Persahabatan Audi, Rani dan Bimo terjalin begitu kuat bahkan hingga Rani menikah dengan Bimo, sampai akhirnya ketika Rani hamil besar ia mengalami kecelakaan yang membuat nyawanya tak tertolong tapi bayinya bisa diselamatkan.
Beberapa bulan berlalu, anak itu tumbuh tanpa sosok ibu, Mertua Bimo—Ibu Rani akhirnya meminta Audi untuk menikah dengan Bimo untuk menjadi ibu pengganti.
Tapi bagaimana jadinya jika setelah pernikahan itu, Bimo tidak sekalipun ingin menyentuh, bersikap lembut dan berbicara panjang dengannya seperti saat mereka bersahabat dulu, bahkan Audi diperlakukan sebagai pembantu di kamar terpisah, sampai akhirnya Audi merasa tidak tahan lagi, apakah yang akan dia lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga Puluh Satu
Pagi ini Bimo dengan semangat menyambut hari. Entah mengapa, dia begitu yakin akan bertemu Audi.
Bimo berjalan menuju kamar mertuanya. Dia lalu mengetuk pintu. Beberapa saat pintu terbuka.
"Ma, aku mau rapat. Titip Ghita, Ma. Sore kita akan keliling kota ini. Aku sangat berharap bisa bertemu Audi lagi," ucap Bimo sesaat.
"Semoga segera bertemu lagi, Nak. Mama juga ingin meminta maaf atas nama Rani," ucap Mama Susi.
"Semoga saja, Ma," jawab Bimo, dia langsung meninggalkan hotel setelah pamit dengan mertuanya itu.
Kota X, selalu saja ramai mengantarkan dirinya dengan kebisingan yang khas, namun bagi Bimo, suara keramaian itu seperti simfoni menunggu harapan. Dia mengatur napas, berusaha menenangkan diri. Hari ini, kerjasama penting bersama rekan bisnisnya, Daniel, akan dibahas. Membayangkan potensi besar yang bisa diperoleh dari kerjasama ini, semangatnya semakin membara. Apalagi setelah itu dia akan mencari keberadaan Audi.
Sesampainya di depan pintu ruang rapat, Bimo berhenti sejenak, merapikan dasinya. Dia melihat jam tangannya. "Waktu tidak menunggu siapa pun," pikirnya sebelum membuka pintu. Begitu melangkah masuk, aroma kopi panas menyambutnya, dan pandangannya langsung tertuju pada Daniel yang sedang duduk di depan meja rapat. Daniel adalah sosok yang percaya diri, dengan rambut hitam yang selalu rapi dan penampilan yang sangat profesional.
"Selamat datang, Pak Bimo! Terima kasih sudah datang tepat waktu," sambut Daniel dengan senyuman lebar.
"Terima kasih, Pak Daniel. Senang bisa bertemu," balas Bimo seraya menjabat tangan Daniel.
Bimo mengambil tempat di sebelah Daniel, dan di ujung meja, beberapa rekan bisnis lainnya sudah menunggu. Namun, ada satu sosok yang menarik perhatiannya. Sekretaris Daniel, seorang wanita muda dengan rambut panjang yang terikat rapi, dan mata indah seperti rembulan. Dia tampak sangat fokus mencatat setiap detil yang diucapkan oleh Daniel. Bimo mengernyit, merasakan ada yang familiar dengan wajahnya.
"Baiklah, mari kita mulai," kata Daniel, mengetuk meja untuk menarik perhatian semua orang. "Hari ini kita akan membahas beberapa poin penting terkait kerjasama antara perusahaan kita."
Rapat dimulai, dan Bimo berusaha mengikuti setiap pembahasan. Namun, pikirannya melayang pada sosok sekretaris itu. Saat Daniel menjelaskan berbagai hal tentang proposal kerjasama, Bimo mencuri pandang ke arah wanita itu, sampai akhirnya, pandangan mereka bertemu sejenak. Dan hanya dalam kilasan waktu itu, Bimo merasa detak jantungnya berhenti. Tak percaya jika orang yang dia cari ada dihadapannya saat ini.
"Audi ...," ucap Bimo tanpa suara. Hanya gerakan bibirnya yang terlihat. Audi tak membalas ucapannya. Hati Bimo terasa bagai di tusuk. Dia lalu teringat jika selama menikah selalu mengabaikan wanita itu.
"Apakah begini yang kau rasakan Audi. Diacuhkan, merasa tak berguna," gumam Bimo. Tapi, dia bertekad akan meyakinkan gadis itu jika dia telah berubah.
Sepanjang rapat berlangsung pikiran Bimo masih terus berputar tentang apa yang dia lakukan dengan Audi selama. Dia lalu mencuri pandang. Kebetulan juga Audi sedang memandanginya.
"Audi, maafkan aku," ucap Bimo dengan menggerakkan bibirnya. Dia yakin Audi bisa membaca apa yang dia ucapkan. Tampa di duga, Audi membuang pandangannya dari Bimo. Kembali hatinya bagai di tu'suk pedang.
Bimo berharap rapat segera berakhir, tak peduli apa hasilnya. Dia harus bicara dengan istrinya itu. Dan tak mau kehilangan jejaknya lagi.
Di akhir rapat, setelah semua hal dibahas dan kesepakatan verbal berhasil dicapai, Bimo merasa lega. Dia sudah tak sabar ingin bicara dengan istrinya itu.
Saat dia akan mendekati Audi, seorang rekan kerja mendekatinya dan mengajak mengobrol. Bimo menjawab sekedar saja karena pikirannya masih terus tertuju pada Audi.
Di luar dugaan, saat dia telah berhenti bicara, dia tak melihat Audi lagi. Ingin bertanya dengan Daniel, Bimo tak berani. Dia takut Audi marah.
Bimo lalu mengobrol sekenanya dengan Daniel dan rekan kerja lainnya. Rapat akan berlanjut besok. Pria itu merasa sangat lega. Dia sudah tak sabar ingin bicara dengan Audi.
Di luar ruang rapat, Bimo merasa kakinya berat melangkah. Hari yang seharusnya menjadi momen bahagia itu berubah menjadi hampa. Sebagian dari dirinya masih tidak percaya, dia ingin sekali menggenggam tangan Audi dan menariknya kembali ke dalam pelukannya. Namun, situasi yang ada memaksanya untuk mundur.
Makan siang sudah menunggu, tetapi rasa lapar yang menyengat di perutnya seolah tidak ada artinya. Dia butuh waktu untuk menenangkan pikirannya.
Bimo memutuskan menunggu Audi hingga jam kerja berakhir. Dia harus bisa bicara dengan istrinya itu. Dia lalu melangkah keluar dari gedung kantor.
***
Suasana makan siang di kafe kecil di dekat gedung Daniel terlihat ramai. Bimo menunggu di sudut, menyesap kopi pahit yang sudah dingin. Pikirannya melanglang bicara, membayangkan betapa indahnya hidup mereka jika bersama. Akan tetapi, bayangan-bayangan itu seolah menghilang, tergantikan oleh kesedihan dan rasa kehilangan yang mendalam.
Bimo sengaja memilih tempat ini untuk makan siang karena tak ingin lagi gadis yang dia cari itu pergi dan menghilang. Setelah selesai makan siang, dia menunggu kemunculan istrinya itu di taman depan gedung tersebut.
Saat waktu kerja hampir selesai, dia baru melihat Audi melangkah keluar dari gedung perusahaan. Wanita itu mengenakan pakaian formal yang sederhana, dan tetap terlihat anggun. Bimo berusaha menahan napasnya, berpikir bagaimana menetapkan kalimat-kalimat yang tepat untuk menjelaskan segalanya.
"Audi ...," panggil Bimo.
Audi menghentikan langkahnya. Saat bertemu dengan Bimo di ruang rapat tadi, dia sudah memutuskan akan bicara dengan suaminya. Dia tak mungkin menghindari terus.
"Audi, bisa kita bicara," ucap Bimo.
"Datanglah nanti malam di kafe X, jalan ... Aku menunggumu. Banyak yang harus kita bicarakan," ucap Audi tegas.
"Baiklah. Aku pasti datang."
"Aku pamit. Sampai ketemu nanti malam," ucap Audi. Dia lalu kembali melangkah meninggalkan Bimo. Dari awal bertemu tadi, sebenarnya dia sangat terkejut tapi berusaha menyembunyikan agar Daniel tak mengetahui hubungan mereka. Belum saatnya atasannya itu tahu. Walau nanti, suatu hari Audi pasti akan mengatakan juga.
lebih baik ma orang lain,ketimbang balikan ma kamu...buat apa pisah toh balikan lagi...pisah ya pisah,cari kebahagiaan masing masing
jangan mau balikan...
kemana harga dirimu,udah di hina hina,udah dicaci maki,dibuat seperti pembokat masiiih juga mau balikan...
haddeuh kamu terlalu berharga untuk laki2 seperti Bimo...