NovelToon NovelToon
ZONA AMAN DAVINA

ZONA AMAN DAVINA

Status: sedang berlangsung
Genre:BTS / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: timio

Kisah cinta mama dan papa cukup membuatku percaya bahwa luka terkadang membawa hal manis, bagaimana mama pergi agar papa baik-baik saja, tanpa mama tahu, papa jauh lebih terluka sepeninggalnya.

Begitu juga dengan Tante Tania dan Appa Joon, tidak ada perpisahan yang baik-baik saja, tidak ada perpisahan yang benar-benar ikhlas. Bedanya mereka berakhir bersama, tidak seperti mama dan papaku yang harus berpisah oleh maut.

kukira kisah mereka sudah cukup untuk aku jadikan pelajaran, tapi tetap saja, aku penerus mereka dan semua ketololannya.

Aku, Davina David.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon timio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Davina Pergi

Bangun pagi ini rasanya berat sekali, berkali ia mengusap kasar wajahnya. Bukan bangun, ia bahkan tidak bisa tidur se kedip pun, dokter tampan paripurna andalan Safe Zone itu bangun dengan wajah kusut, bangkit dari tempat tidurnya untuk bersiap menjalani hari ini. Meski sedang perang dingin, setidaknya ia akan bersama Davina ketika bekerja, semoga saja dengan terbiasa bersama setiap saat meluluhkan kerasnya hati kesayangannya itu agar memahaminya.

"Good morning, Baby... ".

Bukan, bukan gadis ini yang ia harapkan menyambut paginya. Bukan sama sekali bukan. Meski senyum lebar yang ia temui, ia tidak menginginkannya, ia hanya ingin disambut wajah datar Davina ketika mereka sedang bertengkar, tapi kenapa?

"Nadine... K-kamu.. Kenapa kamu disini?".

"Oh... . Bibi nyuruh aku pindah kesini aja." Masih dengan senyum lebarnya sembari menata obat-obatan.

"Davina...? Dia kemana? Kenapa kamu yang kesini? ".

"Oh... Dia dipindahin bibi ke pos anak, Kids Camp atau apalah namanya, itu yang di pojok." Jawab Nadine enteng dengan wajah kurang bersahabat karena tiba-tiba saja membahas gadis yang ia benci itu.

Tanpa banyak tanya lagi ia langsung berlari keluar ruangan, dengan langkah tergopoh-gopoh ia menyusuri setiap inci jalan menuju kids camp, rumah aman anak-anak dan bayi yang dibangun Davina. Terdengar dari kejauhan suara lagu anak-anak dan riuh tawa mereka.

"Davina... ", seru Kai dalam.

Suara lagu yang diputar tidak terlalu keras itu membuat suara Kai jelas terdengar. Davina menatap dengan malas, bebal sekali pria ini.

"Minggir dok, jangan ngalangin pintu." Suara pria syaland yang tidak ingin ia dengar sudah ada dibelakangnya, muncul dengan sebuah kotak besar yang ia bawa.

Mau tidak mau Kai menyingkir dari jalan, karena memang ia yang salah berdiri di pintu.

"Wahhh... Stok jajan kita udah dateng tuh." Seru Davina, setika anak yang tersisa yang berjumlah tiga orang itu riuh dan mengelilingi Hansel dengan girang.

Kai sibuk bertanya pada dirinya sendiri, apakah ia benar-benar sudah kehilangan orang yang sudah setahun lebih ini ia klaim sebagai miliknya? Apakah sebegitu nya kekuatan ancaman gadisnya siang itu? Tidakkah ini terlalu berlebihan? Sampai-sampai bekerja pun ia tidak mau lagi melakukannya bersama-sama?

"Davina... ", suara Kai semakin lirih tapi ia semakin mendekat.

"Iya dok? Ada yang bisa saya bantu? Bukannya sudah ada dokter Nadine ya?".

"Vina... "

"Mama Vinaaa... Ayo makan disana... ", seorang anak kecil kira-kira berusia lima tahunan merengek menarik tangan Davina untuk bergabung bersama Hansel.

"Oh iya ayo... Permisi dok, sebaiknya dokter kembali ke pos, saya juga sibuk disini."

"Apa sebegitunya Davina?", tanya Kai lagi ketika Davina hendak melangkah.

.

.

"Iya, sebegitunya."

Deg, patah sudah.

🍁🍁

Tidak ada yang baik-baik saja sejak hari itu, apalagi pos Kai, ia selalu mengomeli Nadine sudah dua minggu ini, tidak satu pun yang dikerjakan gadis itu ada beresnya, jangankan membantu Kai yang gesit itu, menyusun obat saja ia tidak becus, berkali ia mencoba menghubungi Davina, tapi nomornya sudah di blokir dan sampai hari ini tidak bisa ia hubungi. Ia juga mencoba menemui gadis itu untuk meminta maaf, bahkan memohon, hingga bersujud pun akan ia halalkan jika saja ia bisa tapi selalu terhalang oleh keadaan.

Ia benar-benar merasa kehilangan dan ditipu oleh Nadine, bahwasanya gadis itu lah si wanita manja yang cocoknya di taman bunga, ia tidak cocok di daerah grasak-grusuk seperti ini, kecuali Davina yang bisa membawa dirinya dimana pun, menyesuaikan dirinya dengan siapapun yang dibersamakan dengannya. Sungguh ia merasa bersalah sekarang, bukan Davina yang egois tapi dirinya yang bingung.

Ia kebingungan antara rasa kasihan dan euforia masa lalu, masih terbayang-bayang akan kisahnya dulu tanpa ia sadari bahwa selama ini ia lebih bahagia ketimbang dulu. Ia meninggalkan bahagianya sendiri, karena kebodohannya sendiri.

Kadang Davina yang kelihatan dari kejauhan sedang mengerjakan sesuatu, ia tidak enak mengganggu, atau sedang bersama Hansel, atau sedang menidurkan bayi nya yang tinggal satu itu, atau juga bersama suster kepala yang seminggu setelah mereka putus waktu itu terang-terangan menegaskan untuk tidak mengganggu Davina lagi, bahkan mencoba menemuinya pun jangan. Selain itu, ia juga disibukkan dengan pos nya sendiri, di Minggu yang ke tiga bekerja sama, ia memulangkan Nadine kembali ke rumah sakit Pandora, tidak lagi menjadi asistennya. Bukannya membantu malah menambah pekerjaan dan pusingnya saja.

Di Minggu yang ke tiga itu ia melihat Davina terakhir kalinya, ia melihat gadis itu pergi sendirian ke bukit kecil di belakang rumah sakit, seperti biasa ia akan menenteng jas dokternya Ricky, dan hanya berdiam diri disana menatap jurang dan pemukiman penduduk yang kini sudah di ambil alih oleh alam lagi.

Samar terlihat dari kejauhan, bahwa atap-atap itu sudah di tutupi tumbuhan rambat, semuanya benar-benar hampir hilang. Kai hanya melihat dari kejauhan tanpa berani lagi mendekat, bahkan bisa melihat gadis itu dari jauh saja ia sudah sangat bersyukur sekarang.

Dan itu terakhir kalinya, Davina terlihat di Safe Zone, Pandora Town.

🍁🍁

Seminggu pun berlalu, karena memang beberapa minggu terakhir ia jarang melihat Davina, tidak lagi melihat sudah seminggu ini bukan hal yang aneh baginya. Ia hanya yakin bahwa mantan kekasihnya itu sedang sibuk di Kids Camp.

Hingga,

"Gila sih kata gua, dokter Vina spek bidadari begitu aja masih kalah sama biduan noraebang. Apa sih yang diliat dokter Kai sampai segitunya. Aohhh.... Merinding gua."

"Kalo gua jadi dokter Vina udah gua permaluin tuh cewe kalo bisa sampe tujuh turunan kena cancel culture deh, bisa-bisanya dia diem aja."

"Lu tahu dari mana kalo dokter Vina diem aja?".

"Ngga sengaja gua denger omongan suster kepala waktu lewat Kids Camp, lah gua ngumpet makanya gua tahu detailnya. Lu juga jangan rusuh ya, gua yang habis ntar sama suster kepala."

"Hmmm lagian apa untungnya juga kalo gua bocorin, toh juga dokter Vina udah pergi, mending deh sama mas Hansel, lebih jelas, lebih tegas kata gua mah."

Kai membeku mendengar percakapan dua perawat yang berbincang lirih itu tapi masih mampu didengar Kai. Keduanya tidak menyadari bahwa Kai sedang istirahat di tempat tidur tingkat kedua ruang istirahat staff.

Brugh...

Suara yang keras seperti seseorang yang mendarat setelah melompat dari ketinggian. Bahkan kedua perawat itu saking terkejutnya hanya mampu menganga karena kejadiannya cepat sekali.

"Kemana Davina? Pergi kemana dia?".

"D_dokter... K-kai... ".

"Saya tanya kemana Davina pergi?!", suara Kai sedikit meninggi.

"T-tidak tahu dok, saya cuma ngga sengaja denger katanya dokter Vina mau kembali ke tempatnya semula, saya ngga tahu itu dimana dok." Seru seorang perawat gelagapan.

Deg

Kai pun mematung ekspresinya spontan berubah dari yang hendak menerkam itu berubah menjadi kosong. Kekasihnya pergi. Bahkan ia belum sempat meminta maaf. Belum sempat memohon dan berlutut seperti yang ia rencanakan selama ini.

Dengan langkah gontai ia keluar dari ruang istirahat, tidak ada langkah tergesa-gesa, ia hanya fokus menuju suatu ruangan. Setitik demi setitik air bening mulai membelah pipi tirusnya itu, hingga ia benar-benar membuka pintu ruangan itu.

Nampak lah seseorang wanita bertubuh sedikit gemuk duduk di kursinya sedang mengerjakan sesuatu, tapi melihat Kai muncul ia spontan menghentikan aktivitasnya dan menatap keponakannya itu. Ia menghela napas dan melipat tangan di dada melihat Kai yang duduk lemas di kursi tamu, seolah sudah paham apa yang terjadi.

"Kenapa? Kenapa aku ngga tahu apa-apa?".

"Kenapa kamu tanya bibi?".

"Apa hanya karena Nadine?".

Suster kepala terkekeh miris mendengar ungkapan Kai, lalu ia berpindah dari mejanya menuju tempat didepan Kai dan duduk disana.

"Nak, apa menurutmu gadis seperti itu akan pergi meninggalkan tanggung jawabnya hanya karena cemburu pada perempuan lain? Apa menurutmu kamu sehebat itu sampai-sampai Davina harus merendahkan dirinya hanya karena perempuan seperti Nadine?".

"Bibi... Tolong... ". Kai putus asa, air matanya sudah berlinangan.

"Dia pergi karena memang tugasnya sudah selesai. Semua anak dan bayinya sudah ia pindahkan ke panti asuhan yang mampu, atau di adopsi orang tua yang menurut penilaiannya mampu, dia sudah menyerahkan Kids Camp untuk dikelola rumah sakit. Alasan utamanya itu ya bodoh, jangan kepedean."

Hati Kai mencelos mendengar ucapan tak disaring bibinya.

"Alasan lainnya?". tanyanya lagi seolah berharap dirinya sebagai alasan kedua.

"Dia memang ingin kembali ke Seleste Ville, Emery Hospital memintanya kembali. Dia rindu semua keluarga besarnya. Kamu lupa orang tuanya siapa?".

"Jadi aku ngga termasuk ya?", tanya Kai lirih.

"Termasuk, itu alasan paling terakhirnya, lebih tepatnya semua kebodohanmu."

Hati Kai yang sudah teriris sejak tadi, malah di rajang lagi oleh bibinya suster kepala. Wanita 50tahunan itu menggeleng - gelengkan kepalanya dengan tatapan datarnya kepada Kai, bergerak pelan ke mejanya untuk mengambil tab, dan menyodorkan benda se ukuran talenan itu kepada Kai, lalu memutar sebuah rekaman CCTV.

"Lihat baik-baik. Itu mantan tunangan mu yang sangat kamu cintai itu, kebetulan Davina di toilet tidak sengaja mendengar Nadine sedang ber telepon entah dengan siapa, intinya ada sesuatu yang jatuh dari saku piama pasiennya Nadine yang kebetulan masuk ke bilik toiletnya Davina, mungkin mau memastikan atau apa Davina langsung keluar dan mereka ketemu. Davina bertanya itu apa... "

"Aohh... ", kaget Kai melihat layar ketika Davina ditampar oleh Nadine, ada rasa lega di hatinya ketika Davina tidak diam, terlihat Davina meraih kepala Nadine dan menjambaknya lalu membawanya keluar toilet dan rekaman itu berakhir disana.

"Kamu tahu apa yang ditemukan Davina?".

Pertanyaan itu membuat Kai agak berdebar seolah ini adalah moment of thruth.

"Cairan darah palsu."

.

.

.

Halo readers, Terima kasih sudah membaca sejauh ini ya, jangan lupa like nya.

Terima kasih 💜💜

.

TBC... 🍁

1
Mamah Mput(Bilanoure)
huwaaaaa Dady namu 💜💜💜
Timio: hehehe blio debut 💜
ikutin terus ya my 💜
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!