Bukan kita menginginkan lahir ke dunia ini. Bukan kita yang meminta untuk memiliki keadaan seperti ini.
Sudah bertahan begitu lama dan mencoba terus untuk bangkit dan pada kenyataannya semua tidak berpihak kepada kita?
Aira yang harus menjalani kehidupannya, drama dalam hidup yang sangat banyak terjadi dan sering bertanya siapa sebenarnya produser atas dirinya yang menciptakan skenario yang begitu menakutkan ini.
Lemah dan dan sangat membutuhkan tempat, membutuhkan seseorang yang memeluk dan menguatkannya?
Bagaimana Aira mampu menjalani semua ini? bagaimana Aira bisa bertahan dan apakah dia tidak akan menyerah?
Lalu apakah pria yang berada di dekatnya datang kepadanya adalah pria yang tulus yang dia inginkan?
Mari ikutin novelnya.
Jangan lupa follow akun Ig saya Ainuncefenis dan dapatkan kabar yang banyak akun Instagram saya.
Terima kasih.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 31 Nyaman Bersamanya.
Entah sudah berapa lama Aira berada di balkon yang membiarkan tiupan angin menerpa kulitnya yang pasti terasa sangat dingin. Tiba-tiba saja terasa begitu hangat, kalah jaket telah menutup tubuhnya yang membuat Aira menoleh dan ternyata Arfandi sudah menghampirinya.
"Apa di sini tidak dingin?" tanya Arfandi yang membuat Aira menggelengkan kepala.
Arfandi memilih duduk di samping Aira dengan tatapan mata mereka yang lurus melihat ke depan.
"Kamu tidak pulang?" tanya Aira.
"Tidak! Aku akan tetap disini menjaga kamu," jawab Arfandi.
"Kamu takut aku melakukan hal bodoh itu?" tangga Aira dengan tersenyum getir.
"Tidak. Karena aku tahu kamu tidak kamu tidak akan melakukan hal itu," jawab Arfandi yang membuat Aira menoleh ke arahnya.
"Apa kata orang-orang jika kamu tetap berada di rumah ku," ucap Aira.
"Aku tidak peduli apapun yang dikatakan orang-orang. Aku akan lebih menyesal jika mempedulikan mereka," jawab Arfandi.
Aira menghela nafas dan kembali melihat lurus ke depan.
"Mama dan Papa menjodohkan ku dengan orang itu. Orang yang waktu itu pernah kamu lihat berdiri di depan rumahku. Aku tidak tahu dari mana dia bisa membuat alat itu berada di rumahku dan aku tidak tahu apa tujuan dia memerasku dengan memanfaatkan foto-fotoku yang tidak pantas untuk dilihat orang lain. Aku juga tidak tahu apalagi yang dia miliki dengan segala aktivitasku di kamar mandi," ucap Aira.
"Tidak ada Aira. Dia tidak meletakkan kamera di kamar mandi dan hanya di kamarmu," ucap Arfandi membuat air menoleh ke arahnya.
"Aku sudah mencarinya dan bahkan menggunakan alat deteksi dan tidak ada apapun di kamar mandi. Dia hanya mempererat yang membuatmu takut. Jadi tidak ada foto-foto apapun di kamar mandi," ucap Arfandi dengan yakin.
"Tapi bukankah foto-fotoku saat berada di kamar sudah tersebar. Aku juga mendapatkan pesan dari Nana dan orang-orang kantor sudah tahu semuanya," ucap Aira.
"Bukan hanya orang kantor dan keluarga kamu juga sudah tahu semuanya. Jadi itu artinya kamu tidak sendiri lagi dan sekarang orang-orang sudah berada di sekitar kamu yang akan melindungi kamu," ucap Arfandi membuat air mata Aira kembali jatuh.
"Dia akan segera ditangkap dan akan bertanggung jawab atas semua perbuatannya. Jangan khawatir apapun," ucap Arfandi dengan yakin.
Aira kembali melihat lurus ke depan dengan menarik nafas panjang.
"Uang yang kamu berikan sudah habis. Aku sudah menyelesaikan semua permasalahan hutang hutang kepada orang-orang itu. Masih ada sisanya dan aku bermaksud untuk mengembalikannya secara utuh. Aku takut uang itu tidak amanah dan aku mempercayakannya kepada temanku,"
"Aku tidak percaya jika dia menghilangkan kepercayaanku dan uang-uang itu habis entah ke mana dan aku kembali terjerat pinjaman sana sini karena ulahnya dan ditambah dengan Remon yang melakukan pemerasan kepadaku," ucap Aira yang tidak berhenti air matanya jatuh.
Masih terasa sangat sesak menceritakan semua kepada Arfandi yang membuat Arfandi hanya dia menyimak mendengar semua keluhan wanita yang di sampingnya itu.
"Maafkan aku!" ucap Aira menutup wajahnya menggunakan kedua tangannya.
"Lalu bagaimana?" hanya Arfandi yang membuat Aira melihat ke arahnya.
"Bagaimana apanya?" tanya Aira.
"Bagaimana setelah mengatakan semua kepadaku? Apa kamu kehilangan banyak hal?" tanya Arfandi yang membuat Aira menggelengkan kepala.
"Kamu merasa lega?" tanya Arfandi membuat Aira menganggukkan.
"Aira kamu mungkin mandiri, merasa bisa menghadapi masalah sendiri. Tetapi hidup tidak bisa sendiri dan kita membutuhkan orang lain untuk sekedar mendengarkan apa yang sedang menumpuk dipikiran kita. Jika sejak awal kamu mengatakan semua ini kepadaku, kamu mencoba untuk menceritakan kepada orang tua kamu. Aku yakin hal ini tidak akan sampai terjadi," ucap Arfandi.
Aira terdiam, memang benar apa yang dikatakan Arfandi seharusnya beban pikirannya dibagikan bukan dipendam sendiri.
"Aku tidak menyalahkan mu atas apa yang terjadi? Aku memahami mu dan pasti kamu sangat bingung menghadapi semua ini. Tapi aku hanya ingin paling tidak aku kamu jadikan pelampiasan atas semuanya. Aku tidak masalah air jika kamu memanfaatkan ku," lanjut Arfandi.
Aira tidak mampu berkata apapun, dia hanya diam terpaku dan tiba-tiba dia menyandarkan kepalanya di bahu Arfandi.
"Aku hanya tidak ingin kamu kasihan kepadaku dan menertawakan kehidupanku yang seperti ini. Kehidupanku berbeda 180 derajat dengan kamu dan juga anak-anak yang lain," ucapnya yang sekarang sudah mulai terbuka atas segala kegelisahan di dalam hatinya.
"Belum tentu Aira. Kamu hanya melihat bagaimana aku yang menjadi seorang CEO di Perusahaan. Kamu hanya melihat teman-teman kita yang menjadi seorang Dokter, perawat, psikolog, seorang pengacara, pengusaha ini dan itu. Tetapi kamu tidak melihat bagaimana untuk berada di sana dan kamu tidak melihat apa yang dialami," ucap Arfandi yang mulai menyadari jika Aira sebenarnya hanya minder jika harus bertemu dengan teman-teman masuk sekolahnya.
"Tapi apapun yang kalian alami, hidup kalian jauh lebih baik dibandingkan aku. Aku hanya bisa berlari dari keadaan dan menanamkan untuk tidak mengenal kalian lagi," ucap Aira.
"Kamu tahu, di saat masa sulit yang terjadi padaku di akhir-akhir sekolah. Aku hanya bisa menangisi keadaan ku dan menyesal pernah sekolah di sana dan bertemu dengan kalian. Aku memilih untuk tidak kembali ke sekolah setelah menyelesaikan ujian akhir. Karena aku tahu kalian semua sedang sibuk dan berlomba-lomba untuk mengejar impian yang lebih tinggi itu sementara aku harus menghentikan impian ku akibat kegagalan yang aku dapatkan,"
"Aku bertanya-tanya di mana teman-temanku disaat aku mengalami semua itu, aku lupa jika mereka punya impian lain dan tidak mungkin peduli padaku yang membuatku akhirnya pergi dan hanya menanamkan jika aku benar-benar menyesal pernah berada di sana," lanjut Aira.
"Lalu kamu pikir aku tidak mencari mu. Bukan hanya aku dan anak-anak lain juga berusaha untuk mempertanyakan keberadaan mu. Kamu menghilang bagai ditelan bumi," ucap Arfandi.
"Karena aku merasa sudah tidak ada gunanya lagi berada di sekitar kalian dan aku hanya berharap suatu saat nanti kita semua bertemu dan aku yang menjadi orang yang paling hebat di antara kalian. Tetapi ternyata sumpah dan harapanku sangat berbeda yang pada akhirnya aku hanya tetap berada di bawah yang mengangkat kepala untuk melihat kalian semua," lanjut Aira.
Arfandi menggenggam tangannya begitu orang yang ingin menghentikan semua keluhan Aira tentang kesalahpahaman yang terjadi selama ini.
"Kamu adalah orang yang hebat Aira. Kamu tidak perlu berlomba-lomba untuk menjadi ini dan itu. Semua orang mempunyai takdir masing-masing dan bukan berarti takdir kamu berhenti sampai di sini," ucap Arfandi yang tidak pernah berhenti memberikan semangat.
Aira terdiam.
"Terima kasih Aira, kamu sudah terbuka padaku, dari masalah yang kamu hadapi sampai apa yang membuat kamu menghindari ku dan anak-anak yang lain selama ini," ucap Arfandi.
"Aira tetaplah seperti ini dan masalah sekecil apapun jangan pernah pendam sendiri, jangan menghancurkan diri kamu sendiri, jangan menyakiti diri kamu dan jangan membebani diri kamu, sayangi diri kamu Aira," ucap Arfandi yang membuat air yang menganggukkan kepala.
Dia memejamkan matanya yang sangat nyaman menyandarkan kepalanya di bahu pria yang benar-benar sangat tulus kepadanya. Genggam dengan Arfandi juga begitu sangat erat yang seolah tidak ingin melepaskan wanita itu.
Bersambung.......
semoga sj afandi mau membantu mia
insyaallah aku mampir baca novel barumu thor
itu arfandi ada apa ya ga keluar dari kantornya apa dia sibuk di dlm apa sakit, bikin penasaran aj
jarang2 kan aira bisa sedekat itu sama arfandi biasanya dia selalu menjauh...
tapi arfandi lebih menyukai aira,,,
setelah ini aira bisa tegas dalam berbicara apalagi lawannya si natalie... dan jangan terlalu insecure ... semua butuh proses