NovelToon NovelToon
Cinta Pertama Sang Mafia Iblis

Cinta Pertama Sang Mafia Iblis

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Mafia
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Violetta Queenzya

kisah seorang gadis desa yang dicintai sang mafia iblis..

berawal dari menolong seorang pria yang terluka parah.

hmm penasarankan kisahnya..ikutin terus ceritanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Queenzya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rahasia yang terungkap dan Tawaran yang tak terduga..

    "Drama kecil di meja makan akhirnya usai, menyisakan gema ketegangan yang samar, namun Rara, dengan segala kepolosan dan kebahagiaannya yang meluap karena susu cokelat, masih belum menyadari bahwa suaminya, Axel, baru saja memasuki mode cemburu yang paling intens dan senyap.

     Tanpa sepatah kata pun, dengan rahang masih mengeras dan sorot mata yang dingin, Axel bangkit dari kursinya.

    Ia beranjak, langkahnya tegas dan berat, menuju ruang kerjanya yang menjadi benteng pertahanan terakhirnya.

    Di belakangnya, Rico, Bara, dan Steven hanya bisa saling pandang. Mereka memilih tidak mengikuti, tahu betul bahwa dalam kondisi seperti ini, kehadirannya hanya akan menambah beban dan memperburuk suasana.

   Di dalam ruang kerja yang kedap suara, Mark akhirnya memecah keheningan.

      "Kamu harus bisa menahan emosi, Xel," ujarnya, suaranya berat dan penuh kekhawatiran. Ia tahu betul bagaimana temperamen Axel jika sudah tersulut.

   "Mood ibu hamil itu sangat sensitif. Jangan biarkan bumilmu banyak pikiran, apalagi sampai stres.

  Kamu tahu sendiri, itu dapat memengaruhi tumbuh kembang si janin," Mark mencoba menjelaskan, nadanya melembut, seolah ingin menyadarkan Axel pada tanggung jawabnya sebagai calon ayah.

   "Sifat Rara memang tidak seperti biasanya, Xel. Itu wajar terjadi pada ibu hamil. Hormonnya bergejolak. Kamu harus lebih sabar dan pengertian," Mark melanjutkan, mencoba membangun jembatan pemahaman.

   Axel hanya memejamkan mata, menarik napas dalam-dalam, mengembuskannya perlahan.

   Perkataan Mark memang ada benarnya, menusuk langsung ke relung hatinya yang paling dalam. Ia tahu ini tidak baik.

   Rara adalah prioritasnya, begitu pula dengan calon anak mereka. Ia harus mengendalikan diri.

   "Aku tahu, Mark," desisnya, suaranya serak. "Aku akan coba."

     Beberapa saat kemudian, dengan tekad bulat untuk meredam api cemburu di dadanya, Axel bangkit dan melangkahkan kaki menuju kamarnya, bersiap untuk istirahat dan mungkin menenangkan diri.

    Begitu ia membuka pintu, matanya langsung menangkap siluet Rara yang tengah duduk meringkuk di pinggir ranjang, membelakanginya.

   N Gadis itu terisak pelan, bahunya bergetar hebat. Segera, Axel menghampirinya, rasa bersalah dan cemas menusuk relung hatinya.

   "Sayang, kamu kenapa?" tanya Axel, suaranya berubah lembut, penuh kecemasan. Ia berlutut di hadapan Rara, mencoba meraih bahu gadis itu, namun Rara justru bergerak menjauh.

"Maz jahat," Rara membalikkan badan, wajahnya sembab, air mata mengalir deras di pipinya. "Maz tidak sayang lagi sama Rara, Maz diamkan Rara..." Rancaunya, suaranya putus-putus, penuh kepedihan yang menusuk hati Axel.

    Tubuhnya bergetar dalam pelukan Axel yang kini sudah melingkari dirinya, mencoba menenangkan.

    Axel memeluk Rara semakin erat, menyesap aroma rambut istrinya, merasakan getaran tubuh Rara dalam dekapannya. Ia tahu ia harus menjelaskan, segera.

   "Maaf ya sayang," bisiknya, suaranya dalam dan tulus, nyaris bergetar karena penyesalan.

    "Tadi Maz ada yang perlu dibahas sama Mark. Ada urusan mendadak yang harus segera diselesaikan."

    Rara mendongak, matanya yang berkaca-kaca menatap Axel penuh keraguan. "Benar, bukan karena Maz tidak sayang sama Rara, kan?" tanyanya, nada suaranya masih penuh kecurigaan dan kesedihan.

   Ia membutuhkan kepastian, sebuah janji yang bisa menenangkan hatinya yang terluka.

    Axel mengangguk cepat, tangannya membelai pipi Rara, menghapus jejak air mata. "Benar, sayang. Maz kembali ke kamar karena Maz mau siap-siap menghadiri pertemuan itu.

   Tadi Maz berniat mengajakmu pergi bersama, tapi..." Ia berhenti sejenak, menghela napas. "Tapi melihat kondisi sayang yang sudah lemah dan kelelahan seperti ini, Maz urungkan niat itu. Maz tidak mau kamu kenapa-kenapa," terang Axel panjang lebar, nadanya meyakinkan.

    Ia berusaha menyampaikan setiap kata dengan kejujuran, berharap Rara bisa memahami kekhawatirannya.

   Rara mengerjap, sedikit mencerna penjelasan Axel. Bayangan Axel yang meninggalkannya begitu saja mulai terurai. Ia mengangguk samar, namun sedetik kemudian, sebuah ide terlintas di benaknya.

   "Rara ikut ya, Maz?" pintanya, suaranya tiba-tiba bergeser menjadi manja, matanya memancarkan harapan. Ia tidak ingin ditinggal sendirian.

    Axel tersenyum tipis, menggeleng lembut. "Di rumah saja ya, Sayang, istirahat," bujuknya, suaranya penuh kasih sayang. "Biar besok bisa segar lagi, dan kita bisa jalan-jalan atau pergi ke dokter kandungan." Ia ingin memastikan Rara benar-benar beristirahat.

    Rara cemberut, bibirnya manyun. "Ya sudah, deh. Tapi Maz jangan lama-lama, ya?" Ia menambahkan, dengan nada memelas yang tak bisa ditolak Axel.

   Matanya masih menyimpan sisa-sisa kesedihan, namun ada sedikit kelegaan di sana.

   Axel mencium kening Rara dengan lembut, janji tak terucap terangkai di sentuhan itu. "Iya, sayang. Maz ganti pakaian dulu, ya?" katanya.

      Rara hanya mengangguk pelan, kepalanya bersandar nyaman di dada Axel, seolah semua ketakutan dan kesedihan tadi berangsur menghilang, digantikan oleh kehangatan dan rasa aman dalam pelukan suaminya."

    "Axel bergerak menuju walking closet-nya, setiap gerakannya menunjukkan efisiensi seorang pebisnis yang tak ingin membuang waktu.

    Pikirannya masih dipenuhi bayangan Rara yang menangis, namun kini ia harus mengalihkan fokusnya pada hal lain.

      Tidak lama kemudian, ia keluar dengan setelan rapi, aura profesional terpancar jelas. Sebelum melangkah pergi, ia menghampiri ranjang, membungkuk, dan mengecup lembut kening istrinya yang masih berbaring. Sentuhan itu adalah jaminan tak terucap, bahwa meski ia pergi, hatinya tetap bersama Rara.

    "Maz jalan dulu ya, Sayang," bisik Axel, suaranya melembut, mengusir sisa-sisa ketegangan di antara mereka. "Nanti Maya Maz suruh menemani kamu. Oh ya, kalau butuh apa-apa, ada si kembar dan Bara." Ia memastikan Rara tidak akan merasa sendirian atau kekurangan apapun.

    Rara, yang masih setengah terlelap dalam selimut, hanya menjawab dengan suara parau yang nyaris tak terdengar. "Iya, Maz, hati-hati ya." Tangannya terulur samar, seolah ingin meraih, namun terlalu lelah untuk benar-benar melakukannya.

    Axel menghela napas pendek, lalu bergegas keluar, menuruni anak tangga dengan langkah cepat namun tidak terburu-buru.

   Di ruang keluarga, ia mendapati Maya, si kembar, dan Bara sudah menunggu.

   "Maya, tolong kamu temani Rara," perintah Axel, tatapannya serius namun penuh kepercayaan.

     "Suruh dia minum obatnya dulu sebelum tidur. Dan kamu, Bara, serta si kembar, kalian stand by di sini. Pastikan dia aman. Kalau ada apa-apa, segera hubungi aku." Nadanya menunjukkan otoritas dan kepeduliannya yang tak tergoyahkan.

   "Siap, Tuan," jawab si kembar, suara mereka serempak dan tegas. Bara hanya mengangguk, sorot matanya tajam, mengisyaratkan bahwa ia memahami betul tugasnya.

   "Yuk, kita jalan," ajak Axel pada Mark, Rico, dan Steven yang sudah siap di dekat pintu. Namun, ada jeda sejenak. Mark, Rico, dan Steven tidak langsung mengikuti Axel. Mereka justru saling melempar senyum penuh arti, lalu dengan gerakan kompak, mereka mencium pipi pasangan mereka masing-masing—Maya, vanya dan vany.

     Momen itu terasa canggung sekaligus menggelikan, mengingat belum ada ikatan resmi antara mereka. Axel mendengus, ekspresinya antara geli dan sedikit kesal melihat tingkah rekan-rekannya itu.

    Setelah interupsi kecil yang sengaja dibuat itu, barulah mereka bertiga bergegas mengejar Axel yang sudah duluan melangkah ke luar.

    Di dalam mobil mewah yang melaju mulus membelah jalanan, keheningan sempat menyelimuti. Namun, Axel, yang sejak tadi merasakan ada yang janggal, tidak bisa menahannya lagi.

   Ia menoleh ke belakang, menatap satu per satu wajah Mark, Rico, dan Steven dengan tajam.

   "Apa yang kalian sembunyikan dari saya?" pertanyaan Axel meluncur, suaranya rendah namun penuh otoritas.

    Ia tahu ada sesuatu yang tidak beres. Mata elangnya mampu menangkap gelagat aneh dari ketiga rekannya itu, terutama senyum-senyum misterius yang tadi mereka pamerkan.

   Ketegangan pun mulai menyelimuti ruang dalam mobil."

    "Pertanyaan Axel yang tajam dan menusuk itu, "Apa yang kalian sembunyikan dari saya?", sontak membikin Mark, Rico, dan Steven tersentak. Ketiganya saling berpandangan, seolah mencoba mencari jawaban di mata satu sama lain.

    Rico, dengan sigap mencoba mengelak, "Maksud Tuan apa ya?" tanyanya, nada suaranya dibuat seolah tidak mengerti, sebuah basa-basi yang jelas sekali disengaja.

    Axel mendengus. Ia tahu mereka menyembunyikan sesuatu.

    "Jangan bertindak gegabah, Rico," ucap Axel, suaranya dingin dan penuh peringatan. "Menghadapi wanita ular itu harus dengan tenang." Kata-kata "wanita ular" itu meluncur dengan penuh penekanan, mengisyaratkan sebuah sejarah pahit atau setidaknya rivalitas yang tajam.

    Mark, yang merasa suasana semakin tegang, memutuskan untuk angkat bicara. "Iya, Tuan," sahutnya, mencoba menenangkan Axel.

   "Tapi dia memang merencanakan sesuatu yang buruk ke Tuan. Dan ini bisa jadi sangat fatal kalau tiba-tiba diindonesia." Kekhawatiran Mark tulus, ia tahu betapa liciknya lawan yang mereka hadapi.

    Axel tersenyum sinis, sebuah senyum yang tidak sampai ke mata. "Kita lihat saja," gumamnya, "seberapa bernafsunya dia ingin merebut semua itu." Ada nada tantangan dan keyakinan diri yang kuat dalam ucapannya, seolah ia menikmati permainan kucing-kucingan ini.

   Namun, Mark tak lantas merasa tenang. Ia teringat akan Rara dan janin yang dikandungnya.

   "Kamu harus ekstra hati-hati, Xel," pesan Mark lagi, menekankan setiap kata. "Jangan sampai melibatkan bumil. Itu terlalu berisiko." Ekspresi Mark menunjukkan kekhawatiran yang mendalam akan keselamatan Rara dan calon anak mereka.

   Seperti biasanya, Axel hanya mengangguk, menunjukkan bahwa ia sudah mendengar dan mempertimbangkan peringatan Mark.

   Ia tahu, dalam permainan ini, Rara adalah titik terlemahnya sekaligus motivasi terbesarnya.

    Mereka tak lagi terdiam dalam ketegangan. Tak terasa, mobil mewah itu akhirnya berhenti di depan sebuah bangunan megah, tempat tujuan mereka,gedung pertemuan antar klan.

    Begitu mereka masuk, suasana langsung berubah menjadi formal. Mereka disambut hangat oleh Teo, kepala klan Orion, yang terlihat gagah dalam balutan setelan jas nya.

    "Selamat malam, Tuan Axel," sapa Teo, senyum ramah mengembang di wajahnya. "Lama tidak bertemu. Bagaimana kabar Anda?"

   Axel membalas senyumnya. "Malam juga, Tuan Teo," ucap Axel. "Makin tua, makin menawan ya." Axel menggodanya dengan nada santai, menciptakan suasana yang lebih akrab.

    Teo tertawa kecil, menikmati candaan Axel. Namun, tawa itu terhenti ketika tiba-tiba datanglah seorang ibu paruh baya yang terlihat anggun, didampingi seorang gadis muda yang usianya sebaya dengan Rara, dengan paras yang tak kalah menawan.

    Mereka mendekat dengan senyum di wajah.

Melihat ekspresi penasaran Axel, Teo pun memperkenalkan mereka. "Oh ya, kenalkan, ini istri saya, Selena," Teo menunjuk pada ibu paruh baya itu dengan bangga, "dan ini putri semata waya saya, Elara."

    Axel tersenyum tipis, mengangguk hormat kepada Nyonya Selena dan kemudian mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dengan Elara. Mereka pun mengobrol sebentar, bertukar basa-basi mengenai kabar dan perjalanan.

    Namun, obrolan itu segera beralih ke topik yang lebih serius dan mengejutkan Axel.

"Tuan Axel masih sendiri, kan?" ucap Teo, nadanya casual namun tatapannya penuh arti. "Gimana kalau menikah dengan putri semata wayang saya ini?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja, seolah sebuah tawaran bisnis yang biasa, namun efeknya langsung membekukan senyum di wajah Axel.

   Sebuah pernyataan yang tidak hanya mengejutkan, tetapi juga berpotensi menciptakan badai baru dalam hidup Axel, terutama setelah ia baru saja menenangkan Rara."

    "Sebuah keheningan singkat menyelimuti ruangan. Tawaran Teo yang blak-blakan itu menggantung di udara, menciptakan atmosfer yang canggung.

   Senyum di wajah Axel membeku, digantikan oleh ekspresi serius yang tidak dapat disembunyikan.

   Matanya menatap lurus ke arah Teo, kemudian sejenak melirik ke arah Elara yang berdiri di samping ayahnya, dengan pandangan yang sulit diartikan.

   Axel menarik napas perlahan, mengumpulkan ketenangannya. Ia tahu ia harus menolak tawaran itu dengan sopan namun tegas, tanpa mengurangi rasa hormat yang dibutuhkan dalam sebuah kerja sama bisnis.

    "Maaf, Tuan Teo," ucap Axel, suaranya tetap terkontrol meskipun ada sedikit nada berat. "Saya sudah memiliki istri yang sah, dan kebetulan istri saya sedang mengandung anak kami." Ia menambahkan detail tentang kehamilan Rara, sengaja ingin memperjelas posisinya dan meniadakan segala kemungkinan salah paham.

   "Jadi, saya rasa saya tidak bisa mengikuti tawaran Anda yang mulia ini."

     Raut wajah Teo yang tadinya penuh senyum dan keyakinan, perlahan berubah. Sebuah bayangan kekecewaan yang jelas, nyaris tidak bisa disembunyikan, melintas di matanya. Bibirnya sedikit menipis, dan senyumnya yang ramah tadi kini terasa seperti topeng yang retak.

   Elara, yang sejak tadi berdiri diam mengamati, juga menunjukkan raut terkejut. Matanya sedikit melebar, seolah tak percaya akan penolakan Axel yang begitu lugas.

   Ada sedikit rasa malu yang terpancar dari wajahnya, namun ia berusaha menutupinya.

Axel, yang menyadari perubahan ekspresi Teo dan Elara, tidak ingin berlama-lama dalam suasana yang tidak nyaman ini.

    Ia juga tidak ingin memberi kesempatan bagi Teo untuk melanjutkan topik ini. Dengan anggun, ia membungkuk sedikit sebagai tanda hormat.

    "Saya permisi dulu, Tuan Teo," pamit Axel, suaranya kembali ke nada profesionalnya yang biasa. "Saya harus menemui kolega lain dan meninjau beberapa hal sebelum pertemuan utama." Ia memberikan alasan yang logis untuk segera beranjak, meninggalkan Teo dan putrinya dengan pikiran yang tak sepenuhnya puas.

   Axel berbalik, meninggalkan area itu bersama Mark, Rico, dan Steven, suasana di antara mereka kembali diselimuti ketegangan yang baru."

"Axel melangkah menjauh dari area Teo dan putrinya, meninggalkan aura canggung yang masih menggantung.

Di belakangnya, Mark, Rico, dan Steven mengikuti dengan langkah santai, meskipun mereka dapat merasakan gema ketegangan yang baru saja terjadi.

Setelah beberapa saat berjalan dalam keheningan, Mark, yang memang terkenal dengan sifatnya yang ceplas-ceplos dan sedikit narsis, tidak bisa menahan diri untuk berkomentar.

"Lumayan cantik sih tuh cewek," celetuk Mark, suaranya terdengar santai, seolah baru saja mengomentari pemandangan yang lewat.

Ia sedikit melirik ke belakang, tempat Elara masih berdiri bersama ayahnya. Kemudian, dengan nada bangga yang tak bisa disembunyikan, ia menambahkan, "Tapi jelas lebih cantikan Vanya-ku." Senyum lebar merekah di wajahnya, membayangkan sang kekasih.

Steven, yang berjalan di sampingnya, langsung menyoyor jidat Mark dengan gemas. "Percaya diri sekali, Mark," ejek Steven, senyum tipis terukir di bibirnya. "Memang sudah pasti diterima lo?" Ada nada menggoda dalam suaranya, seolah menantang kepercayaan diri Mark.

Mark mengusap jidatnya, tak sedikit pun merasa tersinggung. Ia hanya tertawa.

"Siapa sih yang berani nolak cogan seperti aku?" ucapnya, dengan gaya menyombongkan diri yang sudah menjadi ciri khasnya. Tangannya merapikan rambutnya, seolah ingin memastikan penampilannya selalu prima.

Axel, yang mendengar semua percakapan itu dari depan, hanya bisa menggelengkan kepala.

Sebuah senyum tipis, nyaris tak terlihat, tersungging di bibirnya. Ia sudah terbiasa dengan tingkah laku Mark yang begitu percaya diri, bahkan cenderung narsis.

Dalam hati, Axel mengakui bahwa kepercayaan diri Mark yang kadang kelewat batas itu justru menjadi salah satu pesonanya. Namun, ia tidak berkomentar, membiarkan Mark larut dalam dunianya sendiri."

1
partini
Axel harus dengan perhitungan yg matang ingat bini lagi bunting salah langka behhhh amburadul
Jumaedi Jaim
lama up nya
partini
hadehhh Rara ini gimana sih,, suka ga gitu jg kalee terlalu over mah 🤦🤦🤦 noh singa 🦁 mau ngamuk cemburu
partini
benar benar ular 🐍 tuh cewek,,siapai aja algojo algojo manic sek Tomy biar mereka yg eksekusi kamu tinggal menonton dan merekam nya saja
LISA
Ssipp banget Tomy udh tau kelicikannya Letta..
LISA
Kabar yg menggembirakan nih..sehat selalu y buat Rara & babynya
partini
happy kalau hamil,tapi kawatir karena ada uler yg siap mematuk benar benar bangke si letta
semua anak buah good Banggt menurut ku kaya di film badabest Banggt 👍
lanjut Thor
LISA
Ya bener Kak..Letta ini sepertinya udh terlatih..penasaran nih siapa y yg ada di belakang misinya ini.
partini
wah ni letta bukan sembarang orang ,dia sangat pintar plz kalau kalian kecolongan semua bwehhh ga lucu deh
partini
lanjut penasaran apa yg akan mereka lakukan selanjutnya setelah tau rencana. busuk leta
Weh Weh obat perangsang dah ga laku lah let lagu lama itu
LISA
Moga liburan ini menyenangkan utk Rara & Axel tanpa gangguan..
partini
👍👍👍👍 dah laa baca cerita mafia ini beda sedia payung sebelum hujan biasanya basah dulu baru cari payung keren 👍
mampir say~ AGREEMENT: hallo kak, boleh mampir bentar enggak ke karya aku yang judulnya AGREEMENT, tolong bantu dukung yahh, aku Author yg baru balik setelah Hiatus agak lama, entah ceritaku style kakak atau bukan, sku akan sangat berterimakasih jika kakak ingin mampir dan meninggalkan jejak, terimakasih!!!
total 1 replies
LISA
Untung aj 2 pengawal dan Maya mempunyai insting yg tajam..
partini
aihhh kenapa peran wanita semua bego yah gampang di tipu,, pelihara ular berbisa tapi ga tau 🤦🤦🤦 untung yg lain smart coba kalau stupid semua
LISA
Ceritanya bagus & menarik
LISA
Ya moga aj Axel bisa memahami kondisinya Letta dan mengijinkan tinggal di mansionnya.
Zainuri Zaira
aneh sikit ceritX emng orng ngk ad jantung bisa hidup kh😄😁
LISA
Wah ke 3 sahabat Axel akhirnya bertemu dgn jodohnya nih 😊 sehat terus y buat Rara..bahagia selalu bersama Axel.
LISA
Puji Tuhan..Rara udh sadar dari komanya..pulihkan keadaan Rara ya Tuhan..
LISA
Sedih sekali baca cerita ini..pengorbanan Rara utk Axel..ya Tuhan berikan donor juga utk Rara agar mereka dpt hidup bahagia
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!