Mungkin berat bagi wanita lain menjalankan peran yang tidak ia inginkan. Tetapi tidak dengan Arumi yang berusaha menerima segala sesuatunya dengan keikhlasan. Awalnya seperti itu sebelum badai menerjang rumah tangga yang coba ia jalani dengan mencurahkan ketulusan di dalamnya. Namun setelah ujian dan cobaan datang bertubi-tubi, Arumi pun sampai pada batasnya untuk menyerah.
Sayangnya tidak mudah baginya untuk mencoba melupakan dan menjalani lagi kehidupan dengan hati yang mulai terisi oleh seseorang. Perdebatan dan permusuhan pun tak dapat di hindari dan pada akhirnya memaksa seseorang untuk memilih diantara mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28. Kabar Dari Hasan
Bab 28. Kabar Dari Hasan
POV Dimas
Tubuhku serasa patah seribu harus bolak balik dan terbang kesana kemari untuk memperluas bisnis milik Papa. Papa benar-benar merealisasikan rencananya untuk menyerahkan semua urusan bisnisnya padaku.
Aku berencana menyelesaikan semua ini secepatnya. Dalam sebulan aku ingin semua sudah selesai agar aku bisa bersantai dan memenuhi janjiku.
Ya, aku berjanji untuk memulai hubungan baru dengan Arumi yang telah menjadi istri ku. Awalnya aku memang tidak suka padanya, bahkan aku membencinya karena dia adalah sepupu orang yang telah kabur meninggalkanku. Menikah dengannya pun karena terpaksa untuk menjaga nama baikku juga keluarga. Di tambah lagi aku baru mengetahui statusnya yang pernah menjadi janda setelah menikah dengannya.
Namun semakin hari aku mengenalnya, perasaan benci ku perlahan memudar, meski aku tetap tidak suka padanya. Dan entah sejak kapan dan bagaimana, hati ini mulai tidak mempermasalahkan dirinya. Lalu sejak ku tahu dari pengungkapannya kala itu, aku merasa ada kelegaan di hati ini, ternyata dia belum pernah di sentuh walaupun sudah pernah menikah.
Aneh kenapa aku harus lega? Kemana rasa benci dan rasa tidak suka ku padanya? Dan kenapa dia terlihat imut saat krim belepotan di bibirnya?
Bibirnya berwarna cerry, meski dia tidak memakai riasan tebal. Baru kusadari setelah memandangnya cukup lama, dia cantik alami.
Ah, sudah gila aku rupanya. Apa ini efek di tinggal kekasih yang kabur?
Mengingat kenangan itu, aku jadi ingin cepat bertemu dengannya dan mengajaknya untuk jalan-jalan lagi. Tidak seperti Renata, dia tidak pernah meminta apa-apa. Karena itu aku justru malah ingin memberinya.
Setelah acara ulang tahun Mama, aku sangat sibuk. Tapi untungnya dia bukan tipe wanita yang merepotkan. Bahkan tidak berani bertanya, langsung padaku.
Ck! Tapi kenapa juga dia harus mengirim pesan pada Arif?!
"Apa jadwal ku Rif? Apa sudah bisa balik ke Bandung?"
"Belum, Pak. Selesai disini, kita akan terbang ke Jambi."
"Hmm."
Aku memijit pakal hidungku. Aku sudah mencoba memadatkan jadwal dan meringkas waktu dengan kerja membabi buta. Jadwal yang harusnya 2 hari di Surabaya bisa selesai hanya dalam sehari. Tapi ternyata masih ada kota lain yang harus aku datangi lagi.
"Mmm... maaf Pak, ada kabar dari Pak Hasan."
Aku mengangkat wajah ku menatap Arif yang melihat ke arahku sambil memegang handphonenya yang menyala.
"Apa?"
Kurasa itu kabar dari rumah karena Pak Hasan memang ku tugaskan memantau keadaan rumah.
"Katanya...Ibu Arumi sakit, dan...menangis."
"Apa?! Kenapa?!"
Tidak. Seharusnya aku tidak bertanya dulu alasannya.
"Suruh Pak Hasan bawa Arumi ke rumah sakit segera. Aku akan meminta Ibu melihatnya, sebelum aku tiba di sana. Cepat, cari penerangan ke Bandung! Urusan Jambi bisa kita selesaikan besok." Titah ku.
"Baik Pak."
Ada apa ini? Tidak pernah mengirimi ku pesan tapi aku mendapat kabar dia sakit sampai menangis. Padahal dulu setiap hari dia mengirim pesan padaku. Yah, walau pun hanya menanyakan apakah dia bisa mengambil pakaian kotor ku di kamar. Tapi setelah ada ART, dia tidak pernah lagi bertanya. Handphone ku terasa ada yang kurang.
"Triiing... ! Triiing....!"
Telepon dari Mama. Kebetulan aku juga ingin bicara untuk meminta bantuan Mama melihat keadaan Arumi.
"Assalamualaikum, Ma."
Aku jadi ikutan Arumi mengucapkan salam.
"Wa'alaikumsalam. Dim, kapan kamu pulang?"
"Ini Dimas lagi pesan tiket penerbangan saat ini Ma."
"Bagus lah, ada hal penting yang Mau Mama bicarakan soal istri mu itu!"
Ada apa ini? Kenapa nada Mama bicara terasa tidak enak di dengar? Apa Arumi membuat masalah?"
"Kenapa Ma?"
"Nanti saja kita bahas. Pokoknya, begitu tiba di bandara, kamu langsung ke rumah Mama. Mama tunggu loh, Dim."
"Iya Ma."
Mama terdengar sedang menahan emosi. Ada apa ini sebenarnya. Apa Arumi bertengkar dengan Mama dan menyebabkan dia sakit dan menangis? Sebaiknya aku telepon Pak Hasan saja untuk memastikan.
Tidak butuh waktu lama menunggu panggilan ku di angkat oleh pria yang usianya lebih tua 10 tahun dari ku itu.
"Halo Pak..."
"Pak Hasan."
"Ya Pak."
"Apa yang sebenarnya terjadi kepada Arumi?"
"Tadi siang, Ibu pergi ke sebuah kafe. Sepertinya beliau menemui seseorang. Keluar dari sana, Ibu terlihat gelisah. Di dalam mobil, Ibu terlihat sedih lalu menangis."
"Arumi tidak terluka?"
"Tidak Pak. Sepertinya, Ibu sedang dalam masalah, karena terus melamun dan kelihatan sedih."
"Baiklah. Terima kasih."
Ku tutup panggilan ku terhadap Pak Hasan. Ku urungkan niat ku untuk memintanya membawa Arumi ke Rumah Sakit. Sepertinya, ini ada hubungannya dengan Mama.
Aku pun menghela napas berat. Baru saja ingin memulai. Apa Mama mulai menolak kehadiran Arumi?
"Penerbangan tercepat jam 5 sore Pak."
Info dari Arif. Aku melihat arloji ku, pukul 16.04 sekarang.
"Bisa di kejar?"
"Bisa Pak."
"Ayo, pulang!"
"Baik Pak."
Arif berkutat dengan tabletnya sembari berjalan menuju kopernya. Aku pun segera membereskan barang-barang dan memasukan ke dalam koperku.
Kemudian kami buru-buru menuju lantai bawah. Arif dengan cepat melakukan cek out sedangkan aku menunggu mobil yang di siapkan pihak hotel untuk kami. Segera Arif memasukan koper kami begitu urusan cek out selesai dan mobil sudah siap menunggu.
Ku lirik lagi arloji ku, pukul 16.25 sekarang. Lagi-lagi aku di pacu oleh waktu Untungnya dari Hotel ke bandara hanya berjarak 1-2 kilometer saja. Sehingga hanya butuh beberapa menit untuk tiba di bandara.
Sepuluh menit sebelum keberangkatan, kami sudah memasuki pesawat. Untunglah...
Ku istirahat dulu tubuh dan otakku selama di perjalanan. Ku serahkan pada Arif untuk mengatur kembali jadwalku. Lama-lama mata ini terasa berat, dan aku pun mulai tertidur.
***
"Kenapa?"
Aku melihat Arumi menangis sesunggukan dan bersimpuh di lantai. Bahunya terguncang dan dia begitu terlihat tak berdaya.
Sebenarnya apa yang terjadi?
Selama kami menikah, tak sekalipun ku lihat Arumi bersedih meski aku sering berkata ketus padanya di awal pernikahan kami. Lalu apa yang terjadi sampai dia terlihat sesedih ini.
Aku mencoba merasa ada yang tidak beres. Hatiku pun iba melihat keadaannya yang sedih seperti itu. Dengan langkah pelan aku mencoba mendekatinya. Dia terkejut ketika menyadari kehadiran ku, lalu segera berdiri dan mundur dari hadapan ku.
"Ada apa Arumi?"
Arumi hanya diam. Tetapi dia terus menangis. Sesekali dia menghapus air matanya. Dan menatap sendu padaku dalam diamnya.
Aku mencoba melangkah ke depan tapi dia malah melangkah mundur ke belakang. Lagi aku mencoba melangkah, dia pun melakukan hal yang sama, mundur. Hatiku semakin pilu melihat wajahnya.
Lalu perlahan Arumi mundur kebelakang padahal aku tidak melangkah ke depan. Terus mundur hingga jarak di antara kami semakin menjauh.
"Arumi, tunggu! Kenapa? Ada apa?"
Arumi tidak mendengarkan. Ia terus melangkah mundur.
"Arumi, tunggu!"
"Pak?"
Mataku terbuka.
Ku lihat Arif berada di sampingku dan menatap ku bingung. Aku membenarkan posisi dudukku. Ternyata tadi adalah mimpi. Namun hatiku sesak rasanya.
"Jam berapa?" Tanyaku pada Arif.
"Kita sudah mendarat Pak."
Aku melihat ke samping, ternyata benar pesawat sedang mendarat dan sedang menuju tempat parkir.
Aku mengusap wajahku. Mengumpulkan nyawa untuk bersiap turun dari pesawat.
"Langsung ke rumah Mama." Titah ku pada Arif.
"Baik Pak."
Bersambung...
Jangan lupa dukung Author dengan like dan komen ya, terima kasih 🙏😊
aku harap dimas ttp bisa tegas n ttp memilih arumi meski ada tentangan dr ortunya...
hari ini apes bener arumi.. bertemu org2 ##$$@## dpt tlp dr pamannya yg juga sama2 ##$@##$🙄
suka dgn gaya rumi yg tdk mudah memperlihatkan kelemahannya pd lawan bicara yg pd nyebelin itu..meski dlm hatinya remuk redam... pasti berat bagi rumi dlm situasi yg spt ini.. semangat arumi... semoga semua masalah cpt berlalu n kamu bisa hidup dgn lbh baik kedepannya