Setelah dua tahun menikah, Laras tidak juga dicintai Erik. Apapun dia lakukan untuk mendapatkan cinta suaminya tapi semua sia-sia. Laras mulai lelah, cinta Erik hanya untuk Diana. Hatinya semakin sakit, saat melihat suaminya bermesraan dengan Dewi, sahabat yang telah dia tolong.
Pengkhianatan itu membuat hatinya hancur, ditambah hinaan ibu mertuanya yang menuduhnya mandul. Laras tidak lagi bersikap manja, dia mulai merencanakan pembalasan. Semua berjalan dengan baik, sikap dinginnya mulai menarik perhatian Erik tapi ketika Diana kembali, Erik kembali menghancurkan hatinya.
Saat itu juga, dia mulai merencanakan perceraian yang Elegan, dibantu oleh Briant, pria yang diam-diam mencintainya. Akankah rencananya berhasil sedangkan Erik tidak mau menceraikannya karena sudah ada perasaan dihatinya untuk Laras?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni Juli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32. Senyum Kemenangan
Dewi semakin pucat. Kedatangan Erik dan Laras semakin mengacaukan suasana. Dia tidak ingin Erick tahu apalagi Laras yang sudah pasti akan menertawakan dirinya.
"Cepat matikan!" Dia kembali berteriak tapi tak ada satupun yang memperdulikan dirinya.
"Apa yang kalian lakukan dan kenapa kau berteriak Dewi?"
Dewi semakin panik, tak tahu apa yang harus dia lakukan. Pikirannya buntu, dia hanya bisa meminta bantuan meski tak ada yang peduli seolah mereka tidak ingin pertunjukan itu berakhir.
"Kenapa terdengar suara menjijikan ini?" Teriak Erik.
Erik melangkah masuk bersama Laras, karyawan yang tadinya berkerumun segera menyingkir.
Bisik-bisik, tatapan karyawan yang saling berbisik di belakang tangan, dan wajah-wajah terkejut membuat Erik mengernyit. Tidak biasanya para karyawannya seperti itu.
Namun, langkahnya mendadak terhenti. Pandangannya jatuh ke layar televisi besar di dekat resepsionis. Kedua matanya melebar, tubuhnya membeku.
“Apa… ini?” suaranya hampir tak terdengar.
Di sana, tanpa bisa dibantah, terpampang jelas rekaman Dewi bersama Pak Roby. Adegan yang memalukan, tawa genit Dewi, sentuhan intim, hingga bisikan menggoda yang tidak pantas dipertontonkan.
Semuanya terbuka lebar, ditonton oleh puluhan karyawan yang kini menahan tawa sinis bercampur jijik.
"Tidak, jangan lihat!" Dewi berusaha menutupi layar televisi itu.
Wajah Erik seketika memucat. Rasa kecewa menyambar hatinya bagai petir. Wanita yang selama ini dia jadikan sebagian selingkuhan, rupanya ternyata serendah itu. Menjual dirinya demi sebuah kontrak kerja sama?
"Apa benar itu kau, Dewi?"
"Tidak, Erik. Itu bukan aku. Seseorang pasti sedang memfitnah aku!"
"Jika bukan kau, lalu siapa?" Sahut Laras. Dia tersenyum, senyuman penuh kemenangan.
"Itu memang bukan aku!" Dewi semakin panik, matanya liar mencari pembelaan, "Kau, pasti kau yang melakukannya. Kau sengaja menyiarkannya untuk mempermalukan aku!" Teriaknya tidak terima.
Semua kepala menoleh ke arah Laras. Namun wanita itu hanya berdiri tenang, tatapannya tajam dan dingin, sama sekali tidak menunjukkan kepanikan.
"Memang aku yang melakukannya, kenapa?" Laras tidak menyangkal sama sekali.
"Kurang ajar kau, Laras!" Mata Dewi memerah, penuh amarah.
"Aku hanya ingin menunjukkan pada mereka, apa yang kau lakukan selama ini!" Laras melangkah maju, "Dan aku ingin Erik tahu, siapa sebenarnya dirimu!"
“Lihatlah, Erik! Dia sengaja ingin menjatuhkan aku!” Dewi menunjuk Laras dengan tangan bergetar, suaranya melengking. “Dia iri denganku karena aku mendapatkan kontrak kerjasama dengan pak Roby. Dia membuat video kotor itu untuk menghancurkan reputasiku. Kau harus percaya, ini video palsu!”
Namun justru teriakannya semakin mempermalukan dirinya sendiri. Karyawan mulai tertawa kecil, sebagian menggeleng-gelengkan kepala.
“Video palsu?” salah satu karyawan berbisik sinis. “Padahal wajahnya jelas, suaranya jelas. Bahkan tahi lalatnya pun ada.”
“Betul. Dia bahkan menyebut nama Pak Roby berkali-kali. Itu tidak mungkin palsu.”
Dewi merasa darahnya mendidih. Ia semakin panik, wajahnya merah padam. “Diam kalian! Kalian tidak tahu apa-apa!”
Erik menutup matanya sejenak, menahan amarah yang hampir meledak. “Cukup!” suaranya menggelegar, membuat seluruh lobi terdiam.
“Kalian semua, kembali ke pekerjaan masing-masing!” ucapnya dingin. “Matikan itu, pertunjukan selesai.”
Karyawannya pun bubar, meski tatapan mereka masih menempel pada Dewi dengan penuh hinaan. Suasana lobi kembali tenang, menyisakan Erik, Laras, dan Dewi.
“Masuk ke ruangan,” Erik berkata datar, menatap Dewi dengan sorot mata yang tajam, "Kalian berdua!"
Erik melangkah terlebih dahulu. Sedangkan Dewi menatap Laras dengan penuh amarah. Namun, Laras tersenyum. Dia melangkah menuju televisi, lalu mengambil sesuatu dibelakangnya dan menunjukkannya pada Dewi.
"Ka... Kau?" Suara Dewi bergetar karena amarah.
Laras kembali tersenyum, "Ini hadiah untukmu, Dewi. Tapi hadiah ini belum selesai. Aku rasa Erik akan memberikan hadiah lainnya!" Laras melangkah pergi, menuju ruangan Erik.
Kedua tangan mengepal erat. Dia tidak menduga apa yang dia lakukan dengan pak Roby akan tersebar. Tapi bagaimana cara Laras mendapatkannya?
Dewi memilih mengikuti Laras. Dia tidak tahan dengan bisik-bisik para karyawan serta tatapan mencemooh mereka. Dia harus meyakinkan Erik jika video itu bukan dirinya.
Laras sudah berada di dalam ruangan. Dewi pun melangkah masuk, dan begitu pintu tertutup, Dewi langsung berlari ke arah Erik.
“Erik, kau harus percaya padaku!” katanya lirih, hampir menangis. “Itu… itu video palsu! Aku tidak pernah melakukan itu. Semua ini hanyalah fitnah!”
Erik menatapnya lama, dingin dan penuh kekecewaan. “Video itu jelas, Dewi. Suaramu, wajahmu, bahkan setiap detailnya. Kau masih berani bilang itu palsu?”
“Percayalah, Laras ingin menghancurkan karierku. Aku tidak melakukan hal kotor itu untuk mendapatkan kerja sama dengan pak Roby,” Dewi meraih tangan Erik, dia tampak putus asa.
Erik memandangi istrinya sejenak. Laras hanya diam, dia ingin melihat apa yang akan dilakukan oleh Erik. Apakah setelah melihat video kotor itu, Erik masih akan membela Dewi?
“Jangan menuduh istriku, Dewi. Laras tidak melakukan hal seperti itu untuk menjatuhkan dirimu,” kali ini dia harus menunjukkan pada Laras jika dia benar-benar ingin mengakhiri hubungannya dengan Dewi supaya Laras percaya akan keseriusannya.
“Percayalah padaku, Erik.”
“Tidak!” Erik menepis tangannya dan berdiri, “Aku tidak menduga kau akan melakukan hal kotor itu dengan pak Roby hanya untuk mendapatkan kerja sama dengannya. Kau menjijikkan, Dewi.”
Perkataan itu menghantam Dewi. Dia tidak terima. Setelah usaha yang dia lakukan, Erik justru bersikap seperti itu.
“Aku melakukannya untuk mendapatkan kontrak itu agar kau bangga padaku!” Teriaknya, “Aku melakukannya demi cinta kita, Erik!”
“Tutup mulutmu!” bentak Erik, membuat Dewi terperanjat. “Jangan sebut kata cinta, tidak ada cinta di antara kita."
Erik mijit pelipis, sedangkan Laras tersenyum puas melihat tontonan menarik itu.
“Kau... banyak cara yang bisa kau lakukan selain tidur dengan pak Roby tapi kau justru melakukan cara kotor itu. Aku percaya denganmu, percaya dengan kemampuanmu tapi apa yang kau tunjukkan? Kau menjual dirimu pada pria tua itu!”
“Erik, aku melakukannya—”
“Kau dipecat.”
Suasana hening. Kata-kata itu terlepas dari bibir Erik dengan dingin dan penuh penegasan.
"Bereskan barang-barangmu, mulai hari ini kau dipecat!"
“Tidak, Erik! Kau tidak bisa melakukan ini padaku! Aku… aku sudah memberikan segalanya untukmu!” Dewi menjerit, tangisnya pecah. “Kau tidak bisa memperlakukan aku seperti ini!”
Erik berpaling, tak sudi lagi menatapnya. “Kau yang memulainya, Dewi. Aku tidak mau perusahaan ini jadi tercoreng gara-gara perbuatan kotor yang kau lakukan. Mulai hari ini, kau bukan siapa-siapa di perusahaanku. Dan jangan pernah lagi muncul di hadapanku.”
"Tidak. Aku tidak akan pergi," dia kembali menjerit, "Aku melakukan hal itu supaya mendapatkan kerjasamanya. Tapi kau menendang aku dengan kejam. Aku tidak akan pernah pergi dari perusahaan ini!"
"Jangan sampai aku melakukan hal lain untuk mempermalukan dirimu, Dewi. Aku akan memberikan gajimu tiga kali lipat untuk usaha yang kau lakukan. Sekarang pergi, sebelum security datang dan menarikmu keluar!"
"Tidak.. Aku tidak mau!" Dewi masih bersikeras. Dia tidak terima dicampakkan begitu saja.
"Terima saja, Dewi. Jangan mempermalukan dirimu sendiri!" Ucap Laras.
"Semua gara-gara kau!" Dewi berlari ke arahnya, penuh amarah. Laras berdiri tenang, tidak menghindar. Namun, sebelum Dewi dapat memukulnya, Erik menarik Laras dan berdiri di hadapannya.
Dewi tertegun, tak percaya dengan apa yang baru saja dia lihat.
"Jangan coba-coba, aku tidak akan membiarkan kau menyakitinya."
Dewi tampak linglung. Dia memandangi Erik. Jadi benar, Erik ingin memperbaiki hubungannya dengan Laras?
Amarah semakin memuncak. Apalagi setelah melihat senyuman Laras.
"Jangan kau kira kau sudah menang, Laras. Meskipun aku dicampakkan, tapi pada akhirnya kau mendapatkan bekasku juga!" Setidaknya dia menang karena Laras akan mendapatkan laki-laki yang pernah tidur dengannya.
"Jangan banyak bicara lagi, pergi!" Teriak Erik.
"Kau benar-benar menyedihkan, Laras!" Dewi tertawa, mengira ucapan itu dapat menyakiti Laras. Akan tetapi, Laras terlihat tenang.
"Pergi!" Erik mendorongnya dengan kasar.
“Kau akan menyesal, Erik!” Dewi berteriak marah. Dia menatap mereka dengan tajam terutama Laras. Namun, Laras tersenyum dingin, penuh kemenangan.
hayuu Erik n Ratna cemuuuunguut utk tujuan kalian yg bersebrangan 🤣🤣
semangat utk mendapat luka Erik 🤣
hayuuu Briant gaskeun 😁
buat Erik kebakaran jenggot 🤣🤣