Seorang wanita miskin bernama Kirana secara tidak sengaja mengandung anak dari Tuan Muda Alvaro, pria tampan, dingin, dan pewaris keluarga konglomerat yang kejam dan sudah memiliki tunangan.
Peristiwa itu terjadi saat Kirana dipaksa menggantikan posisi anak majikannya dalam sebuah pesta elite yang berujung tragedi. Kirana pun dibuang, dihina, dan dianggap wanita murahan.
Namun, takdir berkata lain. Saat Alvaro mengetahui Kirana mengandung anaknya. Keduanya pun menikah di atas kertas surat perjanjian.
Apa yang akan terjadi kepada Kirana selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rafizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 - Hari buruk dimulai
Ruang keluarga Wilantara malam itu terasa tegang. Nyonya Lili duduk anggun di kursi utama dengan tatapan dingin, sementara Alvaro berdiri tegak di hadapannya. Kirana menunduk, mencoba meredam rasa sesak di dadanya.
Suasana hening beberapa saat, sampai akhirnya Nyonya Lili bicara dengan suara lembut namun menusuk.
"Aku pikir kamu tidak akan ingat rumah ini lagi, Alvaro" ucap nyonya Lili dingin.
"Sudah aku katakan. Jangan ikut campur dengan masalah keluarga ku!"
Nyonya Lili mengerutkan kening, menatap Kirana dengan mata tajam.
“Oh....Jadi, kau membelanya?" tanya nyonya Lili.
Kirana menggenggam ujung bajunya, hatinya berdesir sakit. Ia tahu kata-kata itu ditujukan padanya.
"Alvaro, kau membuat keluarga ini menjadi bahan tertawaan. Surat cerai itu seharusnya kau biarkan ditandatangani. Apa kau tidak melihat bagaimana reputasi kita terancam karena wanita ini?”
Alvaro melangkah maju. Suaranya tegas, tak bisa digoyahkan.
“Cukup,.”
Nyonya Lili terdiam, sedikit terkejut karena baru pertama kalinya Alvaro berani memotong kata-katanya.
Alvaro menatapnya lurus, wajahnya serius.
“Jangan pernah merendahkan Kirana lagi di hadapanku. Dia istriku, dan aku mencintainya. Tidak ada seorang pun, bahkan keluarga sendiri, yang berhak menyingkirkannya dariku.”
Kirana mendongak, matanya membulat kaget. Itu adalah kali pertama ia mendengar Alvaro menyatakannya dengan lantang di hadapan keluarga.
Nyonya Lili mencoba tersenyum tenang, meski sorot matanya penuh perhitungan.
“Alvaro, kau terlalu terbawa perasaan. Ingat, aku hanya memikirkan nama besar keluarga Wilantara. Wanita itu—”
“Wanita itu bernama Kirana,” potong Alvaro lagi, kali ini suaranya lebih tajam. Nyonya Lili sampai terdiam.
“Dan dia adalah bagian dari keluarga ini. Suka atau tidak, aku akan tetap bersamanya. Jika reputasi keluarga jatuh hanya karena keberadaannya, maka biarlah aku sendiri yang menanggungnya.”
Kirana menutup mulutnya dengan tangan, menahan isak haru.
Nyonya Lili terdiam. Untuk pertama kalinya, wajahnya kehilangan kendali. Ia menatap Kirana lekat-lekat, lalu kembali pada Alvaro. Tak ada lagi kata-kata yang keluar, hanya diam panjang yang terasa penuh ancaman terselubung.
Dalam hati, ia sadar: Kirana bukan wanita biasa. Jika Alvaro bisa melawan dirinya yang selama ini dihormati, berarti posisi Kirana di sisi Alvaro jauh lebih kuat dari yang ia kira.
Dengan senyum tipis yang nyaris tak terbaca, Nyonya Lili akhirnya bangkit.
“Baiklah. Kalau itu keputusanmu, Alvaro… kita lihat saja seberapa lama kau bisa bertahan dengan pilihanmu.”
Ia lalu melangkah pergi dengan anggun, meninggalkan atmosfer tegang yang masih menggantung.
Alvaro menoleh pada Kirana, lalu menggenggam tangannya erat.
“Aku sudah memilih, Kirana. Dan pilihanku adalah kamu. Jadi jangan pernah ragukan dirimu lagi.”
Kirana menatapnya dengan mata berkaca-kaca, untuk pertama kalinya benar-benar merasa dilindungi oleh suaminya.
Malam Itu, setelah kepergian Alvaro dan Kirana, beberapa saat kemudian Elena datang ke rumah besar keluarga Wilantara. Dengan wajah lembut penuh penyesalan, ia melangkah masuk, didampingi salah satu pelayan. Nyonya Lili sudah menunggunya di ruang tamu dengan senyum penuh arti.
“Elena…” suara Nyonya Lili terdengar hangat, berbeda dengan saat ia bicara pada Kirana.
“Akhirnya kau datang. Elena" Nyonya Lili menatap Elena penuh harapan. Elena duduk di kursi depan Nyonya Lili dengan anggun.
"Alvaro mungkin keras kepala, tapi aku tahu… di lubuk hatinya, hanya kamu yang bisa menggantikan posisiku suatu hari nanti.”
Elena tersenyum samar, menunduk penuh kepura-puraan.
“Saya menyesal meninggalkannya dulu, Tante. Tapi kali ini… saya tidak akan mengulang kesalahan. Saya akan merebut kembali Alvaro, apa pun caranya.”
Mata Nyonya Lili berbinar. Ia menepuk tangan Elena seolah menemukan sekutu.
“Itulah yang ingin kudengar. Kau jauh lebih pantas daripada Kirana yang tak jelas asal-usulnya. Denganmu, reputasi keluarga Wilantara akan tetap terjaga.”
Mereka pun berbincang lama. Dan di akhir pertemuan itu, Nyonya Lili membuat keputusan besar—yang tentu saja menjadi mimpi buruk bagi Kirana.
“Mulai hari ini, kau tinggal di rumah Alvaro. Anggap saja rumah itu milikmu. Aku ingin dia terbiasa melihatmu lagi, dan menyadari bahwa kau satu-satunya wanita yang pantas di sisinya.”
Elena tersenyum puas, matanya berbinar penuh ambisi.
“Terima kasih, Tante. Saya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.”
---
Beberapa hari kemudian…
Kirana yang baru pulang dari pasar membawa belanjaan tertegun di depan pintu rumah. Ia melihat koper-koper besar diangkut masuk oleh pelayan, sementara Elena berdiri anggun di depan pintu, menyapa ramah dengan nada menusuk.
“Halo, Kirana. Kita akan tinggal serumah mulai sekarang.” ucap Elena tersenyum tanpa rasa malu.
Jantung Kirana berdegup keras. Belum sempat ia mengucapkan apa pun, Elena sudah melangkah masuk dengan senyum penuh kemenangan.
Dari lantai atas, Nyonya Lili muncul dan berkata dingin,
“Kirana, bersikaplah sopan pada tamu. Mulai hari ini, Elena akan tinggal di sini. Anggap saja sebagai… sahabat baru.”
Kirana menggenggam erat kantong belanjaannya, menahan getaran di tangannya. Ia tahu, ini bukan lagi sekadar permainan kecil—ini adalah perang yang sebenarnya.
.
.
.
Bersambung.