Penyihir yang menjadi Buku Sihir di kehidupan keduanya.
Di sebuah dunia sihir. Dimana Sihir sudah meraja rela, namun bukan berarti tidak ada Pendekar dan Swordman di Dunia Sihir ini.
Kisah yang menceritakan pemuda yang memiliki saudara, yang bernama Len ji dan Leon ji. Yang akan di ceritakan adalah si Leon ji nya, adek nya. Dan perpisahan mereka di awali ketika Leon di Reinkarnasi menjadi Buku Sihir! Yang dimana buku itu menyimpan sesuatu kekuatan yang besar dan jika sampulnya di buka, maka seketika Kontrak pun terjadi!.
"Baca aku!!" Kata Leon yang sangat marah karena dirinya yang di Reinkarnasi menjadi Buku. Dan ia berjanji, siapa pun yang membaca nya, akan menjadi 'Penyihir Agung'!. Inilah kisah yang menceritakan perjalanan hidup Leon sebagai Buku Sihir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Karya Penulis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Pembicaraan mereka ditutup dengan baik. Jadi, sudah diputuskan, mereka akan beraksi saat hari mendekati Turnamen Beginition, ataupun saat hari itu juga.
"Jadi, sudah sepakat ya.." Laura memastikan lagi. Ia tidak ingin rencana ini gagal. Mereka harus menghabisi ketiga orang itu, demi keselamatan Damian.
Semuanya mengangguk dengan kepastian. Mereka sudah yakin, mempersiapkan diri dari sekarang adalah yang utama.
"Dengan begitu kau boleh pergi." Kata Damian. Rafael sudah diizinkan pergi sekarang.
Namun, Rafael tampak berpikir. Seperti nya ia sedang memberanikan diri.
"Tapi, sebelum itu, bolehkah aku tahu nama lengkap kak Laura?" Rafael memberanikan diri untuk bertanya. Leon yang memintanya. Ia juga harus menjaga sopan santun saat menanyakannya.
Damian dan Laura saling tatap-menatap. Kedua alis mereka saling terangkat. Lalu mereka tersenyum.
"Laura Valey," kata Laura. Saat mengatakannya ia menunjukkan wibawanya. Sepertinya Valey adalah keluarga yang tidak biasa.
Tidak ada respon. Rafael tidak tahu keluarga macam apa itu, begitu juga dengan Leon. Zaman telah berubah, keluarga pun juga banyak yang semakin bertambah.
"Valey?" Rafael bergumam. Ia baru mendengar nama keluarga itu.
"Kau tidak tahu? Sungguh?" Laura tampak tidak percaya. Baginya, mana mungkin seseorang tidak tahu Valey.
"Berarti kau tidak memahami dengan benar tentang kekaisaran ini," kata Laura. Ia menyipitkan matanya. Walau itu untung bahwa Rafael tidak tahu, tapi sungguh aneh.
"Haha, maaf.. Aku memang tidak terlalu peduli dengan kekaisaran. Tapi, memang nya Valey itu keluarga yang macam apa?"
Rafael menatap lekat Laura. Ia ingin tahu, apakah Valey termasuk bangsawan kelas atas.
Laura menghembuskan nafas. Begitu juga dengan Damian.
"Laura adalah anak Kaisar. Dengan kata lain, ia adalah Putri Mahkota." Damian yang mengatakannya. Ia ingin membantu Laura untuk menjawabnya.
Rafael tampak kaget. Ia menurunkan rahangnya. Tampak nya perkataan Damian membuat Rafael tidak bisa berkata-kata.
Begitu juga dengan Leon. Tentu saja ia kaget, ia tidak tahu tentang Kekaisaran zaman sekarang. Ternyata Putri Mahkota sedang berada di depan mereka.
Rafael tergagap. Seketika pandangannya terhadap Laura berubah. Kini ia tampak lebih formal dan lebih menghormati Laura dari sebelumnya.
"Tidak perlu sampai sebegitunya lah.. Sekarang kita sedang berada di Akademi, anggap saja aku sebagai Senior-mu."
Laura tidak suka kalau orang-orang bersikap sangat formal dengannya. Dia mengatakannya kepada Rafael, dengan tetap mencairkan suasana yang sudah mulai menjadi formal.
"B-baiklah.. Aku tidak akan melakukannya lagi," rasa gugup mendatangi Rafael. Walau begitu, ia akan kembali seperti biasa nantinya.
Mereka kembali membuang kecemasan akan kedatangan Uskup Penyihir Kegelapan. Ketenangan mulai mendatangi mereka.
••••
"Tak kusangka Laura adalah Putri Mahkota," Leon mengatakannya kepada Rafael. Mereka sedang menuju asrama, dengan Leon yang melayang di samping Rafael.
'Benar... Pakaiannya tidak mencontohkan Putri Mahkota, apalagi sikap-nya,' Rafael membatin, dia menjawab pernyataan Leon.
"Bisa-bisanya kau tidak mengetahui sesuatu tentang itu," Leon melipat tangan depan dada. Ternyata muridnya juga ada kelemahannya ya.
'Hehe... Tapi aku juga tidak buruk juga pengetahuannya tentang Kekaisaran sekarang,' Rafael membela diri. Sembari mengusap kepala belakang, senyumannya membuat orang akan mengira ia sedang menghayalkan sesuatu yang menyenangkan.
"Coba katakan, apa yang kau tah-," belum lagi Leon menyelesaikan omongannya. Seseorang memotongnya, ia tampak berjalan menuju mereka.
"Woi Rafael!" Nel memanggil Rafael. Sepertinya Rafael akan segera mendapat masalah.
Rafael menoleh, begitu juga dengan Leon. Nel memang cantik, bahkan saat berlari membuatnya tambah cantik.
"Ada apa?" Rafael segera bertanya sesaat Nel tiba. Dia bertanya seperti seakan tidak melakukan sesuatu.
"Ada apa kau bilang? Kau tahu, aku loh yang membereskan semua pekerjaan Alea, yang seharusnya pekerjaan-mu. Dan aku juga tidak memberitahu bahwa kau bolos dari pekerjaan. Lihat! Apa yang seharusnya kau ucapkan?!"
Nel meluapkan emosinya kepada Rafael. Itu membuat Leon terkekeh kecil, bagi Leon mereka sangat lucu.
"Terima kasih... Kau sungguh hebat~" Rafael mengatakannya agar Nel senang. Ia juga berekspresi saat mengatakannya. Tak lupa juga untuk tersenyum.
Namun, senyumannya membuat Nel juga ikut tersenyum saat melihatnya. Senyuman Rafael sangat cocok dengan rambut putihnya.
"Sudah, kan?.." Rafael seketika mengubah eksperesi nya kembali. Seolah senyumannya tadi hanya emote yang hanya akan muncul kalau tombol nya dipencet.
Nel kaget. Perubahan ekspresinya sangat pas, sangat realistis. Seolah Rafael tidak pernah tersenyum seindah itu, atau... Rafael memang tidak bermaksud?
"Hah, Sudah lupakan... Kita masih ada Kelas kak Riley." Nel mengalihkan pandangannya, sekalian ia mengalihkan pembicaraan. Kalau dilanjut, nanti bisa-bisa Nel salah tingkah.
"Kelas Riley? Apa Riley tidak sibuk?" Rafael berpikir begitu, bahwa seharusnya jam segini Riley akan sangat sibuk.
"Riley? Kau bilang Riley? Hanya Riley?! Kau dan kak Riley itu beda jauh tahu..." Nel sedikit menguatkan suaranya saat mengatakannya. Nel tidak terima kalau Riley dipanggil Riley oleh adik-adik seperti Rafael.
"Ah.. Maaf, aku sudah terbiasa," Rafael meminta maaf. Dia tidak mau Nel marah. Memang sudah kebiasaannya memanggil orang yang lebih tua dengan panggilan akrab.
"Hah... Sudah lupakan," Nel mengalihkan topik lagi. Pandangannya beralih-alih, tidak menemukan titik yang pas untuk ia mendaratkan pandangan.
Mereka segera menuju hutan. Nel memimpin jalan. Seperti nya Riley sudah lebih dulu sampai.
"Hai kak!.." Sapa Nel dengan semangat. Dia sangat suka pada Riley. Nel memang begitu, baginya Riley seperti kakak nya sendiri.
Riley tersenyum.
Mereka segera menuju Riley. Duduk di sebatang pohon yang sudah disediakan.
Suasananya tidak berubah. Masih sama seperti awal mereka kesana.
"Hari ini kita belajar apa, kak?" Nel yang bertanya. Dia tampak sangat ber-antusias. Sepertinya sudah tidak sabar untuk mempelajarinya.
"Hari ini kita akan praktek. Sudah waktunya bagi kalian mengaplikasikan Mantra-Mantra yang sudah aku ajarkan."
Kata Riley. Dia mengatakannya. Tatapannya bergeser ke Rafael. Alisnya yang lentik membuat matanya seolah tampak seperti ombak yang di pasir pantai.
Rafael menyadarinya. Walau hanya sebentar, tetapi tatapan Riley tadi jelas menyampaikan suatu pesan.
"Jadi, apa yang harus kami lakukan?" Nel bertanya lagi. Dia tidak melihat pandangan Riley teralihkan.
"Kalian harus mendapatkan Crimson. Crimson milik Crimson Horse. Crimson Horse bukanlah lawan yang sulit untuk kalian lawan, makanya aku memilih nya. Kalian harus bekerja sama, gunakan Mantra-Mantra yang sudah aku ajarkan."
Riley sedikit menjelaskannya. Dia ingin menguji anak murid-nya rupanya.
"Hanya kami?" Rafael bertanya. Maksud dia bertanya adalah untuk memastikan apakah Riley akan ada untuk memantau.
"Iya. Aku tidak akan ikut. Pokoknya kalian harus membawa Crimson itu kepada ku. Tenang saja~ Pakailah segala cara, aku tidak akan memantau kalian secara diam-diam~"
Riley menjawab pertanyaan Rafael dengan jelas. Sepertinya nanti mereka hanya akan berdua saja di hutan.
"Oke... Tunggu apa lagi? Sudah dimulai loh~ Silahkan." Riley mempersilahkan mereka untuk masuk ke hutan segera.
Hutan nya tampak lebat, walau lebat tapi sepertinya tidak ada yang menakutkan.
Nel menelan ludah. Ia menatap hutan itu jauh kedepan.
"Tunggu apa lagi. Ayo.." Rafael memegang bahu Nel. Sepertinya Rafael tidak gentar sama sekali.
Melihat Rafael tidak gentar, tentu membuat Nel tidak mau kalah. Nel melawan rasa takutnya.
Mereka masuk ke hutan itu. Riley melihat punggung mereka yang semakin menghilang dari kejauhan.
"Tunjukkanlah kekuatan kalian," Riley bergumam setelah mereka masuk sepenuhnya. Matanya yang berwarna abu membuat kepastian di muka nya semakin tampak.
Nel dan Rafael telah masuk hutan sepenuhnya. Mereka mulai mengeksplorasi sekeliling. Tidak ada jalan setapak, mereka harus membuat jalan lebih dulu, walau hutannya tidak terlalu lebat.
Hutan itu masih terjaga kelestariannya, diurus dan dilindungi. Hanya saja di biarkan tumbuh bebas seperti alam pada umumnya.
"Pertama-tama ikat pita di suatu pohon, agar kita tidak tersesat saat akan pulang nanti." Nel mengikat pita merah di suatu dahan pohon.
Suasana di hutan itu masih sangat alami. Suara kicauan burung masih terdengar jelas dan merdu. Dedaunannya hijau muda dengan embun menghiasi setiap helai nya.
"Kita harus cepat. Walau kak Riley tidak memberi batas waktu, tapi jika malam telah tiba maka susana akan berubah," kata Nel. Ia takut dihutan saat sedang malam hari.
Walau hutan itu masih terang, mentari masih terlihat dari sela-sela dedaunan diatas mereka.
"Bagaimana kalau kita bertemu ular?" Rafael sengaja menanyakan nya. Ia jelas ingin menakut-nakuti Nel.
"Haish! Jangan bicara yang aneh-aneh!" Nel tidak ingin menjawab pertanyaan Rafael. Ia tahu Rafael hanya iseng.
Rafael terkekeh kecil.
"Hmm... Seingat ku kalau ingin mencari Crimson Horse kita harus mencari daun yang berwarna ungu, itu makanan Crimson Horse," Leon menyela di tengah-tengah.
Ia mengingat nya dari kehidupannya yang dulu, dulu ia juga berbakat dalam berburu.
"Baiklah.." Gumam Rafael. Tidak sepenuhnya bergumam, yang membuat Nel mendengarnya.
"Apa? Kau merencanakan sesuatu?" Nel bertanya mendengar nya. Ia menoleh ke Rafael.
"Ah.. Tidak.. Hanya saja aku tahu dimana kita bisa menemukan Crimson Horse itu," Rafael sedikit canggung. Ternyata gumam nya didengar oleh Nel.
Nel tampak meragukan Rafael. Meski begitu, pada akhirnya ia membiarkan Rafael memimpin jalan.
Mereka sesekali bercanda, sesekali kesunyian melanda. Kadang Rafael mengobrol dengan Leon. Perjalanan semakin lama semakin terasa bosan.
Tidak ada hal yang menantang.
Nel yang bertugas mengikat pita di setiap sudah beberapa meter jauhnya.
'Mana? Kok dari tadi daun ungu kok gak kelihatan? Bukannya ini tempat yang banyak Crimson Horse nya ya? Harusnya ada makanannya dong.'
Damian membatin. Dia sudah kelelahan. Walau perjalanan ini cukup seru, tetapi masih monoton.
"Kita tidak tersesat, kan?" Tiba-tiba Nel bertanya. Tanyanya membuat Rafael berhenti tertegun.
"Apa ini hanya perasaan ku saja atau gimana? Tetapi, rasanya hutan ini seolah bukan hutan yang sama, suasana jauh berbeda."
Nel melihat sekeliling. Melihat keatas. Matahari tidak terlihat, tertutupi sepenuhnya dengan pohon-pohon yang rimbun.
Rafael yang melihatnya juga melihat ke atas. Dan benar saja, kini Rafael sadar, suasana di hutan ini telah berubah.
"Benar.. Sepertinya kita harus lebih berhati-hati," Leon membenarkan perkataan Nel, bahwa mereka tersesat. Suara Leon juga dingin dan serius. Sepertinya perjalanan yang sesungguhnya baru saja dimulai.
Saat Rafael melihat sekeliling dan keatas. Suara yang sangat familiar terdengar. Suara desisan ular...
SHHHHH...
Suaranya halus, seperti irama.
"U-ular? I..tu suara ular..." Nel mendekat ke Rafael. Hampir saja ia menggandeng Rafael.
"Kau takut? Bukannya kau hebat?~" Rafael menoleh ke Nel. Ia menantang nyali Nel. Mata Rafael jelas mengatakan bahwa, 'masak gini aja takut,'.
Walau hanya bercanda tetapi Nel langsung berdiri tegap. Tatapannya kembali serius. Mengerutkan dahi. Bersiap dalam posisi Kuda-kuda.
"Nah... Gitu dong.." Tak lama setelah Rafael mengatakannya. Ular yang besar nya 20 cm muncul. Panjangnya bisa melebihi 3 meter.
Sepertinya Piton.
"Ra-Rafael! B-besar sekali!" Nel melihat ular itu. Ia takut dengan ular, walau Nel itu kuat tetapi ular adalah kelemahannya.
"Waw! Besar juga tuh!..." Leon langsung tegap. Ia langsung bersiaga kalau ular itu menyerang muridnya.
Rafael menatapnya. Ular itu berada di dahan pohon, bahkan ular itu bisa saja melahap Rafael dan Nel.
Tatapan Rafael tidak gentar. Alisnya menurun. "Nel, mundur lah... Kalau kau takut dengan ular, maka kau kalah." Rafael menyuruh Nel mundur selangkah.
Mendengar itu, Nel tahu maksud Rafael. Rafael seolah mengatakan, 'lawan dulu rasa takut-mu,'.
Shhhh
Ular itu mengeluarkan lidah nya. Tubuhnya yang bersirip sangat cocok dengan putih. Matanya seolah memiliki bisa, hijau.
"Viperlion," Leon berbisik. Dia tahu siapa ular itu. Melihat mata dan sirip nya ia langsung mengetahuinya.
Rafael menelan ludah. Ular itu bergerak mengelilingi pohon, semakin dekat dengan mereka.
Dalam sekejap ular itu menerkam dengan cepat. Bahkan Rafael tidak menyadarinya. Leon kaget. Kecepatan ular ini bukan main, berbeda dari kehidupan nya dulu.
Rafael bergerak dengan gesit. Menghindari racun yang disembur oleh Viperlion. Kalau tidak, bisa saja ia buta.
Rafael teralihkan. Instingnya seolah menyuruhnya menoleh. Rafael mengikutinya, ia menoleh ke Nel yang menjadi sasaran suatu hewan buas lagi.
Dengan cepat Rafael memberitahu Nel.
"Nel, awas!! Makhluk lain dibelakang mu!" Teriak Rafael. Matanya tampak panik. Mendengar itu Leon menoleh ke Nel.
Benar, ada sesuatu yang lebih besar dari ular itu. Ternyata insting Rafael kuat juga.
Nel segera menoleh kebelakang. Cepat. Ia mengeluarkan Mana nya. Dan... benar saja. Sebuah beruang merah yang besar.
"Agh!" Nel terhempas. Beruang itu mengaung dengan keras. Bahkan mampu membuat Nel terhempas.
Air liur dimana-mana. Rafael masih bisa merasakan angin nya, seperti badai.
Rafael menuju Nel. Ia membantu Nel berdiri. Dengan cepat, Nel kembali berdiri. Melihat situasi yang sangat buruk, mereka di kepung oleh dua Makhluk Mistis.
"Sial! Kita dikepung!" Rafael beralih ke mode serius. Lihat saja tatapannya.
Mereka sedang dalam posisi terdesak, saling membelakangi untuk berjaga-jaga adalah pilihan terbaik untuk saat ini.
Dihadapan Rafael terpampang sosok ular besar yang telah lepas dari pohon sepenuhnya. Ukurannya bertambah rupanya, memang keahlian Viperlion saat ia sudah turun dari pohon sepenuhnya, maka ia akan memperlihatkan ukuran nya yang sebenarnya.
60 cm besarnya, panjangnya juga bertambah. Kepalanya tentu lebih besar lagi.
Dihadapan Nel berdiri sosok yang gagah, The Bear, namanya Crimson Bear. Tingginya mampu melebihi 5 meter. Matanya menunjukkan ketidak ramah-an.
Mereka dikepung oleh monster yang haus akan darah. Sialnya Crimson Bear dan Viperlion adalah musuh bebuyutan.
"Sial! Kita salah masuk hutan! Ini kawasan Crimson Bear! Bukan Crimson Horse.." Kata Leon. Tentu membuat Rafael semakin mengerutkan dahinya ia bersiap akan bertarung.
"Lakukan yang terbaik," Leon mengatakannya. Rafael mengerti. Ia menyeringai. Mengeluarkan Mana nya yang seharusnya tidak keluar.
Mana alam semesta. "Nivarla Serentha Melodia," Rafael mengucapkan Mantra pembuka untuk sihir Nada. Seketika Mana nya berubah menjadi Nada-Nada yang indah. Mengelilingi tubuhnya.
Nel melihatnya, ia kaget. Mengapa ada Nada yang terbang disini?