cipher sepenuhnya.
Apa yang terjadi jika Elias mengetahui kebenaran dari Rubiana sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32. KEBENARAN MENYAKITKAN
"Siapa yang menyerahkanmu pada orang-orang gila itu untuk dijadikan objek eksperimen?" Elias merengkuh pinggang Ruby cukup kuat karena amarah yang tidak bisa ia jelaskan.
Mata gadis itu beralih ke Elias, kemudian ke Raven. Suaranya berubah menjadi lebih pelan, hampir seperti bisikan yang menusuk telinga.
"Ayahku," jawab Ruby.
Kedua pria itu membeku.
Elias menatap Ruby dengan pandangan tak percaya, sementara Raven perlahan berdiri dari duduknya seakan terguncang dengan kebenaran ini. "Kau ... kau bilang Edward Adams? Ayah kandungmu sendiri?"
Ruby mengangguk pelan, matanya sudah mulai basah, tak senang jika harus mengorek kembali luka lama ini. "Dia ... menyerahkan aku dan Vivian ke Death Eater saat kami masih kecil. Katanya itu untuk 'membangun masa depan keluarga'. Untuk menjadikan aku ... anak jenius yang akan menyingkirkan semua pesaingnya."
Elias terdiam cukup lama, matanya tak lepas dari wajah Ruby yang kini tampak rapuh. Amarah benar-benar mengoyak ketenangan Elias dalam sekejap.
"Jadi selama ini, kau hidup di bawah bayangan organisasi itu, Ruby? Kau bekerja dengan kami sebagai Chiper ... tapi juga hidup dalam ketakutan kalau kami tahu kebenarannya?" konfirmasi Elias.
Ruby mengangguk tanpa suara.
Raven berjalan pelan ke arah jendela, menatap keluar ke arah halaman rumah sakit yang sunyi. "Jadi, semua data Death Eater yang kita dapat dari Chiper selama ini berasal darimu yang sudah tahu secara langsunh bagian terdalam kelompok itu?" tanyanya.
Ruby menunduk. "Sebagian besar, ya."
Raven memejamkan mata, lalu tertawa pendek, bukan karena lucu, tapi karena ironi yang begitu pahit.
"Brilian. Sungguh brilian. Kami mengandalkan hacker terbaik di bawah kami selama bertahun-tahun, dan ternyata hacker itu duduk di ruang makan bersama kami setiap hari. Bagaimana kau bisa bersikap seolah kau tidak tahu apa-apa?"
Ruby tertunduk diam mendengar nada pahit dari Raven.
Elias masih diam. Tangannya perlahan melemah, tapi masih menahan Ruby agar tak pergi. Tatapannya berubah, bukan lagi marah, tapi campuran antara bingung, iba , dan sesuatu yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
"Ruby, kenapa tidak percaya padaku dan Raven untuk membicarakan hal ini?" tanya Elias.
Ruby menatapnya, matanya berkaca-kaca. "Karena aku tidak percaya pada diriku sendiri, Elias. Aku takut kalau kalian tahu aku bagian dari Death Eater, kalian akan memandangku sama seperti mereka memandangku dulu; alat. Senjata. Produk yang bersembunyi di balik layar."
Air mata menetes di pipinya. Elias menatapnya lama, lalu menghapus satu tetes dengan ibu jarinya tanpa sadar. Ia benci melihat gadis ini menangis. Ia tidak bermaksud menyudutkan Ruby tapi ia dan Raven harus tahu kebenarannya.
"Maafkan aku, sungguh aku tidak bermaksud untuk menipu kalian. Aku hanya tidak tahu bagaimana bilang ke kalian bahwa aku Chiper yang bekerja bersama dengan kalian selama bertahun-tahun," isak Ruby.
Keheningan menggantung di antara mereka, menyesakkan tapi juga lembut di saat bersamaan.
Elias memeluk Ruby, mencoba menenangkan gadis ini. Ia tahu bahwa rahasia besar ini tidaklah mudah untuk diungkapkan, apalagi dengan kondisi kekerasan yang pernah Ruby alami dalam jangka waktu yang panjang.
Raven berbalik menatap mereka. "Jadi, apa yang mereka lakukan padamu, Ruby?" tanyanya hati-hati.
Ruby memalingkan wajah, seolah tak sanggup menjawab. "Mereka menanamkan chip di sistem sarafku," bisiknya akhirnya. "Sebuah prototipe teknologi baru yang memungkinkan otak terhubung langsung dengan jaringan digital. Aku bisa ... melihat aliran data seperti melihat warna. Mendengar kode seperti melodi. Tapi itu gagal, lalu mereka menggantinya dengan menyuntikkan cairan yang mereka sebut Helix untuk merangsang fungsi otak di luar proses normal."
"Oh, Tuhan. Bagaimana mereka bisa melakukan itu pada manusia," kata Raven, frustrasi mendengar hal gila ini.
"Kedengarannya hebat, ya? Tapi ... efeknya menghancurkan. Aku kehilangan sebagian besar memoriku di masa kecil. Kadang aku tidak tahu apakah sesuatu benar-benar terjadi atau cuma simulasi yang mereka tanamkan," lanjut Ruby.
Raven menatap Elias. Tatapan keduanya penuh makna: keterkejutan, simpati, dan juga kebingungan tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya.
Elias menarik napas panjang, menatap Ruby dengan campuran emosi yang sulit dijelaskan.
"Ruby?" panggil Elias lembut.
Sang empunya nama menatap pria itu dengan mata basahnya.
Elias menyentuh dagunya perlahan, memaksa gadis itu menatapnya. "Bagaimana kau bisa lepas dari mereka?" tanyanya.
Air muka Ruby berubah drastis.
Elias menatap sang gadis tajam, tapi ketika ia melihat wajah Ruby yang pucat dan ketakutan, genggamannya di tubuh gadis itu perlahan melonggar.
"Mengganti nama objek atas nama Vivian. Kau tahu aku salah, aku kejam, tapi Vivian diperlakukan berbeda dariku. Dia tidak mendapatkan suntikan, operasi, atau hal-hal menyakitkan, tapi justru hanya dipantau karena Vivian memiliki kecerdasan alami dan mereka hanya mem-boost hal itu dengan sedikit perbaikan gelombang otak. Jadi aku dinyatakan sebagai objek gagal dan Vivian setengah berhasil," jawab Ruby.
"Setengah berhasil?" tanya Raven.
"Mereka membangkitkan sisi Vivian yang tidak seharusnya dibangkitkan. Psikopat. Vivian kehilangan empatinya di eksperimen waktu itu tapi dia mendapatkan kecerdasan lebih. Dan saat tahu kalau aku objek gagal, sejak itu juga Dad dan Mom bersikap dingin padaku bahkan Dad sampai suka memukuliku karena aku tidak berguna menurutnya," Ruby menjawab dengan nada luar biasa pahit.
"Oh, Bunny." Elias memeluk erat Ruby, menyelamatkan gadis itu dari rasa dan kenangan buruk yang melandanya karena harus membuka kembali luka lama.
Ruby membiarkan dirinya hanyut dalam pelukan Elias.
"Ruby? Jangan katakan kalau ledakan mobil di halaman rumah kemarin itu sebenarnya bukan ditujukan untukku, tapi peringatan untuk dirimu?" tanya Raven, menebak
"Ya, dan tidak. Ledakan itu memang ditujukan untuk Elias tapi itu juga jebakan Death Eater apakah aku terprovokasi oleh itu atau tidak. Karena jika aku terprovokasi, mereka akan tahu bahwa aku objek yang berhasil. Karena dulu berkat bantuan seseorang berkas tentang keberhasilanku ditukar oleh Vivian. Jika bukan karena orang itu, aku akan menjadi seperti Vivian saat ini," jawab Ruby.
"Siapa orang itu yang membantumu itu?" tanya Elias.
Ruby terdiam, seolah enggan menjawabnya. Hal yang bahkan dunia hingga Death Eater pun tidak tahu.
"Katakan saja, kita bisa melindungi orang itu dari Death Eater juga," bujuk Raven.
"Orang itu sudah meninggal. Dia meninggal, dibunuh karena ketahuan memalsukan kematian para objek eksperimen untuk dia selamatkan dan bahkan hendak mempublikasikan kejahatan mereka di media," jawab Ruby dengan wajah memelas.
Elias dan Raven tahu bahwa orang yang Ruby bicarakan adalah orang yang cukup penting untuk gadis itu.
"Siapa yang menolongmu? Apakah salah satu peneliti?" tanya Elias.
"Ya. Dia peneliti di sana, orang yang tadinya memiliki ambisi tentang memajukan manusia di masa depan dengan teknologi tapi empatinya menolak karena rasa kemanusiaan dirinya. Dia Darian Spencer, mendiang kakakmu, Elias," jawab Ruby.
Baik Elias hingga Raven membeku di tempat ketika satu nama yang tidak pernah mereka duga itu justru terdengar dari mulut Ruby.
"Tidak mungkin," gumam Elias tak percaya.
Namun tatapan Ruby padanya jelas jauh dari kata bohong. Membuat pria itu ingin menjerit atas ketidakmungkinan ini, kakaknya yang ia selalu lihat sebagai pahlawan justru menjadi bagian dari penjahat yang menghancurkan manusia itu sendiri.
Tidak mungkin, 'kan?
untung kamu bertemu n menikah sebagai pengganti kakakmu dengan Elias,setidaknya ada seseorang yg akan n selalu melindungi mu,setelah tau apa yg sebenarnya terjadi..
jadi ini kejutan nya thor
antara kasian n seneng liat ekspresi Rubi.
kasian karena d bohongin kondisi Elias,seneng karena akhirnya Elias tau siapa Rubi sebenarnya.
😄
hemmmm....kira kira Ruby mo di kasih
" HADIAH ' apa ya sama Elias....😁🔥
tapi tak kirain tadi Elies pura² terluka ternyata enggak 😁
Elias tau Rubi adalah chiper,,hm
apa yg akan Rubi katakan setelah ini semua
Rubiiii tolong jujurlah sama Elias,apa susahnya sh.
biar xan jadi punya planning lebih untuk menghadapi si adams family itu,,hadeeeh
syusah banget sh Rubi 🥺