Di Kekaisaran Siu, Pangeran Siu Wang Ji berpura-pura bodoh demi membongkar kejahatan selir ayahnya.
Di Kekaisaran Bai, Putri Bai Xue Yi yang lemah berubah jadi sosok barbar setelah arwah agen modern masuk ke tubuhnya.
Takdir mempertemukan keduanya—pangeran licik yang pura-pura polos dan putri “baru” yang cerdas serta berani.
Dari pertemuan kocak lahirlah persahabatan, cinta, dan keberanian untuk melawan intrik istana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Keesokan Hari
Matahari pagi menembus celah jendela istana, menebarkan sinar keemasan di atas halaman luas. Burung-burung walet berputar di udara, suaranya riang seolah menyambut hari yang baru. Namun di kediaman Putri Bai, suasana berbeda—ada rasa resah yang menggantung di udara.
Bai Xue Yi duduk di depan meja rias, rambut panjangnya sudah disisir rapi oleh Lan Er. Gadis pelayannya itu sesekali melirik wajah tuannya yang tampak termenung.
“Putri, apa Anda benar-benar ingin menemui Pangeran Siu hari ini? Bukankah rombongan mereka akan kembali beberapa hari oahi? Kita bisa mengucapkan perpisahan di gerbang istana saja,” tanya Lan Er hati-hati.
Xue Yi menghela napas panjang. “Tidak, Lan Er. Ada hal yang ingin kutanyakan padanya. Sesuatu yang semalam membuatku tidak bisa tidur.”
Lan Er menatap tuannya dengan bingung, namun ia tidak berani bertanya lebih jauh. Ia hanya merapikan selendang sutra berwarna hijau giok yang menambah anggun sosok Xue Yi.
Mereka pun berangkat. Jalan setapak menuju kediaman tamu dari Kekaisaran Siu dihiasi pepohonan plum yang mulai berbunga. Namun sebelum sampai ke aula tempat Wang Ji berada, seorang dayang istana datang menghampiri.
“Putri Bai, Permaisuri Siu ingin bertemu dengan Anda,” ucapnya sambil menunduk hormat.
Xue Yi sempat tertegun, lalu mengangguk. “Kalau begitu, antarkan aku.”
Pertemuan dengan Permaisuri Siu
Permaisuri Siu menerima Xue Yi di sebuah taman dalam. Suasana sepi, hanya terdengar suara gemericik air dari kolam kecil. Permaisuri duduk dengan anggun, mengenakan jubah ungu muda berhiaskan bordir bunga seruni emas.
“Putri Bai, terima kasih sudah datang. Semalam aku melihatmu berbincang dengan Ji’er. Aku… sangat berterima kasih.” Suaranya lembut, namun terselip ketulusan yang mendalam.
Xue Yi menunduk hormat. “Yang Mulia tidak perlu berterima kasih. Pangeran Siu orang yang menyenangkan untuk diajak bicara.”
Permaisuri tersenyum samar, lalu menatap ke arah kolam. “Sejak kecil ia sering direndahkan. Orang-orang hanya melihat topeng kebodohannya, tidak pernah mau melihat hatinya. Tapi engkau… sepertinya tidak sama dengan mereka.”
Xue Yi diam sejenak. Namun tiba-tiba matanya memanas, pandangannya kabur. Sinar matahari yang memantul di permukaan air mendadak berubah menjadi kilasan gambaran yang asing: seorang dayang membawa baki berisi mangkuk sup, berjalan pelan menuju kediaman permaisuri. Sup itu tampak harum, namun Xue Yi bisa merasakan hawa dingin jahat yang menyusup keluar. Dan di belakang dayang itu, ada bayangan seorang selir berwajah cantik namun senyumnya dingin.
Xue Yi tersentak. Nafasnya memburu.
“Putri, ada apa?” tanya Permaisuri Siu dengan khawatir.Putra Mahkota Bai Xiang,
Xue Yi memegang dadanya, menenangkan diri sejenak. “Yang Mulia… maafkan kelancanganku. Aku baru saja melihat sesuatu. Aku tidak tahu apakah Anda percaya, tapi…” Ia menatap lurus mata sang permaisuri. “Saat kembali ke Kekaisaran Siu nanti, berhati-hatilah. Akan ada seorang dayang yang membawa racun dalam makanan Anda. Racun itu berasal dari seorang selir yang iri.”
Permaisuri Siu terdiam, wajahnya memucat. “Racun… dari selir?”
“Ya,” Xue Yi menunduk. “Aku tidak tahu siapa selir itu, tapi wajah dayang yang membawanya… jelas sekali ada dalam pandanganku. Tolong berhati-hatilah, Yang Mulia.”
Hening sejenak. Angin meniup dedaunan plum yang jatuh ke atas kolam.
Akhirnya Permaisuri Siu menggenggam tangan Xue Yi erat. “Putri… aku tidak tahu bagaimana kau bisa melihat hal itu. Tapi firasatku mengatakan kau tidak berbohong. Terima kasih. Engkau telah menyelamatkan nyawaku.”
Mata permaisuri berkaca-kaca. Ia menunduk dalam-dalam sebagai tanda syukur.
Xue Yi pun ikut menunduk. “Aku hanya menyampaikan apa yang kulihat. Semoga Yang Mulia selalu selamat.”
Usai berpamitan, Xue Yi bersama Lan Er melanjutkan perjalanan menuju kediaman tamu. Luo dan Jian segera memberi hormat begitu melihat kedatangan putri.
“Putri Bai, Pangeran sedang beristirahat,” ucap Jian sopan.
“Kalau begitu, katakan padanya aku ingin berbincang. Hanya sebentar,” kata Xue Yi tenang namun tegas.
Tak lama, Wang Ji keluar dengan wajah kikuk seperti biasa. Rambutnya sedikit acak, dan ia mengenakan jubah biru sederhana. “Pu-putri Bai… apa yang membawamu ke sini?”
Xue Yi menatapnya dengan penuh kesungguhan. “Aku ingin memeriksa keadaan Pangeran.”
Wang Ji terkejut. “Memeriksa? Aku tidak sakit. Lihat, aku sehat-sehat saja.” Ia merentangkan tangan dengan gaya konyol, seakan ingin membuktikan.
Namun Xue Yi tidak tertawa. Ia melangkah mendekat. “Pangeran, jangan sembunyikan lagi. Sejak semalam aku merasa ada yang aneh. Wajahmu terlihat segar, tapi nadimu… berbeda. Izinkan aku memeriksamu.”
Wang Ji mundur setapak, panik. “Ti-tidak perlu! Aku baik-baik saja. Benar!”
Xue Yi mengernyit. “Apakah Pangeran tidak percaya padaku?”
“Aku hanya tidak ingin… merepotkanmu.”
Xue Yi mendengus kecil. “Merepotkan? Ini soal nyawamu.” Ia lalu dengan cepat meraih tangan Wang Ji. Sentuhan itu membuat sang pangeran membeku.
Tatapan Xue Yi serius, ujung jarinya menekan pergelangan tangan Wang Ji. Sesaat kemudian, wajahnya berubah. Ada hawa dingin meresap dari nadi sang pangeran—dingin menusuk tulang, bercampur dengan aliran energi gelap.
“Racun dingin…” bisik Xue Yi lirih.
Wang Ji terdiam. Matanya membesar. “Kau… kau tahu?”
Xue Yi menatapnya tajam. “Sejak kapan kau menahannya?”
Wang Ji menunduk, suaranya nyaris berbisik. “Bertahun-tahun. Sejak aku kecil.”
Lan Er menutup mulutnya dengan terkejut. Luo dan Jian sama-sama menunduk, seolah rahasia besar tuan mereka akhirnya terbongkar.
Xue Yi mengepalkan tangannya. “Mengapa kau diam saja? Racun ini lambat namun mematikan. Kalau tidak segera ditangani, umurmu akan terpotong setengah!”
Wang Ji hanya tersenyum getir. “Aku sudah terbiasa. Bahkan tabib-tabib terbaik di kekaisaranku tidak bisa mengatasinya. Jadi, untuk apa lagi repot?”
Xue Yi melangkah maju, menatapnya tanpa berkedip. “Aku tidak akan membiarkanmu menyerah begitu saja. Malam ini, temui aku di paviliun lotus. Aku akan mencoba mengobatimu.”
Wang Ji membelalakkan mata. “Tapi—”
“Tidak ada tapi.” Suara Xue Yi tegas, matanya bersinar dengan keyakinan. “Datanglah. Atau aku sendiri yang akan mendatangimu malam-malam, dan membuat seluruh istana heboh.”
Wang Ji ternganga. Luo menunduk, menahan tawa. Jian menghela napas panjang.
Akhirnya Wang Ji menggaruk kepala dengan wajah memerah. “Ba-baiklah… aku akan datang. Tapi jangan salahkan aku kalau kau kecewa.”
Xue Yi mengendurkan wajahnya, lalu tersenyum tipis. “Aku tidak akan kecewa. Aku hanya ingin melihatmu hidup lebih lama.”
Ucapan itu membuat dada Wang Ji bergetar aneh. Untuk pertama kalinya, ada seseorang yang begitu keras kepala demi dirinya.
Mereka pun berpisah. Namun di hati masing-masing, sebuah benih keyakinan baru mulai tumbuh.
Bersambung…