Ariana gadis berusia 18 tahun meninggal dengan tragis, namun Tuhan memberinya kesempatan hidup sekali lagi.
Tapi saat Ariana bangun dia telah jadi orang lain, Sherina seorang polisi rahasia berusia 28 tahun.
"Sher, Sherina?" panggil Sean.
Tapi Ariana yang belum terbiasa dengan nama itu hanya melengos. Membuat pria itu mengerutkan dahi.
"Sher?" panggilnya sekali lagi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 - Sampai Tak Terasa Lagi
"Jam 10 malam kita mulai operasinya, kamu ingin ikut tim siapa? Faisal atau Mario?" tanya pak Johan, dia benar-benar merasa bangga pada Sherina, karena akhirnya hanya Sherina lah yang berhasil mendapatkan bukti-bukti berharga ini, mereka mendapatkan tangkapan ikan yang besar.
Karena itulah Johan sampai menawarkan Sherina ingin ikut tim yang mana, biasanya mana pernah dia memperlakukan bawahannya seperti ini, biasanya Johan langsung memberikan perintah untuk masuk tim A atau B.
"Mario Pak," jawab Ariana singkat, bahkan setelah menjawab pertanyaan itu dia langsung menelan ludahnya sendiri dengan kasar. Jantungnya masih setia berdegup, pelukan tangan kak Sean yang melingkar di perutnya terasa begitu jelas.
Hangat namun berhasil membuatnya mengeluarkan keringat dingin.
"Baiklah, oh ya, apa kamu tau dimana Brandon? dia tidak bisa dihubungi," tanya pak Johan pula.
Ariana mengerutkan dahi, sungguh, sesaat dia telah lupa dengan pria itu.
"Maaf Pak, saya tidak tahu,"
"Baiklah, kita bertemu di pos jam setengah 10."
"Siap!" balas Ariana tegas.
Pak Johan memutus lebih dulu panggilan telepon itu, sementara Ariana begitu canggung untuk menarik ponselnya dari telinga, antara telinga dia dan telinga kak Sean.
"Sekarang masih jam 8, kita masih punya banyak waktu untuk makan malam," ucap Sean, sesaat dia memeluk semakin erat, sebelum akhirnya melepaskan.
Kali ini Ariana hanya bisa mengangguk, tak kuasa untuk menolak dengan suara yang tinggi.
Daripada menjawab ucapan kak Sean itu, Ariana lebih memilih untuk menenangkan detak jantungnya sendiri.
Astaghfirullahaladzim, tenang, tenang, batin gadis itu.
Sementara itu di tempat lain. tepatnya di dalam penjara ruang bawah tanah milik Mario, Brandon dan Deasy seperti sedang menghadapi akhir hidupnya.
Mereka berdua sama-sama diikat di atas kursi, berulang kali mendapatkan pukulan karena tidak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh semua orang.
"Dimana Ariana?" tanya seorang pria berbadan paling kekar dibandingkan yang lain.
Dan sungguh pertanyaan itu benar-benar tidak bisa dipahami oleh Brandon dan Deasy.
Siapa Ariana? mereka benar-benar tidak punya bayangan untuk menjawab apa.
Bukan seperti ini yang mereka bayangkan sebelumnya, jika sekali saja salah seorang menyebut Sherina mereka bisa langsung memanfaatkan situasi untuk bekerjasama dengan para preman tersebut, tapi sejak tadi sekalipun Brandon dan Deasy tidak pernah mendengar nama Sherina disebut.
"Jawab!! Dimana Ariana!!" gertak pria itu lagi. Dia bahkan memukul tongkat kayu di atas lantai hingga patah. Menciptakan suara yang begitu keras, dan mengirim hawa ketakutan yang begitu mencekam.
Kesakitan yang begitu menusuk.
"A-aku tidak tahu," jawab Brandon dengan suaranya yang begitu lirih, nyaris habis. Tubuhnya pun sudah babak belur, bahkan banyak darrah yang sudah keluar, di pelipis matanya, di sudut bibirnya, di tangan dan kaki.
Sama, Deasy pun bernasib sama seperti Brandon. Tak peduli jika Deasy adalah seorang wanita, namun dia tetap mendapatkan pukulan yang rata.
"Pukul mereka lagi!" titah Mario, pulang dari rumah sakit setelah mengeluarkan peluru di kakinya dia langsung memutuskan untuk pulang.
Menginterogasi dua orang itu untuk mencari tahu keberadaan sang anak, Ariana.
Tapi jawaban dua orang itu benar-benar membuatnya kecewa, hingga tak segan dia terus menyiksa Brandon dan Deasy.
Bugh! Bugh! Bugh!
Pukulan bertubi-tubi didapatkan Brandon dan Deasy, sakit yang sampai tak terasa lagi.