NovelToon NovelToon
Di Bawah Aturan Suami Baruku

Di Bawah Aturan Suami Baruku

Status: sedang berlangsung
Genre:Dokter / Selingkuh / Crazy Rich/Konglomerat / Konflik etika
Popularitas:6k
Nilai: 5
Nama Author: Ziafan01

Saat Shima lyra senja seorang dokter berbakat di rumah sakit ternama, menemukan suaminya berselingkuh dengan sahabatnya sendiri, dunianya hancur seketika.
Pengkhianatan itu tidak hanya merenggut pernikahannya, tapi juga rumah, nama baik, dan tempat untuk pulang.
Di titik terendah hidupnya, ia menerima tawaran tak masuk akal datang dari Arru Vance CEO miliarder dingin dengan aturan yang tidak bisa dilanggar. Pernikahan kontrak, tanpa cinta, tanpa perasaan. Hanya ada aturan.
Namun, semakin dekat ia dengan Arru, semakin ia sadar bahwa sisi dingin pria itu menyembunyikan rahasia berbahaya dan hati yang mampu merasakan semua yang selama ini ia rindukan.
Ketika pengkhianatan masa lalu kembali muncul dan skandal mengancam segalanya, Shima harus memilih: mengikuti aturan atau mempertaruhkan segalanya demi cinta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ziafan01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PEREMPUAN PEREBUT SUAMI ORANG

Ia berdiri di ruang persiapan operasi, mengenakan scrub biru tua, rambutnya terikat rapi. Wajahnya tenang, terlalu tenang untuk seseorang yang sedang berada di bawah sorotan tajam.

Namun sebelum ia masuk ke ruang operasi, sebuah pesan masuk ke ponselnya.

Bukan dari Arru.

Bukan dari tim medis.

Laura.

Shima tidak langsung membuka. Ia sudah tahu isinya dan ia juga tahu Laura tidak akan berhenti di satu pesan saja.

Beberapa menit kemudian, Shima melangkah keluar menuju lorong sepi di dekat ruang arsip. Laura sudah menunggunya di sana, wajahnya tampak cemas palsu.

“Shima,” ucap Laura pelan. “Aku dengar kau akan operasi malam ini.”

Shima menatapnya datar. “Langsung saja ke intinya.”

Laura tersenyum tipis. “Aku cuma khawatir. Tekanan sebesar ini… kau pasti capek. Jangan sampai salah langkah. Kau tahu kan… satu kesalahan kecil saja.”

“Cukup,” potong Shima dingin.

Laura terdiam.

Shima melangkah lebih dekat. Suaranya tetap rendah, tapi setiap katanya menghantam tepat sasaran.

“Kau sudah menyebar cerita ke perawat magang. Tentang aku yang memaksakan prosedur. Tentang aku yang hanya ingin pembuktian diri karena statusku sekarang.”

Wajah Laura memucat.

“Aku juga tahu,” lanjut Shima pelan, “kau mencoba menghubungi media medis lokal. Sayangnya… kau terlambat.”

Laura menelan ludah. “Aku tidak…”

“Jangan bohong di depanku.” Mata Shima mengeras. “Aku mengenal caramu sejak kita masih berbagi kopi di ruang jaga.”

Hening menyelimuti lorong.

Lalu Shima tertawa kecil tawa tanpa kehangatan.

“Lucu ya, Laura. Aku kehilangan suami. Kehilangan rumah. Kehilangan segalanya.”

Ia menatap lurus ke mata Laura.

“Dan orang yang paling menyakitiku… justru sahabat yang paling aku percaya.”

Laura membuka mulut, tapi Shima lebih dulu bicara. Kali ini suaranya bergetar bukan lemah, tapi tertahan.

“Kau merebutnya. Lalu masih ingin menghancurkan sisa harga diriku?”

Laura mencoba tersenyum. “Kau terlalu berlebihan, Shima.”

Shima menggeleng pelan. “Tidak.”

Ia mendekat satu langkah lagi.

“Dengarkan aku baik-baik.”

Nada suaranya rendah, tajam, dan dingin.

“Jika satu kata saja keluar dari mulutmu tentang operasiku malam ini jika satu rumor lagi beredar aku tidak akan menyentuhmu.”

Laura mengernyit. “Lalu?”

Shima tersenyum tipis, senyum yang membuat dada Laura mengencang.

“Aku akan membuatmu terlihat seperti apa adanya. Perempuan yang merebut suami orang, lalu bersembunyi di balik kepura-puraan.”

Laura terdiam. Napasnya tak lagi stabil.

“Dan satu hal lagi,” tambah Shima pelan. “Arya bukan milikmu sepenuhnya. Bahkan sekarang.”

Laura mengepalkan tangan. “Kau pikir Arru akan selalu melindungimu?”

Shima menatapnya tenang. “Aku tidak berdiri di sini karena Arru.”

Ia berbalik, melangkah pergi menuju ruang operasi.

“Tapi aku akan bertahan,” ucap Shima tanpa menoleh. “dengan atau tanpa siapa pun.”

Laura tertinggal di lorong, wajahnya pucat, rencananya runtuh bahkan sebelum sempat dijalankan.

Malam itu, lampu ruang operasi menyala lebih terang dari biasanya.

Di balik kaca observasi, dokter-dokter senior berdiri, menunggu.

Bukan untuk menyelamatkan Shima.

Melainkan untuk menilai.

Apakah perempuan yang mereka ragukan ini akan jatuh…

atau justru naik lebih tinggi.

Dan Shima, dengan tangan yang kini sepenuhnya stabil, melangkah masuk ke ruang operasi membawa luka, kemarahan, dan tekad yang tidak lagi bisa dihentikan.

***

Shima berdiri di sisi ranjang pasien, membaca monitor dengan saksama. Garis-garis hijau di layar bergerak stabil, namun terlalu rapuh untuk disebut aman. Ia menyesuaikan selimut pasien, lalu menunduk sedikit, memastikan selang dan kateter terpasang sempurna.

“Tekanan darah masih fluktuatif,” lapor perawat dengan suara pelan.

“Aku tahu,” jawab Shima tenang. “Kita tidak punya banyak waktu, tapi kita juga tidak boleh tergesa.”

Ia menatap wajah pasien itu sejenak wajah yang sepenuhnya bergantung pada keputusan tangannya malam ini. Untuk sepersekian detik, ada sesuatu yang bergetar di dadanya.

Gugup.

Bukan karena ia ragu pada ilmunya.

Melainkan karena terlalu banyak mata yang menunggu kejatuhannya.

Shima melangkah menuju ruang ganti. Pintu tertutup perlahan di belakangnya, memutus suara rumah sakit yang ramai. Ia melepas jas dokternya, menggantinya dengan baju operasi hijau. Kain itu terasa dingin di kulitnya, menenangkan sekaligus mengingatkan ini medan perangnya.

Saat mengikat tali di belakang leher, Shima melirik ponselnya di loker.

Tidak ada pesan.

Tidak dari Arru.

Alisnya sedikit berkerut.

Kenapa aku menunggu?

Ia menghela napas pendek, seolah menertawakan dirinya sendiri.

Ini bukan tentang dia. Ini tentang pasien.

Shima mengunci loker, lalu melangkah ke wastafel. Air mengalir deras. Ia mulai mencuci tangan perlahan, metodis, mengikuti setiap prosedur yang telah tertanam di otot dan ingatannya. Perawat berdiri di sampingnya, membantu mengenakan sarung tangan steril, masker, dan penutup kepala.

“Dokter siap?” tanya perawat itu.

Shima mengangguk. “Kita mulai.”

Pintu ruang operasi terbuka.

Udara di dalam terasa lebih berat dari biasanya. Lampu operasi menyala terang, membentuk lingkar cahaya putih di atas meja bedah. Tim medis sudah berada di posisi masing-masing.

Di balik kaca ruang observasi, deretan siluet berdiri.

Dokter-dokter senior.

Direktur medis.

Dan Arya.

Shima menangkap sosok itu sekilas. Tatapan mereka bertemu dingin, menilai. Namun Shima tidak membiarkan matanya tinggal terlalu lama. Ia menatap satu per satu orang di ruang operasi.

Perawat anestesi.

Dokter muda.

Asisten bedah.

Wajah-wajah yang mempercayakan keputusan pada dirinya.

Shima menarik napas dalam-dalam.

Lalu mengangguk kecil.

“Kita mulai,” ucapnya mantap.

Dan ketika pisau bedah itu berada di tangannya, kegugupan itu menguap digantikan oleh fokus yang tajam, presisi, dan keyakinan penuh.

Di balik kaca, tidak ada yang bicara.

Karena malam itu, bukan status, gosip, atau pernikahan yang akan berbicara.

Melainkan kemampuan seorang dokter yang bersiap mempertaruhkan segalanya demi satu nyawa.

Pintu ruang observasi terbuka tanpa suara. Satu per satu dokter senior yang berdiri di sana refleks menegakkan tubuh. Beberapa bahkan tanpa sadar menunduk. Aura itu terlalu khas untuk tidak dikenali.

Arru Vance telah datang.

Tidak ada pengumuman. Tidak ada pengawalan mencolok. Hanya langkah tenang dan sikap dingin yang membuat ruangan itu seketika sunyi. Arru berdiri di barisan belakang, jas hitamnya rapi, ekspresinya tak terbaca. Ia hanya mengangguk singkat isyarat agar tidak ada yang mengganggu jalannya operasi.

Tatapannya langsung tertuju ke satu titik.

Shima.

Di balik kaca, Arru menyaksikan setiap gerakan tangan itu presisi, tenang, nyaris tanpa ragu. Lampu operasi memantulkan kilau di sarung tangan dan instrumen bedah. Wajah Shima tertutup masker, namun sorot matanya berbicara banyak.

Arru mendekat sedikit ke sisi Direktur Leonhard Whitmore.

“Risikonya?” tanyanya rendah, nyaris berbisik.

Leonhard menelan ludah. “Tinggi... Sangat tinggi, peluang bertahan… kecil. Tapi pendekatan Dokter Senja adalah satu-satunya yang tersisa.”

Arru kembali menatap ke dalam. Monitor jantung bergerak tak stabil. Ia tahu angka-angka itu. Ia pernah berdiri di posisi yang sama. Pernah mengambil keputusan yang menentukan hidup dan mati.

Secara logika, peluang ini nyaris mustahil.

Namun matanya tidak beralih dari Shima.

Di dalam ruang operasi, Shima merasakan sesuatu bukan suara, bukan sentuhan. Sebuah kehadiran. Naluri itu membuatnya mendongak sejenak, refleks semata.

Dan di balik kaca itu manik hitam mereka bertemu.

Untuk sepersekian detik, dunia di sekeliling Shima meredup. Bukan karena ia kehilangan fokus, melainkan karena sesuatu di dadanya menghangat. Sudut matanya melengkung halus. Di balik masker, senyum tipis itu tak terlihat, tapi mata Shima berbinar jelas.

Ia tahu.

Arru ada di sana.

Arru tidak tersenyum. Ia tidak bergerak. Tapi ia mengangguk perlahan satu gerakan kecil, nyaris tak terlihat oleh siapa pun selain Shima.

Namun bagi Shima, itu cukup.

Itu seperti kalimat tanpa suara. Lanjutkan. Aku percaya padamu. Ini akan berhasil.

Tangan Shima kembali mantap. Perintahnya jelas. Gerakannya presisi. Ketegangan yang tadi menekan dadanya berubah menjadi fokus murni.

Di ruang observasi, tidak ada yang berani berbicara. Semua mata tertuju pada satu hal yang sama.

1
Wita S
kereennnn
Sweet Girl
Siram bensin terus aja...
Sweet Girl
Buat memelihara bangkai di rumah, Laura... mending dibuang aja.
Sweet Girl
Dan bakal kehilangan Dana segar Luuu pada...
Sweet Girl
Asyeeek... beli yang kau mau, Shima...
bikin mereka yg menyakiti melongo.
Sweet Girl
Tunggu tanggal mainnya duo penghianat.
ketawa aja kalian sekarang sepuasnya, sebelum ketawa itu hilang dr mulut kalian.
Sweet Girl
Nah Lu... kapok Lu... sekalian aja seluruh Penghuni rumah sakit denger...
Sweet Girl
Kelihatan sekali yaaaa klo kalian itu bersalah.
Sweet Girl
Ada Gondoruwo🤪
Sweet Girl
Kamu pikir, setelah kau rampas semua nya, Shima bakal gulung tikar...
OOO tentu tidak... dia bakal semakin kaya.
Sweet Girl
Masuklah sang Penguasa 🤣
Sweet Girl
Dan pilihan mu akan menghancurkan mu... ojok seneng disek...
Sweet Girl
Kamu yang berubah nya ugal ugalan Brooo
Sweet Girl
Ndak bahaya ta... pulang sendiri dengan nyetir mobil sendiri?
Sweet Girl
Kok ngulang Tor...???
Sweet Girl
Wes ora perlu ngomong, Ndak onok paedaheee.
Sweet Girl
Naaah gitu dong... semangat membongkar perselingkuhan Suami dan sahabat mu.
Sweet Girl
Musuh dalam selimut, iya.
Sweet Girl
Gayamu Ra... Ra... sok bener.
Sweet Girl
Kamu jangan kebanyakan mikir tho Syma...
mending bergerak, selidiki Arya sama Laura.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!