Alisya, seorang gadis muda yang lulus dari SMA, memiliki impian untuk melanjutkan kuliah dan menjadi desainer. Namun, karena keterbatasan ekonomi keluarganya, ia harus bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah keluarga kaya. Di sana, ia bertemu dengan Xavier, anak majikannya yang tampan dan berkarisma. Xavier memiliki tunangan, namun ia jatuh cinta dengan Alisya karena kepribadian dan kebaikan hatinya.
Alisya berusaha menolak perasaan Xavier, namun Xavier tidak menyerah. Orang tua Xavier menyukai Alisya dan ingin agar Alisya menjadi menantu mereka. Namun, perbedaan status sosial dan reaksi orang tua Alisya menjadi tantangan bagi keduanya.
lalu bagaimana dengan tunangannya Xavier ?
apakah Alisya menerima Xavier setelah mengetahui ia mempunyai tunangan?
bagaimanakah kisah cinta mereka saksikan selanjutnya hanya disini.
setiap masukan serta kritik menjadi motivasi bagi author kedepannya.
Author ucapkan Terimakasih bagi yang suka sama ceritanya silahkan berikan like dan komen.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kania zaqila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31. Perjalanan Baru
Seminggu setelah pernikahan, Alisya dan Max memulai perjalanan honeymoon mereka di Bali, dengan Xia yang dititipkan pada Lisa. Mereka memilih villa tepi pantai yang tenang, jauh dari hiruk pikuk kota, ingin menikmati waktu berdua sebelum benar-benar menyesuaikan diri sebagai keluarga baru.
Saat mereka tiba di villa, matahari sudah mulai terbenam, mewarnai langit dengan gradasi oranye dan ungu. Alisya merasa ada rasa bingung yang campur dengan kegemasan, seperti seorang anak yang pertama kali pergi berlibur. Max, dengan senyum yang menenangkan, memegang tangannya.
"Kamu siap?" tanya Max, matanya berbinar.
Alisya tersenyum, mencoba melepaskan sedikit kekhawatiran. "Aku siap."
Mereka berjalan ke pantai, pasir lembut di bawah kaki, ombak yang berdebur perlahan. Max berhenti di depan sebuah gazebo kecil, dihiasi lilin dan bunga.
"Aku punya kejutan," kata Max, suaranya rendah.
Alisya merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Max mengeluarkan kotak kecil dari sakunya, membuka untuk menunjukkan kalung dengan liontin berbentuk burung kecil.
"Untuk simbol kebebasan kita, Alisya. Kebebasan untuk mencintai, untuk bermimpi, untuk menjalani."
Alisya merasa air matanya naik, bukan karena kesedihan, tapi karena rasa terharu yang tiba-tiba. "Max, ini indah."
Max memasang kalung itu di leher Alisya, lalu menariknya ke pelukan. "Aku janji, aku akan selalu ada untuk kamu dan Xia. Kita akan buat perjalanan ini, bersama."
Mereka berdansa di bawah bintang, ombak sebagai musik, angin sepoi-sepoi membawa aroma laut. Alisya merasa ada kehangatan yang baru, sesuatu yang berbeda dari rasa yang pernah dia rasakan dengan Xavier, tapi tidak kurang intens.
Tiba-tiba, ponsel Alisya berdering. Lisa. Alisya menjawab, suaranya sedikit waspada.
"Alisya, ada sesuatu," kata Lisa, suaranya serius.
Alisya merasa jantungnya berdetak lebih kencang. "Apa itu? Xia baik-baik saja?"
"Xia baik, tapi... Rachel, dia minta untuk bertemu dengan kamu. Dia bilang penting."
Alisya merasa seolah dihantam gelombang. Rachel, yang selama ini dirawat di rumah sakit, masih membayangi kenangan pahitnya. Max merengut, merasakan perubahan pada Alisya.
"Apa yang terjadi?" tanya Max, suaranya lembut.
Alisya menarik napas dalam-dalam. "Rachel ingin bertemu. Aku tidak tahu harus bagaimana."
Max memegang tangan Alisya. "Kamu tidak harus pergi sendirian. Aku akan ikut."
Alisya memandang Max, rasa terima kasih yang besar. "Terima kasih, Max."
Mereka memutuskan untuk kembali ke Jakarta keesokan harinya, meninggalkan honeymoon yang baru dimulai. Saat mereka tiba di rumah sakit, Rachel sudah menunggu di ruang tamu yang tenang, ditemani seorang psikolog.
Rachel terlihat lebih pucat, tapi matanya lebih tenang. Saat Alisya masuk, Rachel mencoba tersenyum.
"Alisya... aku tidak tahu harus bilang apa. Aku minta maaf lagi, untuk semua yang aku lakukan."
Alisya duduk di seberangnya, Max di sebelahnya. "Apa yang kamu ingin, Rachel?"
Rachel menarik napas dalam-dalam. "Aku ingin membantu yayasan yang kamu buat dengan Xavier. Untuk anak-anak yang kehilangan orang tua, seperti Xia. Aku ingin menebus kesalahan."
Alisya merasa rasa bingung, tapi juga rasa haru. "Rachel, kamu tidak perlu—"
"Tolong," potong Rachel, suaranya bergetar. "Aku ingin melakukan ini. Untuk Xavier, untuk kamu, untuk Xia."
Max memegang tangan Alisya, memberikan dukungan. Alisya memandang Rachel, lalu mengangguk.
"Baik, Rachel. Kita akan buat ini berhasil. Bersama."
Rachel menangis, rasa penyesalan yang lama mulai terlepas. Alisya merasa ada kelegaan, seperti sebuah beban yang mulai diangkat. Mereka berbicara lebih lanjut, merencanakan langkah-langkah untuk yayasan itu, dan untuk pertama kalinya, Alisya merasa ada akhir yang damai untuk perjalanan yang pahit.
Saat mereka meninggalkan rumah sakit, matahari sudah terbenam lagi. Alisya memandang Max, tersenyum lembut.
"Perjalanan baru, ya?" kata Alisya.
Max tersenyum, memelangi wajah Alisya. "Dengan kamu, selalu."
Mereka berjalan beriringan, Xia yang dititipkan pada Lisa sudah ditunggu di rumah. Alisya tahu, ada luka yang tidak akan pernah sepenuhnya hilang, tapi dengan Max, dengan Xia, dia belajar untuk terus melangkah. Menuju cahaya, menuju cinta yang berhasil.
Setelah pertemuan dengan Rachel, Alisya merasa ada sesuatu yang bergeser di dalam dirinya. Dia tidak lagi melihat Rachel sebagai musuh, tapi sebagai seseorang yang juga terluka, yang membutuhkan pengampunan. Max, yang selalu ada di sampingnya, menyarankan mereka menghabiskan waktu bersama Xia, seolah untuk mengingatkan diri bahwa kebahagiaan itu nyata.
Mereka memutuskan untuk mengadakan acara kecil di rumah, mengundang Lisa, beberapa teman dekat, dan juga anak-anak dari yayasan yang mereka dirikan bersama. Alisya ingin merayakan awal baru, dan juga ingin Xia merasakan kebahagiaan bersama orang-orang yang peduli.
Hari itu, rumah Alisya dipenuhi tawa anak-anak, aroma makanan yang lezat, dan dekorasi sederhana tapi hangat. Alisya sibuk mengurus Xia, yang mulai merangkak dan penasaran dengan semua yang ada di sekitarnya. Max membantu di dapur, memasak makanan favorit Alisya, sambil sesekali menggodanya dengan senyum.
Tiba-tiba, bel rumah berbunyi. Lisa, yang membuka pintu, tersenyum lebar. "Alisya, ada tamu spesial!"
Alisya keluar dari dapur, penasaran, dan melihat Rachel berdiri di pintu, membawa sebuah kotak besar. Alisya merasa napasnya terhenti sejenak, tapi Rachel langsung mendekat dengan senyum lembut.
"Aku bawa sesuatu untuk Xia," kata Rachel, suaranya bergetar. "Sebuah boneka, dari aku."
Alisya memandang Xia, yang mulai tertarik dengan kotak itu. Rachel membuka kotak, mengeluarkan boneka lembut berwarna putih, dengan mata besar yang manis.
"Untuk Xia, semoga dia tumbuh kuat dan bahagia," kata Rachel, menyodorkan boneka itu.
Alisya merasa ada gelombang emosi yang campur aduk—sedih, haru, dan sedikit lega. Dia mengambil boneka itu, lalu memandang Rachel.
"Terima kasih, Rachel," kata Alisya, suaranya lembut. "Aku ingin kamu ikut bergabung, makan bersama kami."
Rachel mengangguk, air matanya mulai menetes. Saat mereka semua duduk bersama, anak-anak dari yayasan bermain dengan Xia, Rachel membantu menyajikan makanan. Ada keheningan yang nyaman, bukan lagi ketegangan.
Saat matahari mulai terbenam, Max mengambil gitar dan mulai memainkan lagu lembut. Alisya, dengan Xia di pelukan, merasa hatinya penuh. Rachel, yang duduk di sebelahnya, mendengarkan dengan mata tertutup, seolah melepaskan beban lama.
"Alisya," bisik Rachel, saat musik berhenti. "Aku benar-benar sorry. Aku ingin memulai lagi, sebagai teman."
Alisya memandang Rachel, lalu tersenyum lembut. "Aku juga ingin itu, Rachel. Untuk kita semua."
Mereka semua bertepuk tangan, anak-anak berlari, dan Xia tertawa, seolah merayakan awal yang baru. Max mendekati Alisya, memelangi pinggangnya.
"Kita berhasil, sayang," bisik Max.
Alisya menoleh, tersenyum. "Kita semua berhasil."
Malam itu, setelah tamu-tamu pulang, Alisya, Max, dan Xia duduk di teras, menatap bintang-bintang. Rachel sudah pergi, tapi meninggalkan kesan yang berbeda.
"Aku merasa... lega," kata Alisya, suaranya pelahan.
Max memelangi tangan Alisya. "Kamu berhak merasa itu, Alisya. Kamu kuat."
Xia, yang tidur di gandengan Alisya, menggulung tangannya, seolah ikut setuju. Alisya tersenyum, memandang Max.
"Kita lanjutkan perjalanan ini, ya? Dengan Xia, dengan teman-teman baru."
Max tersenyum, mendekatkan wajahnya. "Aku janji, kita akan buat banyak kenangan indah."
Ciuman lembut mereka disambut angin malam, bintang-bintang di atas, dan Xia yang tidur nyenyak di antara mereka. Perjalanan baru dimulai, dengan cinta, pengampunan, dan harapan.
boleh mampir juga baca novel baru akuuu yaa🤭😄