Kisah ini terinspirasi dari kisah hidup seseorang, meski tidak sama persis namun mewakili bagaimana alur hidup beberapa wanita, bagaiman dia bermimpi memiliki rumah tangga yang indah, namun pada kenyataannya semua tak semulus harapannya.
pernikahan yang indah adalah impian semua wanita, menikah dengan orang yang bisa memahami dan selalu bisa menjadi pundak baginya adalah impian, namun tak pernah Alifa sangka selama menjalani pernikahan dengan Aby kata indah nyaris terburai dan hambar semakin harinya, apalagi tinggal bersama mertua yang tak pernah bersyukur akan hadirnya. Alifa semakin lelah dan nyaris menyerah akan di bawa kemana biduk rumah tanganya??? salahkan jika perasaan itu terkikis oleh rasa lelah???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon shakila kanza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menanti
"Bu lihat, bagaimana hancurnya anakmu." Ucap Pak Iman pada Bu Ina yang setia dengan membisu di tempatnya.
"Kau tau, ibu sudah membuat anakmu terpuruk dengan rasa bersalahnya." Ucap Pak Iman.
"Coba kamu bayangkan jika yang terbujur di ruang operasi itu ibu, sementara bapak tidak ada di sisi ibu, sejak ibu merasakan betapa sakitnya tubuh dan perut ibu saat tak ada orang sama sekali yang bisa di mintai tolong." Kata Pak Iman.
"Bayangkan, apakah ibu masih bisa bersikap baik-baik saja saat itu tanpa dukungan dari siapapun??" Lanjut Pak Iman.
"Jika itu ibu, mungkin ibu akan langsung minta cerai setelah ibu selesai dan bangun dari operasi." Pak Iman berkata tanpa melihat mata bu Ina yang sudah sendu.
"Atau ibu bayangkan saja, jika Anak kita Alifa dan Aby menantu kita, bisa gak ibu rela putrimu merenggang nyawa sendirian tak ada suaminya di sisinya di saat-saat sulit???" Kali ini Pak Iman sendiri sudah berkata hingga parau.
Bu Ina terdiam tak menyahut apa yang suaminya katakan hatinya terlalu ramai antara rasa bersalah dan rasa egoisnya jika ini bukan seutuhnya salah dirinya.
"Jika setelah ini Alifa sadar dan menyalahkan anak kita maka itu pantas." Ucap Pak Iman serius dan sedikit kesal pada wajah istrinya yang selalu diam.
"Sekarang bapak mohon, setelah ini keputusan Aby apapun tolong dukunglah!" Ucap Pak Iman lagi sambil menatap dalam istrinya yang setia diam membisu.
"Bu?? Apa kamu bisa dengar aku??" Pak Iman bertanya dengan nada suara yang lebih keras dari yang sebelumnya.
"Biarkan Aby fokus pada rumah tangganya, Ibu jangan selalu merengek dan membuat dia bingung dalam mengambil keputusan di antara ibu dan istrinya!" Ucap Pak Iman lagi yang di jawab helaan nafas panjang bu Ina.
"Apa aku salah sih Pak, aku hanya ingin bisa bersama anak-anak ibu, terutama Aby, ibu hanya ingin kita bisa hidup bersama seperti dulu." Ucap Bu Ina lemah.
"Apa aku salah jika ingin kembali seperti dulu hidup berdampingan dengan Aby dan Alifa." Ucap Bu Ina lagi.
"Ibu janji setelah ini akan bersikap lebih baik lagi." Kata Bu Ina pelan sambil menundukkan kepalanya berusaha untuk menurunkan egonya untuk saat ini.
Pak Iman pun hanya bisa menghela nafas, seandainya dirinya ayah kandung dari Alifa mungkin dirinya tak akan pernah membiarkan kehidupan anaknya terancam dan tidak bahagia untuk yang kedua kalinya.
"Mungkin sikap ibu ingin berubah sudah terlambat, namun Bapak harap ini sungguh-sungguh, agar tak ada masalah lagi di kemudian harinya." Kata Pak Iman kemudian membuat Bu Ina merasa semakin sesak, baru kali ini dirinya merasa begitu tak memiliki kesempatan untuk memperbaiki keadaan.
Perawat berlarian membawa kantung darah memasuki ruang operasi dimana Alifa sedang di tangani, Aby yang baru datang dari mushola lemas rasanya saat melihat perawat tadi, hatinya merasa begitu khawatir dan tidak bisa berpikir positif.
Begitupun dengan Bu Ina dan Pak Iman mereka merasa jika di dalam sana dokter tengah berjuang dengan keras melakukan yang terbaik di dalam agar semuanya selamat.
Aby menutup wajahnya, dadanya luar biasa sakit, ini persalinan terberat yang Aby lihat, di bandingkan persalinan sebelumnya saat melahirkan putri pertamanya karena perjalanan saat itu amat aman dan normal.
Aby merasa semakin bersalah saat menyadari awal kehamilan kedua istrinya yang di awali dengan banyak drama dan rasa sakit, tidak hanya secara fisik namun juga batin istrinya, sungguh kasian sekali istrinya itu pikir Aby.
Seandainya aku tidak memaksakan keadaan saat itu, dan dengan sengaja melepas di dalam agar istrinya itu hamil, Aby kira dengan hamil Alifa akan semakin dekat dan mudah dia arahkan, namun seperti sudah menjadi bom waktu sikap diamnya istrinya di tambah kehamilan itu membuat kondisi Alifa dan janin dari awal penuh dengan cobaan begitupun saat lahiran.
Aby hanya bisa berharap jika bayi dan ibunya di sana semuanya baik-baik saja, Aby ingin memperbaiki semuanya jika bisa, agar dirinya punya banyak waktu untuk keluarga kecilnya.
Bang Satya datang dan menepuk pundak Aby untuk menguatkan adik iparnya itu, lalu menatap langit-langit di atasnya dengan pikiran menerawang, sejujurnya hatinya pun sama gelisah nya seperti Aby.
"Ini mengapa Aku selalu mengutamakan istriku dan memuliakannya, terutama seorang istri yang tengah hamil seperti Alifa. " Ujar Bang Satya berbicara sembari menatap Aby yang menundukkan kepalanya.
"Tak mudah menjadi mereka, makanya banyak sekali pahalanya, jika Allah saja memuliakan maka kenapa kita sebagai suami justru tidak??" Lanjut Bang Satya.
" Aby, Rasulullah berkata pada putrinya, Wahai Fatimah, apabila wanita mengandung, malaikat memohonkan ampunan baginya, dan Allah menetapkan baginya setiap hari seribu kebaikan serta melebur seribu kejelekan. Ketika wanita merasa sakit akan melahirkan, Allah menetapkan pahala baginya sama dengan pahala para pejuang di jalan Allah. Jika dia melahirkan kandungannya, bersihlah dosa-dosanya seperti ketika dia dilahirkan dari kandungan ibunya. Bila meninggal ketika melahirkan, dia tidak akan membawa dosa sedikit pun. Di dalam kubur akan mendapatkan pertamanan indah yang merupakan bagian dari taman surga. Allah memberikan pahala kepadanya sama dengan pahala seribu orang yang melaksanakan ibadah haji dan umrah, dan seribu malaikat memohonkan ampunan baginya hingga hari Kiamat”. Kata Bang Satya lagi lalu meraih tangan istrinya yang dingin sama khawatirnya.
"Bahkan Rasulullah mengatakan bahwa dua rakaat shalat wanita hamil lebih baik daripada delapan puluh rakaat shalat wanita yang sedang tidak hamil. Karena saking memuliakannya seorang istri yang tengah hamil." Lanjut Bang Satya lagi.
"Karena wanita tersebut mengandung janin dalam perutnya, dia memiliki keistimewaan ini. Sudah pasti, sang janin ikut serta dalam ibadah sholat ibunya, mendengarkan bacaan sholat, dan sujud bersama ibunya untuk beribadah kepada Allah dan selalu berada dalam perlindungan-Nya." Lanjut Bang Satya lagi.
"Wanita hamil dianggap mati syahid jika mereka meninggal saat melahirkan. Namun meski begitu aku sungguh tak akan sanggup jika Alifa memiliki akhir ini." Ucap Bang Satya parau.
"Bayangkan By, Rasa sakit saat melahirkan sering diumpamakan seperti 20 tulang yang patah secara bersamaan. Hal ini karena proses persalinan merupakan proses yang sangat menyakitkan dan merupakan perjuangan hidup dan mati bagi ibu. Bayangkan betapa sakitnya dia saat ini." Ucap Bang Satya membuat lelehan air di pelupuk mata Aby.
"Lalu seandainya kamu setelah ini masih tidak bisa menghargai dengan lebih baik juga tidak bisa menjaganya berarti kamu sungguh bukan suami yang baik. Pantas jika Alifa menjauh darimu dan memilih pergi." Ucap Bang Satya yang membuat bongkahan batu di dada Aby seolah penuh dan sakit.
"Maaf, bertahanlah sayang." Ucap Aby lirih dan parau di tempatnya, hanya bisa membuat Bang Satya dan Amina saling menghela nafas berat.
Menanti waktu operasi ini begitu melelahkan karena di penuhi oleh rasa khawatir, apalagi dengan melihat bagaimana perawat yang keluar masuk membawa kantung darah, makin membuat semua orang kehilangan harapannya.
\*
Up lagi, tolong Vote nya ya, Like dan dukungan yang lain🙏🙏🙏💕💕💕
bakti pntg nk pas wong tua loro susah ki mbantu/ngrumati
Klw aku...sdh ku usir Bu Ina spy jgn ada lg d sktr Alifa ..hawanya hawa setan😈
Biar dia tau rasanya diabaikan
Ni tua bangkotan kpn sadarnyaaaa...hiiihhhh