Lin Muwan terkubur di makam kuno Permaisuri Qing dari Era Jingyuan yang tidak dikenal ketika menjalankan misi mencari jejak sejarah.
Namun, dia kemudian terbangun di tubuh selir Pangeran Kesembilan Dinasti Jing yang dibenci karena merupakan keturunan pemberontak. Lin Muwan kemudian menyadari bahwa dia datang ke masa saat Permaisuri Qing hidup.
Plum dan aprikot yang mekar di taman adalah kesukaannya, namun kehidupan yang bagus bukan miliknya. Hidupnya di ujung tanduk karena harus menghadapi sikap suaminya yang sangat membencinya dan masih mencintai cinta pertamanya. Dia juga mau tidak mau terlibat dalam persaingan takhta antara putra Kaisar Jing.
Pangeran Kedua yang lemah lembut, Pangeran Keempat yang penuh siasat, Pangeran Kesembilan yang dingin, siapakah di antara mereka yang akan menjadikannya Permaisuri? Dapatkah dia kembali ke kehidupan asalnya setelah hidupnya di Dinasti Jing berakhir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhuzhu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 31: TEMPAT DUDUK
“Nona, ada undangan pesta teh dari kediaman Adipati Lun. Apakah Nona akan pergi?”
Biyi menyerahkan sebuah surat undangan kepada Lin Muwan. Undangan yang sampai pagi tadi itu berisi undangan untuk pesta teh di kediaman Adipati Lun.
Pesta teh adalah ritual rutin yang menjadi bagian dari tradisi para bangsawan di ibu kota. Orang yang hadir di acara itu biasanya adalah para wanita bangsawan terkenal yang punya kedudukan dan begitu terhormat.
Undangan ini malah sampai ke tangan Lin Muwan. Biyi khawatir ada maksud buruk dari undangan itu.
Bagaimanapun, majikannya adalah putri dari orang yang bersalah. Meski menyandang status sebagai selir Pangeran Kesembilan, namun kedudukannya itu tidak bisa dibandingkan dengan gadis bangsawan dari kediaman lain.
“Ingin mempermalukanku rupanya. Mereka sungguh perhatian,” ujar Lin Muwan.
Dia merobek undangan itu. Orang-orang ini cari masalah rupanya. Bodoh sekali jika Lin Muwan tidak tahu maksud dari undangan itu.
Selama tiga tahun ini, para wanita bangsawan ini tidak pernah memandangnya dengan tinggi. Hanya hinaan dan rasa jijik tergambar di wajah mereka.
Kini mereka berbaik hati mengundangnya ke pesta teh, kebaikan hati sebesar itu sungguh mengagumkan.
“Jika Nona sudah tahu tujuan mereka, apakah Nona tetap akan pergi? Saya khawatir mereka akan mempersulit Nona.”
“Lihat aku. Menurutmu apakah aku mudah ditindas?”
Biyi menunduk. Ia teringat pada malam perjamuan ketika Lin Muwan menembakkan anak panah kepada Zhou Ying tanpa ragu.
Lalu dia juga mengingat kembali sikap Lin Muwan kepada Pangeran Kesembilan. Ucapannya dan tindakannya yang bebas itu membuat orang tidak bisa berkata-kata.
“Tapi apakah Pangeran Kesembilan akan memberi izin pada Nona untuk keluar?”
“Aku sudah memintanya memberiku kebebasan bertindak.”
“Kalau begitu saya akan membantu Nona mempersiapkan diri.”
Lin Muwan berpikir ini kesempatan bagus. Para bangsawan wanita itu ingin mempermalukannya, menghina statusnya sebagai selir yang lahir dari keluarga pendosa.
Mereka ingin menekannya, memberinya peringatan bahwa orang rendahan tetap rendahan meski masuk ke keluarga kekaisaran. Mungkin, mereka juga ingin membuatnya malu dan rendah diri.
Jika dia muncul di depan publik seperti itu, mereka akan senang. Lin Muwan ingin menggunakan kesempatan itu untuk menampar wajah mereka dengan keras.
Biarkan orang-orang itu merasakan tamparan keras di wajah mereka. Siapa yang akan dipermalukan nanti, belum tentu adalah dia.
Setelah bersiap-siap, Lin Muwan keluar dari istana kediaman Pangeran Kesembilan. Masih ada satu kereta kuda yang bisa digunakan dari kediaman itu.
Kereta utama sudah digunakan oleh Murong Changfeng. Untung saja kusirnya tahu diri dan tidak mempersulit Lin Muwan.
Dia turun di depan kediaman Adipati Lun. Kediaman itu megah dan punya penjaga yang kekar. Sepertinya kekuasaan adipati ini cukup besar.
Hanya saja tidak tahu apakah orang-orang di dalamnya punya sopan santun yang baik atau tidak. Lin Muwan tahu persis, orang-orang menjadi sombong seiring dengan besarnya kekuatan dan meningkatnya jumlah kekayaan.
Seorang pelayan kediaman mengantarkan Lin Muwan ke tempat pesta teh diadakan. Pelayan itu menghampiri seorang wanita berusia empat puluhan yang berpenampilan bagus. Dari penampilan dan pembawaannya, tampaknya wanita itu adalah nyonya dari kediaman ini.
“Nyonya, selir Pangeran Kesembilan datang.”
Wanita itu kemudian melirik Lin Muwan sesaat. Senyum yang entah apa maknanya terukir. Dihampirinya Lin Muwan yang sedang melihatnya dengan datar.
Ternyata orang rendahan tetap rendahan. Setinggi apapun kedudukannya tetap saja tidak punya sopan santun.
“Aiya, inikah Nona Lin, selir Pangeran Kesembilan? Saya merasa terhormat karena Nona menerima undangan itu dan bersedia datang ke kediaman kecil ini.”
Tapi, dia mengatakan itu dengan suara yang keras. Seketika wanita-wanita yang hadir di sana menoleh untuk melihatnya.
Di antara orang-orang itu ada yang pernah melihat Lin Muwan di perjamuan malam musim gugur, sehingga tidak terkejut melihatnya di sini.
Mereka merasa kalau orang-orang yang menatap tidak suka dan jijik pada Lin Muwan di sini adalah orang-orang yang malang.
Seharusnya berita mengenai masalah Lin Muwan dan Zhou Ying sudah tersebar. Karena sudah tahu, maka harusnya tahu kalau Lin Muwan tidak mudah disinggung.
“Kau Nyonya Adipati? Usiamu cukup muda. Orang yang tidak tahu akan berpikir kau adalah selir adipati.”
Nyonya Adipati membelalak dan merasa marah. Disamakan dengan selir adalah sebuah penghinaan untuknya. Untuk kediaman pejabat, makna selir berbeda dengan makna selir di keluarga kekaisaran. Posisinya jelas lebih rendah dan kedudukannya tidak sama.
Dia seorang nyonya, tidak mungkin menerima penghinaan semacam itu!
“Saya memang cukup muda, namun saya adalah nyonya yang dinikahi secara sah.”
“Ah, begitu rupanya. Istri kedua, kan?”
Kalau tidak salah, orang ini bernama Mu Qian. Sebelum menjadi nyonya adipati, dia adalah selingkuhan Adipati Lun.
Setelah istri pertama Adipati Lun meninggal, Mu Qian baru dinikahi sebagai istri kedua. Dari simpanan menjadi istri sah kedua, Mu Qian ini benar-benar punya kemampuan.
“Bisa jadi istri kedua, kau memang berkemampuan.”
Mu Qian ingin membantah untuk melampiaskan marahnya, tapi dia ingat statusnya. Dia adalah tuan rumah yang harus ramah kepada tamu. Lin Muwan ini masuk dengan undangan.
Seburuk apapun sikapnya dia tetap seorang tamu. Apalagi sekarang ada banyak wanita dari keluarga pejabat dan bangsawan yang hadir. Kalau menunjukkan emosi terang-terangan, citranya akan jad buruk.
“Kupikir siapa yang begitu berani tidak sopan kepada Nyonya Adipati. Ternyata wanita dari kediaman Pangeran Kesembilan yang berkata.”
Zhou Ying muncul. Luka kecil di wajahnya masih belum sembuh. Mengingat luka itu membuatnya mengingat Lin Muwan dan kebenciannya semakin membesar.
Melihat Lin Muwan, dia merasa marah dan ingin mencabik-cabiknya. Rasa malu dan tidak terima masih bersemayam dalam hatinya.
“Ah, induk serangga rupanya. Kau memang berhati lapang. Tidak tahu apakah Nona Zhou masih ingat bagaimana rasanya air kolam malam itu? Apakah setelahnya kau sakit perut dan diare?”
“Kau!”
“Nona Zhou, Nona Lin, saya mengundang kalian bukan untuk bertengkar di sini,” sela Mu Qian. Dengan cepat dia berubah menjadi ramah.
“Akan kubuat perhitungan nanti, Lin Muwan.”
Lin Muwan mengabaikan peringatan Zhou Ying. Guru Agung Kekaisaran punya hubungan baik dengan Adipati Lun.
Setelah melihat Zhou Ying di sini, Lin Muwan menemukan jawaban mengenai siapa yang mencetuskan ide mengundangnya kemari. Rupanya bajingan wanita itu sumber utamanya.
Mu Qian mempersilakan Lin Muwan menempati tempat duduknya. Ada sebuah tempat duduk di depan yang masih kosong.
Tempat itu persis di depan tempat duduk Zhou Ying. Urutan ini menandakan tingkatan keluarga dan status. Jika ditempatkan di depan Zhou Ying, maka pemiliki tempat duduk itu juga orang terhormat.
Lin Muwan terkekeh. Sebelum dia duduk, dia terlebih dahulu berkata, “Aku pikir Nyonya Adipati adalah orang yang paham aturan. Ternyata hanya begini saja.”
“Nona Lin, apa maksud Anda?” tanya Mu Qian. Wanita ini mau apa lagi?
“Kau menempatkanku di barisan ini, apakah tidak memandang Pangeran Kesembilan?”
Lin Muwan meski seorang selir, namun ditunjuk langsung oleh Kaisar. Itulah yang membedakannya dengan orang lain.
Selir yang diakui Kaisar bukan sekadar pelayan tidur, melainkan seseorang yang bisa menjadi penguasa halaman belakang ketika istri resmi belum dinikahi. Berdasarkan hierarki, maka dia adalah selir resmi keluarga kekaisaran.
Menempatkannya di barisan belakang adalah bentuk penghinaan untuknya, untuk Murong Changfeng, dan untuk Kaisar.
“Lin Muwan, jangan tidak tahu diri. Tempat itu adalah tempat Kakak Jiayin. Orang rendahan sepertimu tidak pantas menempati tempat duduknya,” ucap Zhou Ying.
“Orang rendahan, ya. Kau memang mengingatkanku. Nanti setelah aku pulang, aku akan sampaikan perkataanmu pada Pangeran Kesembilan.”
“Kau!”
“Jika tempat duduk Sheng Jiayin tidak bisa ditempati olehku, maka tempat dudukmu bisa. Berdasarkan hierarki, aku lebih tinggi darimu. Aku adalah kerabat kekaisaran. Nona Zhou, kau tidak keberatan, kan?”
Zhou Ying marah sampai kesulitan berkata-kata. Sialan, mulut wanita itu tajam sekali! Dia tahu cara menyerang di titik vital yang tidak bisa dilawan.
Lin Muwan sebenarnya tidak suka menggunakan status ini untuk melawan orang. Ini bukan sebuah kehormatan.
Tapi, cukup berguna karena sebagian dari mereka adalah orang yang tahu bagaimana Kaisar begitu mengistimewakannya. Memandangnya rendah sama dengan memandang rendah Kaisar.
Tapi, beberapa orang tetap keras kepala. Lin Muwan tidak ada pilihan selain melawan mereka dengan cara yang licik dan picik seperti ini.
“Nona Lin, kau bisa duduk di tempatku.”
Suara lembut itu mengalihkan perhatian Lin Muwan. Sheng Jiayin datang. Dia begitu cantik dengan pakaian biru muda.
Ekspresinya begitu cerah sampai Lin Muwan berpikir mengapa ada wanita yang begitu mempesona sepertinya.
Jika seorang putra mahkota menjadikannya istri, maka kelak Sheng Jiayin mungkin akan menjadi ratu tercantik sejagad raya.
“Kakak, kenapa kau malah memberikan tempatmu kepadanya? Apakah dia pantas?”
“A Ying, Nona Lin adalah selir yang ditunjuk Kaisar untuk Pangeran Kesembilan. Dia adalah kerabat kekaisaran. Kita tidak boleh tidak hormat padanya. Nyonya Adipati, kelak jangan lupakan pengaturan seperti ini.”
Sheng Jiayin menatap ramah Lin Muwan. Senyumnya tetap bertahan di wajah jelita itu. Setelah mengambil keputusan besar, dia lebih bisa menguatkan hatinya.
Ketika bertemu Lin Muwan lagi, hatinya tidak merasa terbebani. Antara mereka bertiga, harus ada satu orang yang mundur untuk memperbaiki keadaan.
“Karena Nona Sheng sudah berkata, maka silakan. Aku meminta maaf karena tidak memperhatikan hal ini,” ucap Mu Qian.
Tapi, hatinya jelas tidak merasa bersalah. Atas dasar apa putri pemberontak ini menempati tempat duduk paling depan?
“Aku tidak tertarik lagi. Nona Sheng, kau duduk saja di tempatmu.”
Lin Muwan tiba-tiba membatalkan niatnya. Orang-orang ini kenapa suka sekali meributkan sesuatu? Ketika merasa bersalah atau kalah, maka akan mengalah.
Zhou Ying bersikeras menolak tempat duduk itu ditempati Lin Muwan, Mu Qian juga tidak memberi komentar. Tapi setelah Sheng Jiayin angkat bicara, kedua orang itu malah langsung menurut.
“Tidak. Aku tidak pantas duduk di sini. Nona Lin, kau saja yang duduk di sini. Kau adalah kerabat kekaisaran. Jangan membiarkan dirimu dipandang rendah orang lain.”
Lin Muwan menatap Sheng Jiayin dengan curiga. Kemarin baru saja putus, kenapa Sheng Jiayin tiba-tiba membelanya di sini?
Apakah dia sedang merencanakan sesuatu? Atau dia menyesal sudah putus dengan Murong Changfeng dan ingin kembali padanya?
Tapi berdasarkan karakternya, itu harusnya tidak terjadi. Lin Muwan terlalu banyak berpikir.
Lagi pula apa pedulinya jika Sheng Jiayin mau kembali bersama Murong Changfeng?
“Aku akan semakin dipandang rendah jika merebut tempat dudukmu. Karena tempat ini sejak awal disiapkan untukmu, maka aku tidak akan merebutnya. Nona Sheng, aku tidak suka merebut barang milik orang.”
“Kalau begitu, Nona Lin, kita berbagi tempat duduk saja. Nyonya Adipati, bisakah Anda memberikan satu kursi lagi di sini?”
“Tentu, Nona Sheng. Pelayan akan membawakan satu kursi tambahan.”
Setelah kursi tambahan datang, Sheng Jiayin menempatinya. Adapun tempat duduk utama yang disiapkan sejak awal, dia berikan pada Lin Muwan.
Mu Qian dan Zhou Ying menahan kemarahan dalam hati mereka. Pesta teh kali ini sepertinya tidak akan berjalan lancar seperti biasa.
pada akhirnya jadi fatner yg sangat cocok karna tujuan yg sama