A Baby For The Mafia Boss

PERTEMUAN DAN SERANGAN MENDADAK

Saat tengah asik berbincang, Stacey melirik ke sebuah mobil hitam yang terdapat seorang pria botak di dalamnya, namun pria itu sepertinya mengamati ke arah dia dan Laila berada dengan tatapan tajamnya.

“Sepertinya kita kedatangan tamu.” Ucap Stacey membuat Laila kembali tertegun mendengarnya.

Maksud dari tamu pasti adalah musuh.

Tak ingin menoleh supaya tidak dicurigai, Laila tetap diam menatap ke Stacey yang dengan berani menatap pria botak tadi.

“Apa dia musuh?” tanya Laila sekedar memastikannya saja.

“Maybe, yes!” jawab Stacey masih tersenyum santai dan terlihat tenang-tenang saja. Oh tentu saja, dia sudah terbiasa dengan itu semua, tapi Laila? Dia tidak pernah adrenalin seperti ini.

“Sebentar lagi jam sekolah akan usai.”

“Jangan khawatir, kemungkinan mereka akan mengejar kita. Atau...” Stacey mengehentikan ucapannya saat dia melihat pria botak tadi pergi bersama mobilnya. Cukup aneh. -‘Siapa yang mereka amati?’ pikir Stacey terheran.

Tidak ada siapapun di sana selain dia dan Laila.

“Dia sudah pergi?” tanya Laila yang akhirnya menoleh dan Stacey masih terdiam tengah berpikir serius.

Sungguh lega ketika melihat musuh pergi begitu saja. Berbeda dengan wanita cantik berkulit eksotis itu yang masih diam dan berpikir keras. Tidak mungkin musuh pergi begitu saja, dia yakin para pria tadi bukanlah orang iseng.

KRRIINNGGG!!!"

Suara bel berbunyi hingga pintu sekolah terbuka. Anak-anak yang ada di dalamnya seketika berhamburan keluar bak kupu-kupu yang terbebas dan salah satunya adalah Aurora.

“MOM!!” teriak anak itu berlari kecil ke arah Laila sehingga dalam hitungan detik dia berhasil menangkap Laila.

“Bagaimana pelajaran hari ini?! Menyenangkan?” tanya Laila.

“Ya! Tapi sedikit membosankan!” jawab Aurora tersenyum malas hingga dia melirik ke arah Stacey yang menyapanya seperti biasa.

Sangat menyenangkan bagi Aurora ketika dia wanita yang dia sukai menunggunya pulang sekolah. Ya! Anak itu terlihat seperti benar-benar sudah kenal Laila, mungkin karena ikatan batin yang kuat.

Ketiganya mulai berjalan menuju ke parkiran mobil yang Stacey bawa, sementara mobil yang dikendarai oleh anak buah Donovan sudah diperintahkan untuk pergi lebih dulu.

“Ibu tidak jualan lagi?” tanya Aurora yang saat ini menggandeng tangan Laila.

Dengan gugup Laila menggosok lehernya. “Aku ingin, tapi aku tidak yakin ayahmu menyetujuinya. Dia akan membuatku bangkrut jika marah-marah di depan pelanggan ku!” jelas Laila terkekeh kecil sehingga Stacey ikut tersenyum.

“Kalau begitu kita bisa pergi bermain!” pinta Aurora dengan girang.

“Maaf, tapi Donovan menyuruh untuk segera kembali ke mansion.” Ujar Stacey dengan berat hati karena harus menghilangkan senyum Aurora.

Bagaimana lagi, ini sudah perintah dari Donovan. Jika tidak, nanti pria itu akan mengamuk. Sungguh melelahkan!

Laila sendiri juga tak ingin debat dengan Donovan, melihatnya saja dia muak walaupun wajah tampannya selalu terbayang-bayang. “Tidak masalah! Kita bisa bermain di rumah saja, oke!” ucap Laila yang berhasil membuat putrinya tersenyum setuju.

Darr!

Tiba-tiba sebuah tembakan hampir mengenai Aurora, namun dengan sigap Laila menarik anak itu dan masuk ke dalam mobil. “Ayo cepat!” pinta Stacey yang juga sudah masuk lebih dulu.

Duduk di kursi belakang untuk menjaga putrinya, Laila memasangkan sabuk pengaman untuk gadis kecil itu. “Tetap tenang dan menunduk lah, jangan mengintip!” pinta Laila dengan serius dan panik.

Aurora mengangguk faham.

Stacey mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi saat mobil yang sama mulai mengikutinya.

Di sisi lain, Donovan juga baru sampai di sebuah kawasan yang sepi dan hanya ada ladang kering serta tower menjulang tinggi di beberapa tempat. Austin mengehentikan mobilnya saat dia dan Donovan sama-sama melihat ke arah mobil putih, juga pria yang berdiri dengan setelan jas putih menatap penuh percaya diri.

“Sepertinya dia Caleb Esposito, Tuan.” Ucap Austin yang berkerut alis.

Donovan juga menebak yang sama, hingga mobil berhenti dan saat itulah Donovan keluar sendirian, sama seperti pria bernama Caleb yang keluar dari mobil sendirian.

Dengan mengenakan kemeja hitam dua lengan terlingkis serta kacamata hitam, Donovan nampak lebih cool saat dia melangkah maju hingga berhadapan langsung dengan Caleb yang masih asik merokok.

Hingga satu hisapan terkahir, pria itu menatap ke Donovan. “Kau mau? Ini tembakau yang langkah dan aku membelinya dari China.” Tawar Caleb yang dengan sengaja.

Tak ada jawaban dari Donovan hingga Caleb membuang rokoknya dan menginjaknya, lalu memasukkan kedua tangannya ke saku celana.

“Akhirnya kita bertemu. Aku sudah mendengar banyak tentang Stone-Brooks!”

“Me too.” Balas singkat Donovan yang masih dingin.

Terlihat bahwa keduanya sama-sama menahan amarah masing-masing agar tetap tenang. “Aku bisa saja membunuhmu saat ini atas semua yang sudah kau lakukan. Tapi aku tidak akan melakukannya karena aku yakin kau masih memiliki seseorang di dekatku Mr. Scarpelli.” Jelas Donovan yang akhirnya dia menyebutkan marga asli dari Caleb Esposito.

Tak ingin gegabah, jika tidak, Donovan akan melewatkan seseorang dari Scarpelli yang masih tertutup itu.

Caleb yang tadinya menatap datar kini dia menyeringai kecil dan menggaruk hidung mancungnya. “Sangat cepat! Tapi biar ku perjelas, aku datang hanya ingin mengambil kembali wilayah Scarpelli.” Ujar Caleb terus terang.

“Wilayah yang kau maksud itu sudah menjadi milik Stone-Brooks. Jika kau mau maka habisi aku, benar begitu?” Tok! Tok! Donovan mengetuk jendela mobil Caleb dua kali saat dia sudah tahu ada seseorang di dalamnya.

Saat jendela tersebut terbuka, baru terlihat jelas sosok wanita cantik dengan lipstik merah menatap ke Donovan sembari menyeringai kecil, begitu juga dengan Caleb.

“Rencana yang cerdik.” Sindir Donovan saat sekilas dia melihat ke arah Quinn berada saat ini.

Ya! Quinn masih hidup, dan saat ini dia duduk di dalam mobil Caleb. “Aku harap kau melupakan kejadian itu Mr. Donovan! Senang pernah bekerjasama denganmu. Sayang sekali aku tidak pernah mencicipi mu.” Balas Quinn.

Mata silver Donovan yang saat ini menatap ke Quinn dan terhalang oleh kacamata hitam. Keduanya saling beradu pandang. “Jika kau mau datang temui aku, tapi aku tidak pastikan kau bisa kembali seperti saat ini.” Balas Donovan seperti menohok hingga Quinn terdiam dan hanya menyeringai kecil.

“Kau menginginkan wilayah? Maka adakan persaingan yang adil, jika tidak Scarpelli akan mati. Aku bersumpah!” ucap Donovan dengan serius dan tegas, lalu dia melangkah pergi.

Darr!

Satu tembakan berhasil Donovan lepas ke arah ban mobil Caleb sehingga Quinn sempat terkejut dan Caleb hanya menatap ke arah perginya Donovan dengan tatapan tajam dan seringaian kekesalan.