Damian pemuda urakan, badboy, hobi nonton film blue, dan tidak pernah naik kelas. Bahkan saat usianya 19 tahun ia masih duduk di bangku kelas 1 SMA.
Gwen, siswi beasiswa. la murid pindahan yang secara kebetulan mendapatkan beasiswa untuk masuk ke sekolah milik keluarga Damian. Otaknya yang encer membuat di berkesempatan bersekolah di SMA Praja Nusantara. Namun di hari pertamanya dia harus berurusan dengan Damian, sampai ia harus terjebak menjadi tutor untuk si trouble maker Damian.
Tidak sampai di situ, ketika suatu kejadian membuatnya harus berurusan dengan yang namanya pernikahan muda karena Married by accident bersama Damian. Akan tetapi, pernikahan mereka harus ditutupi dari teman-temannya termasuk pihak sekolah atas permintaan Gwen.
Lalu, bagaimana kisah kedua orang yang selalu ribut dan bermusuhan ini tinggal di satu atap yang sama, dan dalam status pernikahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Orie Tasya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Gwen terbakar emosi, merasa sakit ketika melihat suaminya bersama wanita lain.
Apakah ia cemburu?
Entah, Gwen tak mengerti, yang ia tahu sekarang hatinya seperti digigit singa lapar. Namun, Gwen bukan tipe wanita cengeng yang akan menangis karena suaminya ketahuan selingkuh.
Gwen lantas mengambil ponselnya. Lalu menelpon kontak yang diberi nama 'Titisan Voldemort.'
Panggilan itu tersambung, Gwen bisa melihat jika Damian melotot melihat ponselnya. Dalam hati, ia sudah ingin tertawa sekaligus ingin menghajar suaminya. Seenaknya saja dia selingkuh, tidak. Gwen tidak bisa dibeginikan.
Sementara itu Damian tampak kebingungan ketika di layar ponselnya berkedip-kedip, dengan nama 'Babu memanggil'. Namun hanya bertahan beberapa detik karena Gwen sudah mematikannya. Gwen hanya memancingnya, agar Damian melihat ponselnya.
"Dari siapa, Dam?" tanya gadis yang duduk di depan Damian.
"Tahu, Ken. Orang nggak jelas." Gadis bernama lengkap Nicola Kendrick Stewart itu hanya menganggukan kepalanya, lalu lanjut menikmati makan siangnya.
Sampai beberapa saat kemudian ada chat masuk, dan itu dari Gwen.
[Lo lagi di mana?]
Damian mendengus, namun juga was-was. Kemudian dengan cepat ia membalasnya.
"[Napa? Gue lagi nongkrong sama temen-temen gue, kangen bilang.]
Hanya beberapa detik, ketika pesan itu terkirim,
namun Gwen sudah membalasnya lagi.
'Busyet, cepet banget dia ngetiknya. Pakai jurus apaan tuh jarinya, 'batin Damian.
[Nggak usah GR, bohong sama istri sendiri itu dosa loh, Dam.]
"Apaan, kok dia tahu gue bohong. Parah nih, Beneran bisa baca pikiran orang apa?" Damian berkata lirih.
[Lo di mana?] Damian membalas chat dari Gwen. Bola matanya menjelajah ke semua sudut restoran.
Gwen menyeringai, lalu kembali membalas chat tersebut.
[Arah jam enam.]
Damian mengernyit. Namun kemudian ia
merotasikan arah pandangnya, dan mendelik saat melihat Gwen duduk di salah satu meja tak jauh darinya, bersama teman-temannya itu.
"Mampus gue," ujarnya.
"Kenapa, Dam?" Nicola Kendrick, atau Damian lebih suka memanggilnya Niken itu kembali bertanya, dan Damian langsung memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Parahnya lagi Damian sengaja mematikan sambungan paket data, agar Gwen tak bisa mengiriminya pesan.
Damian terus mengalihkan atensinya dari Gwen.
'Mampus gue, kok si cewek badak ada di sini, sih. Ntar malem gue mesti ngungsi nih ke rumah si Axton, Jason, atau Christ, 'batin Damian.
"Nggak apa-apa, Ken. Lo lanjut makan aja, ceritain lah gimana Swiss. Kok lo milih balik ke Indo?" tanyanya. Namun, ekor matanya masih mengamati Gwen yang kini
berbincang dengan teman-temannya.
"Nggak bisa dibiarin si kampret, seenaknya aja selingkuh. Awas aja lo ntar sampai rumah gue bikin perkedel," gumam Gwen lirih.
"Lo kenapa, Gwen?" tanya Axel. Sepertinya Gwen seperti memendam sesuatu.
"Nggak apa-apa, Xel. Gue lagi kesel sama drama yang gue tonton semalem," bohongnya.
Axel tersenyum, lalu menepuk kepala Gwen lembut, dan hal itu tak luput dari penglihatan Jane. Gadis itu memilih mengacuhkannya. Mencoba membuang rasa sesak di hatinya dengan bergurau dengan Mika.
"Jangan tebar keuwuan di sini, yang jomblo tuh ngiri, Xel," goda Jun.
Axel menurunkan tangannya dari atas kepala Gwen, dan hal itu tak luput dari pandangan Damian dari mejanya.
"Wah si Axel emang ngajakin baku hantam ya," gumamnya.
Niken melihat Damian yang aneh, lalu mengenggam tangan pemuda itu.
"Dam, lo kenapa sih? Nggak nyaman di sini? Kita pindah resto aja gimana?"
Damian mengangguk, dia tidak tahan si Axel semakin merajalela ke istrinya. Ingin dia ke sana, dan menyeret Gwen untuk pulang. Namun, tidak mungkin dia melakukan hal itu. Ada Niken di sini, lagipula ia juga tak mau rahasianya terbongkar.
"Dam, mau pindah, nggak?" Niken bertanya sekali lagi.
Damian berpikir lagi, lalu kembali menggeleng.
"Nggak usah deh di sini aja," ujarnya. Dengan begitu ia bisa mengawasi si Axel meskipun hatinya cenat-cenut.
Ia kembali menikmati makannya, meski matanya terus curi-curi pandang ke arah Gwen yang bercanda dengan Axel. Damian tidak bisa dibeginikan, ia menyibukan diri bicara dengan Niken kembali.
"Lo kenapa malah ke Indo, nggak ikut Mami, Papi lo di Swiss aja."
Niken menggeleng, ia menaruh garpunya di atas piring, lalu menatap Damian.
"Ada kenangan gue yang tertinggal di sini." Niken tersenyum ke arah Damian.
Damian bukan orang bodoh yang tak mengerti apa maksud ucapan Niken. Apa akan terjadi CLBK, cinta lama belum kelar.
Tidak, Damian menyakinkan diri. "Lo udah punya istri, bisa mati dihajar gue kalau sampai macem-macemin tuh cewek badak," lirihnya. Mengundang kernyitan heran di dahi Niken.
"Lo ngomong Sesuatu?"
"Nggak, lo salah denger. Lo nggak mau balik lagi ke Swiss?"
Nicola Kendrick hanya memaparkan senyum, gadis berambut blonde berdarah Indo Swiss itu hanya mengaduk-aduk minumannya.
"Hati gue masih tertinggal di sini, Dam. Lo mau nggak kita balikan lagi kek dulu."
Mampus, sekarang Damian bingung terjebak di antara masa lalu, dan masa depan.
***
Jam 7 malam, Damian sudah kembali ke rumah setelah mengantar Niken ke apartemennya di daerah Jakarta timur. Gadis itu tinggal bersama Kakaknya di sini.
Damian memasuki rumahnya, rumah itu masih gelap, berarti Gwen belum pulang.
Ia lantas mencoba menghubungi ponsel sang istri, namun sialnya hanya wanita operator yang menjawab.
"Lah kok ponselnya malah nggak aktif, ke mana tuh cewek? Jangan-jangan dia pergi berdua lagi sama si cowok sok iyes itu. Nggak bisa dibiarin nih, mana tadi siang si Axel bersikap manis banget lagi sama si Gwen," monolognya. Dia jadi emosi sendiri.
Damian mondar-mandir di ruang tamu, sampai 15 menit berlalu, Gwen belum menunjukkan batang hidungnya.
"Awas aja kalau dia balik, gue nggak bisa diginiin," ujar Damian.
Damian sengaja menunggu Gwen di depan pintu, karena percuma mau menelpon teman-temannya atau menggerebek rumah Axel, Damian juga tak punya nomor ponsel mereka. Apalagi rumah Axel, Damian juga malas ke rumah musuhnya itu.
Sekitar sepuluh menit, suara pintu gerbang terbuka, Damian bisa melihat Gwen berjalan pelan ke arah pintu.
"Tuh dia orangnya."
Tanpa basa-basi, Damian langsung nyeret lengan Gwen, dan masuk ke dalam rumah. Damian bahkan menutup pintunya dengan kasar.
Brakk!
"Apaan sih lo!" seru Gwen.
"Lo dari mana aja, nggak tahu apa ini udah malem. Lo kok maen kelayapan aja nggak izin sama gue!" sentaknya.
Bahkan ia sudah memasang wajah paling mengerikan. Biasanya semua orang di sekolah langsung takut, bahkan ada yang kencing di celana kalau melihat Damian versi murka.
Gwen diam, niatnya dia itu ingin mandi terus interogasi si Damian masalah cewek tadi, tapi kenapa si Damian justru marah leboh dulu.
'Lah kok dia nggak ada takut-takutnya sama gue.' Damian berkata dalam hati.
"Lo kok malah cuekin gue sih, eh lo tuh udah punya suami. Jadi nggak usah gatel- gatel di luar sana. Terutama sama si Axel itu."
Gwen langsung mendelik padanya, Damian sempat berpikir, dalam hati dia berkata. 'Kok gue kek orang cemburu sih.'
"Lo pikir gue cewek apaan? Makannya kalau punya HP itu difungsiin yang bener, bukan cuma buat ngechat cewek. Buka tuh HP lo, gue udah izin 'kan sama lo. Gue maen sama temen-temen gue, tuh tadi sore gue chat lo lagi. Gue izin mampir ke rumah Ibu, meski gue kesel sama kelakuan lo, kampret."
"Hah."
"Nggak usah hah, heh, hoh deh lo. Maen marah aja, mana ngatain lagi. Lo tuh yang ngomongnya nongkrong sama temen-temen lo, apaan? Lo malah nongkrong sama cewek. Mau gue jadiin bakso tuh punya lo."
Damian menatap ngeri ke arah Gwen, wah dia salah nikahin orang nih kayaknya. Gwen lebih cocok menjadi istri seorang pemimpin mafia.
"Itu temen lama gue, baru dateng dari Swiss."
"Temen apa mantan, jujur aja sih sama gue. Kan kita nikah cuma karena terpaksa. Kalau lo cinta sama dia, balik aja. Gue udah bilang 'kan sama lo. Gue itu emang nggak cinta sama lo, tapi gue ogah dimadu. Gue paling anti diselingkuhin. Jadi dari pada lo terkekang, mending cerai aja deh. Lo kan bebas tuh bisa sama tuh cewek."
Damian diam seperti orang bodoh.
Cerai?
Kok Damian tidak rela, ya.
Ia beringsut menahan lengan Gwen yang hampir naik ke lantai 2.
"Apaan, jangan pegang-pegang gue"
"Jangan ngomong sembarangan dong lo. Cerai-cerai, lo mau kek artis. Baru nikah beberapa bulan langsung cerai, lo mau jadi berita viral. Mecahin rekor dengan pernikahan tercepat."
Gwen masa bodoh dengan ucapan Damian. Ia berjalan ke arah kamar, dan Damian kembali berlari mengikutinya. Sampai Gwen di depan pintu, gadis itu hampir masuk, namun lagi-lagi lenganya ditahan oleh sang suami.
"Heh cewek badak!" serunya.
"Apaan, lepas tangan lo."
"Nggak, gue mau jelasin siapa tuh cewek."
Gwen mendelik padanya. "Nggak usah dijelasin udah kelihatan dia mantan lo."
"Kok lo tahu."
Gwen berbalik, menyentak tangan Damian, dan ia sendiri lantas melipat kedua tangannya di depan dada.
"Padahal gue cuma nebak aja. Nah kan lo ngaku sendiri, emang dasarnya lo playboy cap ikan asin. Harusnya lo itu mikir Dam, mantan ya mantan. Ngapain masih jalan ama mantan. Kecuali lo jomblo, bebas. Nah ini, lo udah punya pasangan, udah punya istri, ngapain lo masih jalan sama mantan lo?" ujar Gwen, Nadanya terdengar ketus.
"Dia baru balik dari Swiss bulan lalu, dan sekarang sekolah di sini."
Gwen semakin mendelik ke arahnya. "Emang gue nanya?"
"Kan gue ngasih tau, siapa tahu lo pengen tau gitu."
Gwen mendengus malas. "Gue nggak pengen tau."
Lalu bola matanya kembali melotot ke arah sang suami.
"Kenapa lo natap gue kek gitu? Lo kek Intel yang lagi interogasi tersangka."
"Lo emang tersangka."
Damian mengernyit. "Tersangka apaan?"
"Perselingkuhan, udah gue mau mandi. Jangan ganggu gue."
"Gue juga belum mandi."
Gwen pura-pura tuli.
"Gwen."
"Apaan."
"Mandi bareng yok.'
Buag!
"Wadaw!" teriaknya.
Lututnya kini menjadi korban kekerasan oleh Gwen.
"Sakit, anjir."
"Bodo amat, berani gitu lagi. Gue buat muka lo babak belur".
"Ganas amat sih lo jadi cewek." Damian bergumam.
"Ganas aja lo masih selingkuh, apalagi gue diem. Terus cuma bisa nangis, mewek lihat suaminya selingkuh. Apaan, bukan gue banget. Kalau gue cinta gue pertahanin, tapi kalau yang gue pertahanin milih cewek lain, ya buat apa. Mending gue mundur. Bukan kalah, hanya mencari kehidupan yang lebih bisa buat gue bahagia."
Damian shock mendengar hal itu.
"Jadi, lo cinta sama gue."
"Kamu nanya?" Gwen diam sejenak. "Nggak, mimpi aja sono lo, udah sono ke kamar lo, gue mau mandi."
Sekali lagi, Gwen hampir masuk ke dalam kamarnya, namun mendengar ponsel milik Damian berbunyi, Gwen langsung berbalik.
Dia melongokkan kepalanya, melihat siapa nama yang berkedip-kedip di layar ponsel.
Niken.
Gwen langsung menyambarnya.
"Dam, besok kita jalan yuk," ujar Niken di seberang line telepon.
"Sorry ya, Mbak. Gue cuma mau bilang, dia udah punya istri. Jangan digangguin, istrinya galak kek turunan yakuza."
Gwen langsung mematikan sambungan teleponnya, lantas mengembalikan ponselnya pada Damian.
Damian melongo dibuatnya.
"Kok lo bilang gue punya istri, ntar kalau dia-"
"Dia nggak satu sekolah sama kita, jadi aman. Nggak bakal viral, udah gue mau mandi. Paling lo diuber minta penjelasan, kasihan kalau lo kasih harapan, ntar sakit hati tuh si Niken."
Brakk!
Gwen masuk, lalu menutup pintu kamar dengan cukup kencang.
"Busyet nih cewek, bener-bener cocok jadi istrinya mafia. Sial, kok gue yang tadi marah malah ngeri ya sama dia, preman apaan lo, Damian," gumamnya pada dirinya sendiri.
Damian hanya mampu menghela napas pelan. Siap-siap besok diinterogasi sama Nicola Kendrick, mantan terindahnya Damian.
...***Bersambung***...