Setelah bertahun-tahun pasca kelahiran pangeran dan putri bungsu, mereka tetap berusaha mencari pelaku pembunuh sang ratu. Hidup atau mati! Mereka ingin pelakunya tertangkap dan di hukum gantung!Dapatkah para pangeran dan putri menangkap pelakunya?
*update setiap Minggu!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mailani muadzimah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Zayden Elle de Dandelion 2
Tiba-tiba bom asap meledak, seketika pandangan menjadi gelap. Raja Finn pasang badan di depan Zayden, dia langsung menggendongnya. Sementara itu Ratu Harika membawa Ezra dan Liam dengan membuka portal air menggunakan Watery. Para pelindung juga memasang posisi paling depan untuk melindungi tuan mereka. Dia adalah Aegis, Earl, Lyrien, dan Kyrus. Keempat pelindung maju dan menyerang penyusup yang muncul. Berbeda dengan manusia, para pelindung yang memiliki kekuatan suci tetap bisa melihat meski pandangan buruk di tengah asap.
"Finn! Bawa putramu pergi. Berlindunglah! Biar kami yang mengurus ini!" ucap Aegis melalui telepati.
Raja Finn setuju, dalam kondisi ini, sulit baginya untuk bertarung sambil melindungi anaknya. Akhirnya, Raja Finn pun menggunakan portal api yang bisa dibuka dengan cincin spirit api miliknya.
Bwoossh!
Sebuah portal terbuka. Raja Finn buru-buru membawa Zayden yang masih di dalam gendongannya. Mereka tiba di ruang kerja Raja Finn.
"Papa! Kenapa kita tidak bertarung saja?" tanya Zayden.
"Situasinya tidak memungkinkan, Zayden. Biarkan para pelindung yang menghabisi mereka. Di tengah kepulan bom asap tadi, jumlah kita sangat kurang, kita tidak tahu ada berapa jumlah penyusupnya." jawab Raja Finn.
Sementara itu di aula pesta istana, pertarungan yang mencekam terjadi. Bukan karena para penyusup itu yang kuat, tapi betapa beringasnya para pelindung.
Crass
"Aku sempat melihat mereka, Papa. Jumlahnya sepuluh orang. Satu di belakang pot bunga besar, dia lah yang tadi menembakku dengan anak panah. Tiga di belakang tiang pojok kiri, empat di pojok kanan, dan dua lagi berbaur di antara para penduduk." ucap Zayden serius.
"Bagaimana kau menyadarinya, Zayden?" tanya Raja Finn.
"Sejak awal acara pelantikan, orang-orang itu jelas bukan tamu undangan. Aku mengenali mereka sangat berbeda dengan para tamu, aku tahu betul seperti apa orang-orang Dandelion. Gerak-gerik mereka juga mencurigakan." ucap Zayden serius.
Baru saja setelah Zayden mengatakan itu, Aegis melapor pada Raja Finn melalui telepati.
"Kami sudah membunuh kesepuluh asassin, Finn. Mau diapakan jasad mereka?" tanya Aegis.
"Gantung di depan istana sebagai pelajaran bagi yang lain." titah Raja Finn.
"Baiklah." jawab Aegis cepat.
"Zayden, meski tebakanmu benar, tetap saja keselamatanmu lebih penting. Kau harus berhati-hati, tidak peduli seberapa hebat kemampuanmu berpedang. Jangan sampai membuat celah untuk musuh. Bertarung satu lawan satu bisa berbahaya untukmu di usia ini, sebisa mungkin hindarilah pertarungan." ucap Raja Finn.
"Baik, Papa." jawab Zayden.
Begitulah akhir dari hari pelantikan Zayden dahulu. Calix adalah orang yang selalu menyaksikan apapun yang terjadi di sekitar Zayden, sebab dia adalah pengawal pribadinya.
Calix juga ingat betul saat peristiwa penyerangan assassin yang membuat kaki Zayden sampai patah hingga terkena panah beracun di usianya yang ke enam belas.
Hari itu Zayden sedang sibuk kesana kemari mengurus masalah tambang permata di ibu kota. Ada perebutan kuasa di sana, antara Grand Duke Raflin dengan Marquess Jeneva.
"Jadi Marquess Jeneva, anda adalah orang yang menemukan tambang ini lebih dulu?" tanya Zayden.
"Benar, Yang Mulia. Saya lah yang menemukannya." jawab Marquess Jeneva.
"Tidak, Yang Mulia. Putra saya lah yang menemukan tambang itu lebih dulu!" potong Grand Duke Raflin.
"Grand Duke Raflin, aku belum bertanya padamu. Jangan bicara jika aku tidak bertanya." ucap Zayden tegas.
Grand Duke Raflin terdiam. Dia menelan ludah karena takut pada Zayden yang menatapnya dengan sorot mata yang tajam.
"Panggil putranya Grand Duke Raflin kemari!" titah Zayden pada Calix.
"Baik, Yang Mulia." jawab Calix.
"Grand Duke Raflin, mengapa kau begitu ingin mengambil tambang ini? Bukankah keluargamu sudah punya banyak tambang? Lagipula ini hanya permata hijau, harganya pun tidak semahal permata biru." ucap Zayden.
"Anda benar, Yang Mulia. Namun, keluarga kami butuh tambahan uang untuk pengobatan putra kedua kami yang sedang sakit." jawab Grand Duke Raflin.
"Oh, ya? Sakit apa putramu? Aku tidak pernah mendengar kabar kalau putra keduamu sedang sakit," tanya Zayden.
"Kondisi kesehatannya memang sengaja kami sembunyikan agar tidak membuat orang-orang heboh, Yang Mulia. Kami tidak mau ada gosip tersebar..." jawab Grand Duke Raflin sambil berkeringat dingin.
"Begitu, ya? Apakah dia sakit keras?" tanya Zayden lagi.
"Ya, begitulah, Yang Mulia."
"Ya begitulah? Apa maksudnya itu? Aku 'kan hanya bertanya apa penyakit putramu. Seharusnya kau jawab saja. Siapa tahu istana bisa membantu putramu dalam pengobatan. Ezra juga mungkin akan datang untuk memeriksa kondisinya." tantang Zayden.
"Ka-kami sudah melakukan pengobatan rumahan dengan herbal dari keluarga, Yang Mulia." jawab Grand Duke Raflin gagap.
Zayden menyeringai, "aku akan buat surat ke istana dan meminta Ezra untuk memeriksa kondisi putra keduamu sekarang. Dia di rumah, 'kan?" ucapnya sambil menulis.
"Ti-tidak perlu, Yang Mulia. Sungguh. Dia pasti akan membaik jika minum obat herbal keluarga kami," tolak Grand Duke Raflin buru-buru.
"Kalau begitu jelaskan padaku, Grand Duke Raflin. Kenapa kau butuh banyak uang jika hanya dengan herbal putramu bisa sembuh? Bukankah keluargamu punya banyak tanaman herbal? Untuk membeli apa uangmu? Jangan berbohong padaku." ucap Zayden kesal.
Grand Duke Raflin tampak panik, tapi sebelum dia menjawab, Calix telah datang membawa putra pertama Grand Duke itu.
"Saya menghadap Matahari Kecil Dandelion, semoga keberkahan menyertai anda." ucap Oliver. Dia adalah putra pertamanya Grand Duke Raflin.
"Oliver Raflin. Apa benar kau yang telah menemukan tambang permata hijau?" tanya Zayden.
"Tambang permata hijau?" ulang Oliver bingung.
Zayden menyeringai. "Jadi kau tidak tahu, ya?"
"Saya tidak mengerti maksud anda, Yang Mulia." jawab Oliver.
"Ayahmu mengatakan padaku bahwa kau telah menemukan tambang itu di Hutan Ibukota." ucap Zayden.
Oliver menoleh pada ayahnya, Zayden bisa melihat kalau Grand Duke Raflin sedang memberikan kode bahasa tubuh pada Oliver.
"Be-benar, Yang Mulia. Saya lah yang menemukan tambang itu," ucap Oliver gagap.
"Bagaimana dengan adikmu, Oliver? Apakah dia sehat? Kudengar dia sedang sakit keras." ucap Zayden.
"Di-dia sehat, Yang Mulia. Eh, maksud saya, sedang sakit." jawab Oliver setelah melihat kode ayahnya.
Zayden menghela napas.
"Earl, bawa Grand Duke Raflin dan Oliver ke penjara di istana. Sekalian, berikan surat ini pada Baginda." titah Zayden.
Grand Duke Raflin dan Oliver kaget, tanpa aba-aba mereka malah dibawa penjara istana. Mereka tidak merasa senang, tapi panik.
"Yang Mulia, tapi kenapa?" tanya Grand Duke Raflin tidak terima.
"Aku sudah bilang untuk jangan berbohong, Raflin. Tapi kau malah mengajak putramu berbohong juga. Aku benci pembohong. Selain itu, jangan pernah meremehkanku! Beraninya kau memandang remeh! 'ah, Putra Mahkota hanyalah bocah berusia enam belas tahun, ayo kita tipu saja dia!' begitu bukan? Grand Duke Raflin, saat ini pun aku bisa saja menarik semua harta harammu. Aku tahu kau ingin mendapatkan tambang pemata hijau untuk kekayaan sendiri dan menjualnya dengan harga lebih mahal, bukan? Selain itu, aku juga tahu tambang berlian milikmu adalah palsu dan menjual berliannya dengan harga mahal. Aku juga tahu kalau putra keduamu, Alfonso tidak lah sakit. Saat ini dia sedang sibuk menambang berlian palsu, 'kan?" tembak Zayden.
Grand Duke Raflin terdiam seribu bahasa, dia sudah terpojok. Oliver juga sama diamnya, dia merasa malu karena kelakuan ayahnya itu. Terlebih lagi, kedoknya dibuka langsung oleh Putra Mahkota.
"Tolong ampuni saya, Yang Mulia..." rengek Grand Duke Raflin akhirnya.
"Earl. Cepat bawa mereka!" titah Zayden, dia tidak peduli rengekkan mereka.
Earl pun segera membawa dua orang itu ke penjara istana dan memberikan surat yang dimaksud Zayden.
"Calix. Ayo pergi. Oh, Marquees Jeneva, tambang itu milikmu." ucap Zayden sambil berjalan.
"Terima kasih. Terima kasih, Yang Mulia..." ucap Marquess Jeneva dengan mata berkaca-kaca.
Kenyataannya, yang sedang butuh banyak uang justru adalah Marquess Jeneva. Putra pertamanya lah yang sedang sakit keras. Zayden sudah tahu itu sejak awal karena dia memang telah menyelidikinya.
"Aku telah mengirim Ezra ke kediamanmu untuk memeriksa kondisi Vier. Kuharap putramu segera sembuh." ucap Zayden pada Marquess Jeneva.
"Saya benar-benar berterima kasih, Yang Mulia..." ucap Marquess Jeneva lagi.
***
Di perjalanan ke tambang permata selanjutnya, kuda rombongan Zayden diserang assassin.
tapi curiga deh, kayak ada plot twist gitu dari kematian Jeanette
-Ezra
kurang nyiksa apalagi ? ayolah, thor... kasih napas dikit buat liam /Sob/
zayden kecil ternyata udah melewati kejadian seperti itu, dia dewasa karena keadaan /Sob/ dan lagi, udah jago berpedang di usia 16? itu jenius banget. aku kayaknya usia 16 masih sibuk mikir tugas sekolah /Sob/
btw zayden badas banget, kepribadiannya beneran mencerminkan seorang putra mahkota /Proud/
lanjutkan, thor!