NovelToon NovelToon
Chaotic Enigma : Leveling Reincarnation

Chaotic Enigma : Leveling Reincarnation

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Reinkarnasi / Iblis / Epik Petualangan / Perperangan / Solo Leveling
Popularitas:179
Nilai: 5
Nama Author: Adam Erlangga

Di dunia lama, ia hanyalah pemuda biasa, terlalu lemah untuk melawan takdir, terlalu rapuh untuk bertahan. Namun kematian tidak mengakhiri segalanya.

Ia terbangun di dunia asing yang dipenuhi aroma darah dan jeritan ketakutan. Langitnya diselimuti awan kelabu, tanahnya penuh jejak perburuan. Di sini, manusia bukanlah pemburu, melainkan mangsa.

Di tengah keputusasaan itu, sebuah suara bergema di kepalanya:
—Sistem telah terhubung. Proses Leveling dimulai.

Dengan kekuatan misterius yang mengalir di setiap napasnya, ia mulai menapaki jalan yang hanya memiliki dua ujung, menjadi pahlawan yang membawa harapan, atau monster yang lebih mengerikan dari iblis itu sendiri.

Namun setiap langkahnya membawanya pada rahasia yang terkubur, rahasia tentang dunia ini, rahasia tentang dirinya, dan rahasia tentang mengapa ia yang terpilih.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adam Erlangga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 31

Terlihat Rudy, Marco, dan Rin sedang duduk menikmati makan siang di balkon kafe kapal terbang itu. Angin lembut menerpa, membuat suasana terasa nyaman.

"Apa kalian baru saja keluar kamar?" tanya Emma sambil menghampiri mereka.

"Ah, kami baru saja keluar kamar. Dari mana kalian?" balas Rudy penasaran.

"Kami juga mau makan di sini, sangat kebetulan sekali," jawab Emma dengan senyum ramah.

"Ah, baiklah. Kita pesan makanannya," kata Marco. Ia lalu melambaikan tangan.

"Pelayan!" teriaknya.

Seorang pelayan segera datang dan membungkuk sopan. "Baik, Tuan, apa ada yang bisa dibantu?"

"Kami pesan makanan yang paling enak di tempat ini," kata Marco mantap.

"Baik, Tuan. Silakan ditunggu," jawab pelayan itu sebelum pergi.

Tak lama kemudian, hidangan lezat tersaji di meja. Aroma makanan menggoda selera, dan mereka berlima pun makan bersama dengan penuh kehangatan.

"Emma, berapa lama kita terbang ke ibu kota?" tanya Rudy sambil menyendok makanannya.

"Kurang lebih selama tiga hari sudah sampai," jawab Emma tenang.

"Lama juga ternyata. Aku kira sehari sudah cukup," sahut Rudy sambil menghela napas.

"Kecepatan kapal ini berbeda dengan pesawat. Jadi kau harus bersabar," kata Emma.

"Apa itu pesawat, Emma?" tanya Marco dengan dahi mengernyit.

"Alat transportasi seperti kapal ini, hanya saja kecepatannya berbeda," jawab Emma singkat.

"Hoo, ternyata ada yang seperti itu juga ya." sahut Marco dengan nada penasaran.

"Tapi fasilitas di sini sangat lengkap, seperti kapal pesiar. Jadi berapa lama pun perjalanan akan tetap aman," tambah Rudy sambil tersenyum.

"Apa kau menikmatinya?" tanya Emma balik.

"Di sini sangat nyaman sekali," jawab Rudy tulus.

"Aku juga merasa nyaman, Kak. Tidak terasa sudah tidur seharian," kata Rin riang.

"Haha, makanlah yang banyak, Rin," kata Rudy sambil menepuk pundak adiknya.

....

Waktu pun berjalan cepat. Tiga hari berlalu, dan akhirnya kapal ikan terbang itu tiba di langit ibu kota.

"Lihatlah, Marco! Tempat ini lebih luas lagi," kata Rudy kagum sambil menatap ke bawah.

"Ah, kau benar, Rudy. Tidak kusangka ibu kota ternyata sebesar ini," sahut Marco dengan mata berbinar.

"Kita keluar kamar sekarang. Emma pasti sedang menunggu kita," kata Rudy.

"Baiklah, kita berangkat, Rin," ujar Marco.

"Baik Kak," jawab Rin sambil bangkit dari kasurnya.

"Kau akan mendapatkan kasur yang empuk di asrama akademi nanti," kata Rudy menenangkan.

"Ehm, tapi kasur ini juga benar-benar sangat nyaman," sahut Rin sambil tersenyum.

"Oh iya, Rin. Ambillah ini," kata Rudy sambil menyerahkan sebuah cincin berkilau.

"Eh, apa ini Kak?" tanya Rin heran.

"Ini adalah cincin penyimpanan. Kau bisa menyimpan apapun di dalamnya. Aku juga memasukkan uang jajan untukmu," jelas Rudy.

"Hoo, keren sekali," sahut Rin bersemangat.

"Berapa yang kau berikan pada Rin?" tanya Marco penasaran.

"Mungkin sekitar dua miliar. Aku tidak tahu kebutuhannya nanti, jadi itu hanya untuk berjaga-jaga," jawab Rudy santai.

"Kau benar-benar memanjakannya, Rudy. Bahkan harga makanan untuk lima orang di kapal ini hanya empat koin emas untuk sekali makan." kata Marco menggelengkan kepala.

"Apa itu terlalu banyak?" tanya Rudy.

"Aku malah ingin menambahkannya juga," sahut Marco.

"Kau justru menambahkannya? Padahal tadi kau bilang terlalu banyak," kata Rudy.

"Ini hanya untuk berjaga-jaga. Aku berikan satu miliar untuknya," kata Marco tegas.

"Apa uang ini sangat banyak sekali Kak?" tanya Rin polos.

"Itu sangat banyak. Bahkan kau bisa membangun kerajaan dengan uang ini," jawab Marco serius.

"Eh? Apa itu benar?" tanya Rin dengan mata terbelalak.

"Tentu saja. Tapi kau tidak boleh boros, Rin. Gunakan uang itu untuk kebutuhanmu. Kau sendiri sudah punya banyak uang," jelas Marco.

"Ehm, baiklah Kak. Terima kasih banyak," kata Rin penuh rasa syukur.

"Baiklah, gunakan uang itu dengan bijak, Rin. Mungkin kita akan berpisah di akademi nanti, jadi aku memberikannya padamu untuk berjaga-jaga," kata Rudy sambil menatap adiknya lembut.

"Lalu, simpanlah belati ini di dalam cincin. Aku juga sudah menyiapkan set perlengkapan yang lebih bagus. Gunakan itu saat bertarung melawan hewan iblis," kata Marco sambil menyerahkan senjata.

"Terima kasih banyak, Kak. Aku tidak akan melupakan kalian semua," sahut Rin haru.

"Baiklah Rin. Kita berangkat sekarang. Mungkin nanti kau akan punya banyak teman," kata Rudy sambil berjalan keluar kamar.

"Aku juga akan datang berkunjung ke asramamu kalau kita memang berpisah di sana," tambah Marco.

"Ah, sebenarnya aku merasa lebih aman dan nyaman kalau bersama Kak Marco," kata Rin jujur.

"Hahaha, kita masih belum tahu Rin. Jangan kecilkan hatimu. Kau harus berani menghadapi para bangsawan di sana," kata Marco menyemangati.

"Ehm, aku akan mencobanya," sahut Rin dengan suara lirih.

 

Tak lama kemudian, Rudy dan yang lainnya bertemu dengan Emma di pintu keluar.

"Emma!" teriak Rudy.

"Rudy? Kita melapor dulu di sana," kata Emma sambil menunjuk meja resepsionis.

"Ah, baiklah," sahut Rudy.

Mereka pun melakukan proses check-out dan mengambil peta ibu kota. Tak lama, kapal mendarat dengan selamat.

"Akhirnya kita sampai di ibu kota, Emma," kata Rudy sambil tersenyum lega.

"Kau sudah menginginkannya sejak umur lima tahun bukan.? Apa sekarang kau senang?" tanya Emma dengan senyum hangat.

"Ah, aku sangat senang. Terima kasih sudah membantuku sampai sejauh ini," jawab Rudy sambil mengusap kepala Emma dengan lembut.

"Baiklah, kita turun sekarang," kata Emma riang.

....

Begitu keluar dari kapal, mereka langsung disambut oleh salah satu inspektur akademi.

"Lihat, kita semua dijemput, Rudy," kata Emma gembira.

"Ah, jadi kita langsung berangkat ke akademi?" tanya Rudy.

"Aku sendiri ingin tahu," kata Emma sambil menghampiri inspektur tersebut.

Namun tiba-tiba, Kevin dan kawanannya muncul menghampiri mereka.

"Hoo, apa seorang penghibur juga dijemput di sini?" ejek Kenny.

"Hem, itu kendaraan para bangsawan. Apa kau yakin akan menaikinya, cantik?" kata Kevin sambil menatap Emma.

"Siapa mereka?" tanya Rudy dengan nada dingin.

"Mereka yang mencoba menggoda kami tempo lalu," jawab Lilia.

"Para bangsawan itu membuat darahku mendidih," sahut Marco geram.

"Hmm," saut Rudy sambil mengawasi mereka.

"Apa ada yang salah jika kami menaiki kendaraan ini?" sahut Emma lantang kepada Kevin.

"Tentu saja itu salah. Kau tidak memiliki status sosial," kata Kevin sambil berjalan melewatinya.

"Lebih baik kalian jalan kaki saja," sindir Julius dengan tatapan merendahkan.

Namun sebelum ketegangan berlanjut, sang inspektur bersuara lantang.

"Berhentilah mengoceh! Kendaraan ini sudah dibagi berdasarkan nomor pendaftaran. Kendaraan ini untuk nomor 356–360. Siapa yang memiliki nomor ini?" tanya inspektur bernama Bima.

"Ah, ini Pak Inspektur. Kami yang punya nomor itu," jawab Emma cepat.

"Baiklah, kalian masuk. Kita akan langsung berangkat ke akademi," sahut Bima inspektur Akademi sambil mengambil nomor pendaftaran dari tangan Emma.

"Kita masuk sekarang," kata Emma.

"Oke," sahut Rudy.

Mereka pun naik ke dalam kendaraan khusus yang sudah disiapkan Akademi Rousen. Ada ratusan kendaraan serupa yang menjemput murid-murid baru dari berbagai kota.

....

Di perjalanan, kendaraan mereka melintasi hutan liar di luar benteng ibu kota. Dari jendela, terlihat puluhan kendaraan lain berbaris panjang di jalur itu.

"Mereka membuat jalur yang cukup berbahaya," kata Rudy sambil menatap keluar.

"Ini sudah dilakukan ratusan tahun, Nak," jawab Bima tenang.

"Ah, apa setiap murid baru akan dijemput seperti ini?" tanya Rudy lagi.

"Itu benar. Setiap inspektur seperti aku setidaknya membawa 20 kendaraan. Dan kebetulan, aku sendiri ikut bersama kalian," jelas Bima.

"Apa Pak Inspektur tidak takut jika ada hewan iblis menyerang?" tanya Rudy ragu.

"Mereka tidak akan menyerang. Tenang saja," jawab Bima mantap.

"Kendaraan ini dilengkapi kristal penyerap energi. Jadi area sekitar kendaraan bebas dari energi alam," sahut Emma menambahkan.

"Hoo, kau cukup pintar juga," puji Bima sambil mengangguk.

"Berapa lama perjalanannya, Pak Inspektur?" tanya Rudy lagi.

"Tak jauh, kita hanya perlu mendaki gunung di depan sana," jawab Bima sambil melirik ke arah jendela.

Gunung Cison, tempat para leluhur dahulu melatih sihir, kini berdiri megah sebagai pusat pendidikan sihir terbesar di benua: Akademi Rousen.

"Menarik sekali," kata Rudy sambil tersenyum penuh semangat.

....

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!