NovelToon NovelToon
The War Duke'S Prison Flower

The War Duke'S Prison Flower

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Dark Romance
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Luo Aige

Putri Rosella Lysandrel Aetherielle, anak bungsu Kerajaan Vermont, diserahkan sebagai tawanan perang demi menyelamatkan tahta dan harga diri keluarganya.

Namun yang ia terima bukan kehormatan, melainkan siksaan—baik dari musuh, maupun dari darah dagingnya sendiri.

Di bawah bayang-bayang sang Duke penakluk, Rosella hidup bukan sebagai tawanan… melainkan sebagai alat pelampiasan kemenangan.

Dan ketika pengkhianatan terakhir merenggut nyawanya, Rosella mengira segalanya telah usai.

Tapi takdir memberinya satu kesempatan lagi.

Ia terbangun di hari pertama penawanannya—dengan luka yang sama, ingatan penuh darah, dan tekad yang membara:

“Jika aku harus mati lagi,
maka kau lebih dulu, Tuan Duke.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Luo Aige, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mawar di balik duri

Langkah-langkah mereka terdengar jelas di jalan setapak berbatu. Taman siang itu tidak ramai, hanya ada beberapa pelayan yang menjaga jarak di belakang, menunduk dan berbisik pelan satu sama lain. Angin siang membawa aroma mawar yang tajam, bercampur dengan udara lembap dari tanah yang masih basah. Cahaya terang menyorot tanpa teduh, membuat warna merah dan putih bunga tampak menyala di bawah sinar siang.

Evelyn berjalan setengah langkah di samping Orion, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Ia bisa merasakan tatapan para pelayan di belakang mereka, tajam sekaligus penuh penasaran. Rasanya aneh—diistimewakan dengan berjalan di sisi seorang Duke yang jarang sekali meluangkan waktu, apalagi untuk hal yang tampak remeh seperti ini.

Namun di sisi lain, lelaki itu berjalan tanpa ekspresi. Mantel hitamnya bergoyang ringan tertiup angin, tatapannya lurus ke depan, seakan bunga-bunga mawar yang mekar di sekelilingnya hanyalah hiasan kosong yang tidak layak dilihat.

Evelyn menggenggam ujung gaunnya sebentar, lalu melepaskannya. Ia tahu ia harus mencoba. “Bunganya cantik,” ucapnya pelan, suaranya sedikit bergetar. “Aku kira Dreadholt hanya dingin dan keras … ternyata ada sisi seperti ini juga.”

Orion tidak langsung menjawab. Hanya derap langkahnya yang terdengar. Beberapa saat kemudian ia berucap datar, tanpa menoleh, “Bunga hanya mekar sebentar. Setelah itu mati. Tak ada bedanya dengan yang lain.”

Evelyn menoleh, bibirnya membentuk senyum tipis. “Mungkin justru karena sebentar itu indahnya terasa. Kalau selamanya, orang tidak akan peduli.”

Mereka berhenti di depan semak mawar merah yang sedang segar-segarnya. Evelyn sempat menghirup dalam-dalam wangi bunganya, sementara Orion hanya menyentuh satu kelopak dengan ujung jarinya lalu menarik tangan, seakan takut tertinggal duri.

“Aku tidak menanamnya,” ucapnya singkat.

“Aku tahu,” jawab Evelyn cepat, senyumnya tetap terjaga. “Tapi kau membiarkannya tumbuh. Itu pun sudah berarti sesuatu.”

Untuk pertama kalinya, Orion menoleh padanya. Mata abu-abunya yang dingin menelusuri wajah Evelyn sejenak, seakan menimbang apakah kata-katanya sungguh-sungguh. “Kau terlalu suka mencari makna.”

Evelyn terkekeh kecil, suaranya nyaris tak terdengar. “Mungkin. Kalau tidak, dunia akan terasa terlalu hampa.”

Mereka kembali berjalan, pelayan-pelayan yang mengawasi hanya menunduk lebih dalam, pura-pura sibuk mengatur jarak. Suara bisikan sempat terdengar, tapi segera mereda ketika Orion menoleh sekilas ke arah mereka.

Evelyn memberanikan diri lagi. “Apakah selalu begini caramu bersikap? Membuat orang di sebelahmu merasa berbicara dengan dinding?”

Orion tidak langsung menanggapi, hanya menatap jalan setapak di depannya. Lalu ia berkata datar, “Aku tidak terbiasa berjalan dengan siapa pun. Jadi jangan salah kira, ini bukan karena kau.”

Evelyn menahan senyum yang hampir lepas. Kata-kata itu dingin, tapi baginya ada sesuatu di dalamnya—kejujuran yang jarang diberi orang seperti dia. “Kalau begitu aku akan menganggap ini kebetulan yang layak kuingat.”

Orion hanya menarik napas, matanya kembali ke depan. Diam.

~oo0oo~

Mereka berjalan semakin jauh ke dalam taman, melewati jalur batu yang diapit oleh semak mawar berwarna merah tua dan putih pucat. Angin siang bertiup lembut, membuat kelopak-kelopak yang mulai layu berjatuhan ke tanah. Untuk sejenak, percakapan mereka berhenti, hanya bunyi langkah kaki yang terdengar, menyatu dengan desiran dedaunan. Evelyn membiarkan dirinya larut dalam pemandangan, seolah ingin menikmati momen langka ini.

Namun langkah Orion tiba-tiba melambat. Matanya, yang sejak tadi acuh pada bunga, terhenti pada sosok di kejauhan. Di sisi taman, Rosella sedang jongkok dengan gunting kecil di tangannya, memotong ranting-ranting kering yang menonjol dari semak mawar. Gerakannya sederhana, namun ada sesuatu yang kontras:l, gaun lusuh yang ia kenakan tampak asing di tengah keindahan taman, tapi justru itulah yang menarik mata.

Evelyn menoleh, mengikuti arah pandang lelaki di sisinya. Dan saat itu pula ia melihat sesuatu yang nyaris tak pernah muncul di wajah Duke Orion—sebuah senyum miring, tipis, cepat, tapi nyata. Senyum yang bukan ditujukan pada bunga, melainkan pada gadis sederhana yang bahkan tidak sadar sedang diperhatikan.

Evelyn menahan napas sejenak, tubuhnya kaku. Ia ingin bertanya, ingin tahu apa yang ada di balik senyum itu, tapi lidahnya kelu. Hanya matanya yang menatap Orion, mencari tanda-tanda, apakah ia sadar Evelyn melihat perubahan ekspresinya.

Namun Duke itu tidak memberi penjelasan apa pun. Seolah tak ada yang terjadi, ia mengalihkan pandangan, kembali menatap jalan setapak, lalu melangkah pergi begitu saja tanpa menoleh ke Evelyn. Mantelnya bergoyang pelan, langkahnya mantap, meninggalkan udara berat di belakangnya.

Evelyn terdiam di tempat. Senyumnya hilang, berganti dengan raut wajah yang sulit ditebak—bukan cemburu terang-terangan, bukan pula acuh. Hanya tatapan yang dalam, menyimpan pertanyaan yang ia simpan rapat-rapat. Entah apa yang ia pikirkan tentang Rosella, namun jelas, sesuatu dalam dirinya terguncang.

Sementara di kejauhan, Rosella tetap sibuk dengan ranting-ranting kering di tangannya, sama sekali tak menyadari bahwa sebentar tadi, ia telah menjadi pusat perhatian dua pasang mata.

.

Di dalam kamar tamu yang mewah, aroma bunga kering bercampur dengan wangi kayu manis tipis dari dupa yang dibakar pelan. Lady Evelyn duduk tenang di atas sofa empuk berlapis beludru hijau tua. Gaun sutra lembutnya jatuh mengikuti lekuk tubuh dengan sempurna, sementara jari-jarinya yang ramping memainkan pinggiran cangkir teh yang belum disentuh.

Di sisi kanan dan kirinya, berdiri dua pelayan setia—Joanna dan Carlotte—yang selalu mendampingi ke mana pun ia pergi. Keduanya menunduk sopan, sesekali menatap tuan mereka yang tampak murung namun tetap menyimpan aura anggun.

Dengan nada bicara pelan, Evelyn memecah keheningan. Suaranya terdengar lembut, namun menusuk seperti duri yang disembunyikan di balik kelopak bunga.

“Bagaimana menurut kalian … penampilanku hari ini?” tanyanya tanpa menoleh, pandangannya tetap lurus pada permukaan teh yang beriak halus.

Joanna segera menimpali, suaranya penuh kekaguman.

“Lady Evelyn selalu memukau, bahkan bunga mawar di taman pun tak mampu menandingi keanggunan Anda.”

Carlotte mengangguk, menambahkan dengan nada halus.

“Siapa pun yang melihat pasti akan terpesona. Tak ada yang bisa menyaingi kecantikan Anda, Nyonya.”

Namun senyum Evelyn hanya sekilas, tipis dan hambar. Ia kembali berbicara, kali ini nadanya sedikit menajam.

“Lalu … apakah selera Duke Orion serendah itu, sampai ia harus mengotori pandangannya terhadap seorang pelayan?”

Pertanyaan itu membuat keduanya saling melirik singkat, seolah mencari keberanian untuk menjawab. Akhirnya Carlotte yang memberanikan diri, bicara dengan suara rendah tapi sarat dengan bisikan hasutan.

“Mungkin, Tuan Duke hanya tertarik pada hal-hal baru. Tapi itu hanya sesaat, Lady. Tidak ada yang sebanding dengan Anda.”

Evelyn mengangkat alis, matanya berkilat tipis. Ia meletakkan cangkir teh ke meja dengan gerakan terukur, lalu melipat tangannya di pangkuan.

“Siapa nama gadis itu?” tanyanya datar.

Joanna segera menjawab, “Dia pelayan baru di Dreadholt, Lady. Tidak banyak yang tahu tentangnya. Katanya gadis itu dibawa dari luar, bukan siapa-siapa.”

Evelyn tersenyum miring. Tatapannya dingin, seperti permukaan kaca yang berkilau namun rapuh bila disentuh.

“Begitu rupanya .…” Ia berucap perlahan, seolah menyimpan sesuatu di balik kata-katanya.

Kemudian, dengan suara yang lebih dalam, ia menambahkan,

“Bawa dia ke hadapanku.”

Kalimat itu meluncur tenang, namun cukup untuk membuat udara di kamar terasa lebih berat. Joanna dan Carlotte menunduk dalam-dalam, menyembunyikan tatapan mereka yang penuh tanda tanya, sementara Evelyn bersandar sedikit ke sofa—tersenyum samar, seperti seseorang yang tengah menyiapkan langkah berikutnya.

.

.

.

Bersambung ....

1
ronarona rahma
/Good/
yumin kwan
jgn digantung ya Kak.... pliz.... sampai selesai di sini.
Xuě Lì: Do'akan agar saya tidak malas wkwkw:v
total 1 replies
Tsuyuri
Nggak sabar nih, author update cepat yaa!
Xuě Lì: Otw🥰
udah selesai nulis hehe🤭
total 1 replies
Marii Buratei
Gila, endingnya bikin terharu.
Xuě Lì: Aaa! makasih🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!