Pangeran, Selir Tidak Ingin Mati
Dia berdiri di bawah pohon aprikot putih tua yang bermekaran di cabang-cabangnya. Pemandangan musim semi daratan Jingyuan yang indah nan luas terhampar di bawah puncak gunung hijau yang tinggi.
Pandangan matanya tertuju pada sebuah kuburan tanpa nama yang dibangun di bawah pohon aprikot putih tua tersebut dengan sorot mata dingin dan sendu. Tak ada persembahan atau dupa di depan kuburan itu.
Dia berdiri di sana untuk waktu yang cukup lama. Balutan busana biru tua dengan jubah putih tulang berbulu rubah di tubuhnya berkibar, menerbangkan aura suram yang kian terasa menyedihkan. Tangannya memegang erat sebuah liontin giok berwarna putih tulang yang sudah rapuh.
Dia mengangkat tangannya, seperti hendak menyentuh sesuatu, namun urung ia lakukan. Tangannya masih terulur, dan serpihan kelopak bunga aprikot putih jatuh ke telapak tangannya.
Dia kembali menatap gundukan tanah itu dengan sorot mata yang rumit. Dibandingkan dengan aprikot dan botan, dia lebih suka plum.
“Apakah kematian adalah satu-satunya hal yang kau inginkan?”
Suaranya hampa menerpa udara. Kekosongan itu seketika menjalar ke dalam hatinya, dan suara gemerisik daun tiba-tiba menjadi hening.
Dia masih menatap gundukan tanah itu dengan sorot mata rumitnya yang dalam, seolah-olah semua perasaan dan masa lalu telah terkubur jauh di dalam sana, menyisakan sedikit emosi yang kerap menjadi belenggu di dalam hatinya. Emosi yang hening, yang menenggelamkannya ke dalam jurang gelap tanpa dasar.
“Aku tanya sekali lagi, apakah kematian adalah satu-satunya hal yang kau inginkan?”
Dia tiba-tiba berjongkok di depan gundukan tanah tersebut. Kemudian, tangannya tiba-tiba memukul-mukul gundukan tersebut hingga tanah keringnya berterbangan bersama kelopak aprikot yang menutupi sebagian tanah tersebut.
Setelah itu, dia menggali gundukan tanah tersebut dengan tangan kosong, mencakarnya seperti seekor anjing yang menggali lubang untuk buang air.
“Tidak! Jangan!”
Pemuda jangkung dengan postur tegas di sisi pria itu berteriak ingin dia menghentikan aksinya, namun sia-sia. Dia tahu percuma menghentikan orang itu, karena orang itu sama sekali tidak akan menghiraukannya.
Pemuda itu menyaksikan dengan sorot mata sedih dan pasrah saat tangan orang itu terus menggali ke dalam tanah, menyingkirkan kerikil dan dedaunan kering yang ikut terkubur ke dalamnya.
Setelah menggali sampai kuku jarinya patah dan kulit tangannya lecet, dia akhirnya dapat melihat sesosok tubuh wanita yang terbaring damai di dalam lubang. Tubuh sosok itu sudah mulai membusuk meski wajahnya masih dapat dikenali.
Bibirnya menghitam dan kulit di sekitar lehernya mulai mengendur, meninggalkan jejak hitam seperti bekas memar yang belum hilang.
Pakaian merah marun yang menempel pada tubuh sosok itu compang-camping. Beberapa bagian robek, menampakkan kulit tubuh yang dulu sangat halus sekarang berubah menjadi hitam.
Dia tiba-tiba tertawa kecut. Senyum pahitnya terbit membelah kesunyian yang ditularkan dari gunung yang sepi. Hanya ada suara angin musim semi dan detak jantung dua orang yang terdengar sangat samar.
“Bahkan saat kematian itu tiba pun, kau masih mengenakan pakaian yang sama. Itukah caramu membalasku?”
Pemuda di sampingnya menunduk.
“Dikuburkan dengan sederhana adalah hal yang paling diinginkan Nona Lin. Bahkan jika dia harus mati di istana, dia akan tetap memilih dikubur di pegunungan tanpa nisan yang jauh dari keramaian.”
“Hanya itu yang dia katakan?” Suaranya tercekat dan rendah, tangan di samping tubuhnya gemetar dan dia memejamkan matanya sesaat.
“Hanya itu.”
Tangan tergantung di sisi tubuhnya terkepal dan dia tiba-tiba tertawa. Si pemuda mendongak untuk menyaksikan pria itu seperti orang kesetanan.
“Bahkan meski itu kebencian atau ketidakpuasan, dia tidak mengatakannya?”
“Tidak..”
Dia kembali tertawa. Pegunungan tinggi yang damai itu seketika menjadi sangat suram
“Bahkan kau tidak mau repot-repot menjelaskan apapun. Kau benar-benar ingin mati seperti ini, ya?”
Dia tiba-tiba mengangkat sosok itu keluar dari lubang makam dan menggulingkannya ke tanah di atasnya. Dia melompat keluar dari lubang makam, lalu mengoyak pakaian mayat wanita itu dengan tangannya sendiri.
“Tidak, jangan!”
Si pemuda berlutut untuk memohon. “Yang Mulia, tolong hentikan! Tolong biarkan Nona Lin mendapatkan keinginan terakhirnya!”
“Tanpa izinku, dia tidak akan mendapatkan apapun!”
Si pemuda tidak kuasa melihat mayat adik sepupunya yang sudah mulai membusuk ditelanjangi. Dia berbalik dan mengepalkan tangan untuk menahan sakit dan emosi di dalam hatinya.
Seandainya orang itu bukan orang yang diinginkan adiknya untuk dia lindungi, kepala orang itu sudah ia jadikan nisan dan tubuhnya akan ikut dikuburkan untuk menemani adiknya.
“Lin Muwan, aku tidak akan membiarkanmu mendapatkan apa yang kau inginkan!”
Dia menggila dan terus mengoyak sisa pakaian si mayat dengan ganas. Jauh di dalam lubuk hatinya, kemarahan dan penyesalan sulit dibedakan.
Seandainya saja dia memilih mempercayainya saat itu, dia tidak akan mendapat akhir seperti ini. Bahkan meski dia harus kehilangan segalanya, dia tidak akan begitu tersiksa seperti ini.
“Kau ingin mati dan dikubur dengan tenang sendirian? Aku tidak akan mengizinkanmu! Lin Muwan, bahkan meski kau sudah mati, aku akan tetap membuatmu membenciku!”
Dia terus mengoyak pakaiannya. Bahkan sampai sisa pakaian di mayat itu habis dan menampilkan tubuh telanjang tanpa nyawa yang sudah mulai membusuk menguarkan bau tidak sedap, dia tidak berhenti.
Pria itu menatap tubuh tersebut dengan sorot mata penuh kesedihan dan kemarahan. Bahkan jika itu pakaian terakhir yang dikenakannya, dia tidak akan membiarkan wanita ini mendapatkannya.
“Lin Muwan, bukankah kau membenciku? Kalau begitu benci saja aku sampai aku mati!”
Seandainya saat itu dia menyadari tindakan dan isyaratnya, seandainya dia tidak menyalahpahaminya, seandainya dia tahu bahwa tusukan di dada yang diberikan oleh wanita itu adalah untuk menyelamatkannya, apakah akhir yang mereka dapatkan akan berbeda?
Apakah wanita ini tidak akan mati dengan kebencian yang bahkan tidak pernah diungkapkan kepadanya?
“Lin Muwan, kau pembohong! Kau wanita berhati dingin!”
Dia kemudian menyiramkan cairan ekstraksi obat ke tubuh mayat wanita itu. Lalu, dia melepas jubah putihnya dan membungkus mayat itu.
Dia mengangkat mayatnya, menggendongnya di dalam pelukan eratnya dan berjalan menuruni undakan batu di puncak gunung hingga ke tempat kuda dan dua orang pemuda lain berada.
Mereka terkejut melihat dia membawa mayat wanita itu tanpa beban di pelukannya.
“….”
Mereka tak kuasa berkata dan menelan kembali kata-katanya sampai ke perut tatkala melihatnya melompat ke atas kuda dan menarik tali kekangnya. Dia berlari dengan kudanya dengan mayat wanita itu di dalam pelukannya.
Dalam pelariannya, angin samar-samar membisikkan kembali kata-kata terakhir yang diucapkan oleh wanita ini kepadanya saat dia menusuk dadanya dengan belati sebelum dia membiarkannya pegi.
Murong Changfeng, hanya ini bantuan terakhir yang dapat aku berikan padamu. Setelah ini, biarkan aku pergi dan jangan mencariku lagi.
Dia menyesal, dia menyesal telah membiarkannya pergi saat itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
💖 sweet love 🌺
haaiii kk Zhu, kali ini mau ngikutin cerita novel baru mu dari awal sebelum tamat..
mana tau ada kompetisi yg bisa kamu menangkan..
ceritamu bagus2, terutama dari segi emosi sangat dapat dan mendalam..
pengaturan bahasa juga tepat walah kadang ada sedikit typo, namun sangat sedikit dijumpai..
gambaran cerita mu juga berbeda dari cerita kebanyakan..
persis seperti drama China ataupun kolosal..
point q bnyk kk Zhu, tenang aja..
semangat ya ...
2025-05-22
2
sasa adzka
hallo Thor 🥰🥰 salam kenal
baru mampir ,, nyimak sambil baca .. semoga sampai tamat ya Thor
sehat sehat Thor
semangat nulisnya 🥰🥰
2025-05-31
1
erna wijayanti
yuhui author kesayanganku
terimakasih banyak buat cerita terbaru nya 🙏🙏🥰♥️🤗
2025-05-17
2